Lupakan Kampanye Presiden!

(Pengantar: ini tulisan saya selama di jakarta yang saya temukan lagi dalam email. mohon maaf jika isinya sudah kadaluarsa. tulisan ini hanya untuk menyelamatkan arsip artikel saya yang pernah hilang. semoga (meski tidak semua) tulisan saya bisa terkumpul lagi)

Oleh Taufik Al Mubarak

Sikap frustasi rakyat terhadap perhelatan politik di tanah air
ditunjukkan secara tepat oleh Mas Harry Roesli (kompas, 13/06),
betapa rakyat muak dengan berbagai tampilan ‘palsu’ yang
dipertontonkan elite politik untuk meraih dukungan menuju kursi RI-1
dan RI-2 dalam kampanya presiden. Mas Harry secara tegas meminta
rakyat untuk melupakan pemerintah yang bakal terbentuk. Untuk
sikap-nya, mas Harry tidak perlu meminta maaf, karena begitulah
kenyataannya. Rakyat mesti melupakan sejenak dagelan politik yang
dipertontonkan elite politik itu. Apalagi, perhelatan akbar sepak
bola Euro 2004 baru saja dimulai, dan tentunya lebih bisa menyedot
perhatian publik. Untuk itu, dengan nada yang sama, mari lupakan
kampanye presiden!

Tajuk Rencana Kompas (12/06) seperti mau mengingatkan elite politik,
bahwa Euro 2004 lebih bisa menyedot perhatian rakyat ketimbang
kampanye presiden. Bagi rakyat, menyimak janji-janji elite politik
yang tidak pernah jadi kenyataan ternyata lebih membosankan.
Sementara Euro 2004 lebih menarik untuk disimak, apalagi jika tim-tim
favorit mereka mampu mengatasi lawan-lawannya. Mereka tidak merasa
jenuh dan bosan menunggu sampai jauh malam, walau harus mengorbankan
waktu istirahat (tidur). Karena, selain menarik, Euro 2004 bisa
menjadi hiburan tersendiri. Bukan hanya karena di sana ada drama, ada
perjuangan, ada emosi tetapi juga karena di sana ada nilai-nilai yang
perlu dipedomani. Sportifitas!

Dunia politik kita akhir-akhir sudah kering dengan nilai ini. Nilai
ini yang tidak terlihat dalam kampanye presiden. Sepertinya, semua
calon mengamalkan secara ketat formula yang pernah digelindingkan
Machievalli, “untuk menggapai kekuasaan, semua cara boleh digunakan
termasuk yang keji sekalipun.” Antar calon tidak hanya terjadi
persaingan yang sehat, tetapi kadang-kadang terselip kampanye hitam
untuk meruntuhkan karir calon lain. Semua calon tidak siap dengan
kemampuan yang dimiliki masing-masing. Mereka tidak sadar, bahwa
sportifitas, bukan hanya diperlukan dalam lapangan hijau melainkan
juga di dunia politik.

.***
Melupakan kampanye presiden! Jelas, bukan sikap apolitis. Melainkan
cermin kejenuhan rakyat menghadapi elite mereka. Kampanye presiden
hampir selalu menonjolkan diri sendiri, dan program-program setinggi
langit. Berbusa-busa ludah keluar dari mulut mereka hanya untuk
menyampaikan kebohongan kepada rakyat. Sering yang disampaikan itu
tidak menyentuh kebutuhan mendesak yang dibutuhkan rakyat. Bukan
hanya itu, aspirasi rakyat mereka simpan rapi dan tidak pernah dibuka
kembali begitu mereka mendapatkan kekuasaan. Rakyat dibiarkan
menghadapi sendiri problem kehidupan. Sementara mereka hanya asyik di
gedung mewah tanpa merasa terbebani dengan janji yang terlanjur
dikeluarkan. Inilah parade pilu yang harus diterima oleh rakyat kita.

Beberapa agenda nasional, yang menjadi alasan lahirnya reformasi juga
belum sepenunya tuntas. Katakanlah, pengadilan terhadap mantan
presiden Soeharto, penghapusan KKN, penyelesaian kasus pelanggaran
HAM baik yang terjadi di masa lalu maupun pasca reformasi,
kesejahteraan rakyat, dll masih belum menunjukkan hasil maksimal.
Isu-isu itu kemudian diangkat menjadi tema sentral kampanye. Sampai
kapan rakyat harus percaya pada kebohongan mereka?

Rakyat sudah bosan disuguhi janji-janji. Rakyat sekarang butuh bukti.
Rakyat butuh makan, menyekolahkan anak, dan kedamaian. Mereka tidak
butuh janji. Sementara elite politik tidak paham kondisi riil rakyat
seperti ini. Jarang kita punya elite yang memiliki sensibilitas
tinggi. Elite kita jarang yang punya sense of crisis, sense of
humanity. Rakyat menampakkan dirinya merakyat ketika ada momen yang
membutuhkan dukungan seperti kampanye dan pemilu. Selain itu, rakyat
hanyalah pihak yang selalu pantas untuk ditipu.

Momen Euro 2004 ini bisa meningkatkan bargaining rakyat dengan elite
mereka. Rakyat bisa saja bersikap acuh tak acuh dengan kampanye
presiden. Tak perlu lagi hadir untuk menyimak pidato atau sekadar
menyemarakkan. Bukan zamannya lagi rakyat bisa dimobilisasi untuk
patuh pada intruksi elite. Saatnya rakyat menentukkan sikap
politiknya sendiri. Toh, sesemangat apapun rakyat mengikuti kampanye
presiden, nasib mereka tetap tidak berubah. Buat apa susah-susah ikut
kampanye jika keadaan mereka tidak berubah. Bagi rakyat, ada tidaknya
pemimpin sama saja. Kondisi mereka tetap tidak berubah

Perlu kita ingatkan pada tokoh-tokoh yang tengah menjajal
kekuataannya menuju kursi presiden bahwa ada norma dan aturan main
yang harus dipatuhi. Selain itu, mereka perlu diingatkan juga, bahwa
jabatan presiden itu bukan untuk satu hari saja yaitu pada hari
pencoblosan. Jabatan presiden itu untuk lima tahun. Jika momen
politik itu tidak direbut untuk menyelesaikan berbagai krisis yang
terjadi, selama 5 tahun pula kita telah menyia-nyiakan kesempatan
untuk memperbaiki keadaan. Momentum reformasi yang oleh sebagian
kalangan dianggap gagal karena elite politik kita sibuk dengan
gondok-gondokan, saling menjatuhkan dan menyalahkan selain itu tidak
jelasnya arah kepemimpinan selama masa transisi.

Sehingga banyak agenda reformasi yang terbengkalai. Tanpa ada
seorangpun yang merasa bertanggung jawab atas kegagalan itu. Yang ada
saling melemparkan tanggung jawab dan saling menyalahkan. Perseteruan
tingkat elite pun tidak bisa dihindari. Saling menjatuhkan. Itu
dianggap biasa. Rakyat disuguhkan sandiwara. Jeritan rakyat yang
dihimpit oleh berbagai persoalan hidup sama sekali tidak terdengar.
Rakyat dicampakkan ke ruang nista: kemiskinan.

Kini, menjelang pemilu 5 Juli mendatang adegan itu kembali
dipamerkan. Dari aksi dadakan sampai berpura-pura merakyat. Aneh.
Dalam sahari, elite yang tidak pernah berdesak-desakan dengan rakyat
di pasar menjadi begitu akrab. Ya, mereka sedang butuh rakyat
sekarang. Jika tidak berbuat begitu, sulit berharap simpati dari
rakyat. Rakyat sedang dibutuhkan untuk sebuah kemenagan. Habis itu,
tidak tahu apakah elite masih ingat rakyatnya atau tidak. Tapi, elite
lupa, rakyat kita punya kesabaran dan mereka mencatat semua
kebohongan mereka. Jangan salahkan rakyat, jika ternyata banyak dari
rakyat yang tidak ikut kampanye atau sekedar mencoblos. Soalnya,
rakyat sudah bosan mengikuti irama kehidupan munafik gaya elite
politik.

Dan sikap apatis rakyat itu, lebih masuk akal sekarang. Momen Euro
2004 boleh jadi alasan yang tepat. Bukankah, rakyat kita lebih senang
mengikuti detik perdetik pertandingan Euro dan memberi support untuk
tim yang didukungnya. Karena bergadang semalaman, jangan heran jika
rakyat tidak sempat lagi menonton dongeng yang dibawa elite politik.
Mereka lebih memilih istirahat siang untuk bisa tetap terjaga pada
pertandingan nanti. Bukan hanya itu, jika rakyat disuruh memilih:
lebih senang mana, nonton teriakan Capres dengan nonton bola, rakyat
bakal memilih bola. Untungnya belum ada lembaga riset yang
akhir-akhir begitu aktif meriset aspirasi rakyat untuk mengetahui
sikap rakyat terhadap kampanye presiden dan terhadap Euro 2004.
tetapi jikapun ada lembaga yang melakukannya, kita bisa berspekulatif
jika rakyat lebih memilih nonton bola dan mendukungnya timnya
ketimbang mendukung salah satu Capres yang akan memperebutkan kursi
presiden.

Karena begitu hebohnya pesta sepakbola Akbar ini, tidak heran pula
jika nantinya muncul “nonton bareng bersama Wiranto”, “nonton bareng
bersama SBY”, “nonton bareng bersama Amien Rais, dan lain-lain”.
Baru-baru ini baru calon presiden Amien Rais yang melakukannya, tapi
masih malu-malu tidak ada expose besar-besaran. Setiap calon
presiden, tidak bakal melewatkan setiap momen yang ada. Karena itu
sudah kebiasaan politisi kita.

cuma perlu kita ingatkan, untuk mendapatkan tampuk kekuasaan
(presiden) tidak berlaku rumus “menghalalkan segala cara” untuk
mendapatkan kekuasaan. Esensi politik bukan lagi “siapa mendapatkan
apa dan bagaimana mendapatkannya” melainkan seni untuk mengabdi
terwujudkan kesejahteraan rakyat. Politik berarti membuka peluang
terbukanya kesempatan berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk rakyat.
Cara-cara kotor seperti saling menjelekkan kandidat lain, fitnah,
konspirasi dan berbagai perilaku picik lainnya harus dihindari. Sikap
ksatria dan sportif yang harus dibangun. Bersaing secara sehat.

***
Seperti diketahui, pemilu presiden sangat problematik. Pemilu akan
berlangsung sehari setelah final Euro yang dilangsungkan tanggal 4
Juli, sementara pemilu pada 5 Juli. Bukan tidak mungkin, rakyat yang
menjagokan tim-nya menang dan menjadi juara kandas/ kalah, putus pula
harapan mereka untuk memilih calon presiden mereka. Mereka lebih
memilih tidur panjang untuk mengobati kesedihan, sampai lupa kalau
besoknya pemilu.

Jangan-jangan banyak rakyat bakal tidak mencoblos pada 5 Juli nanti
karena kesiangan bangun pagi. Entahlah! (taufik al mubarak)

Post a Comment

Previous Post Next Post