ALA Pecah Sebelum Sampai Tujuan


”Jika ibu pertiwi (RI) tidak mengindahkan kami, kami akan minta pada ibu dunia (PBB). Jika tidak diindahkan juga, kami akan membentuk GAM, Gayo Merdeka.” (detikcom, Minggu (21/3))

Iwan Gayo, penulis buku Pintar, itu berang. Ia mengeluarkan komentar keras itu di Wisma Aceh, Jalan Indramayu, Menteng, Jakarta Pusat. Saat itu dia dipercaya sebagai Koordinator yang memimpin para Kades se-Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah meminta pemerintah pusat untuk mengabulkan tuntutan pembentukan Provinsi ALA.

Bisa jadi, ke depan kita tidak pernah lagi mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut Iwan Gayo. Belakangan, Iwan Gayo kecewa karena aksi para Kades ALA ABAS di Jakarta beberapa waktu tidak mendapatkan respon yang berarti baik dari DPR RI maupun dari tokoh-tokoh ALA di Aceh. Bahkan, planning penyerahan stempel para Kades kepada anggota DPR RI juga urung dilakukan. Kabarnya, di tingkat elite pejuang ALA sudah tidak satu suara lagi. Konon, pemicunya tak lain, ada pejabat di Aceh Tengah dan Benar Meriah melarang penyerahan stempel dilakukan. Menurut sumber Harian Aceh, langkah itu diambil terkait dengan upaya Irwandi melaporkan dugaan penyelewengan dana APBD di tujuh Kabupaten di Aceh, termasuk kabupaten yang kini memperjuangkan ALA dan ABAS.

Selain itu, kata sumber Harian Aceh, ketidakcocokan di antara pejuang ALA terjadi karena janji dana kepada para Kades yang berdemo di Jakarta tak pernah diberikan. Malah, seperti dilaporkan sejumlah media, para Kades sempat menderita lapar di Jakarta. Padahal, dana untuk perjuangan ALA sudah diplotkan, yang diambil dari APBK masing-masing Kabupaten yang masuk dalam perjuangan provinsi ALA-ABAS. Tetapi, belakangan dana tersebut tidak boleh diambil lagi. Langkah ini diambil oleh petinggi ALA, untuk berjaga-jaga agar tidak terendus tim BPK atau KPK jika seandainya melakukan penyidikan lanjutan terhadap laporan yang dibawa Irwandi ke KPK. Akibatnya, dana yang seharusnya diperuntukkan bagi para Kades itu tidak boleh diganggu.

Iwan Gayo, yang memimpin para Kades berdemo di Jakarta, tentu saja kecewa. Sebagai Ketua Humas dan Publikasi di KP3ALA, dirinya merasa tidak dihargai. Baginya, membawa para Kades ke Jakarta bukan perkara mudah. Selain tidak mendapatkan hasil yang berarti, seperti dukungan nyata dari DPR RI, membiarkan para Kades kelaparan juga sangat memalukan. Padahal, dana untuk demo para Kades sudah disiapkan, tetapi nyatanya tidak bisa diambil.

Kondisi perpecahan ini, dimanfaatkan secara baik oleh Irwandi Yusuf. Irwandi, yang sebelumnya sangat keras dalam merespon setiap upaya-upaya pemekaran Aceh, mendadak melunak. Tidak lagi temperamen, seperti sebelumnya.

Seperti diberitakan Harian Aceh, pada Jumat (11/4) Irwandi Yusuf malah menggaet Iwan Gayo, untuk mengurus pembangunan daerah terisolir. Dua jam lebih Irwandi berbincang-bincang dengan Iwan Gayo, membahas masalah percepatan pembangunan wilayah barat dan selatan Aceh.

”Dalam pertemuan ini kita menyepakati membentuk komite percepatan pembangunan kawasan Aceh yang masih terisolir,” kata Irwandi, kepada pers seusai pertemuan di Kantor Gubernur. Dari pertemuan itu, muncul harapan, agar ke depan pembangunan Aceh dapat lebih merata.

Berpalingnya Iwan Gayo dari perjuangan ALA, setidaknya memberikan efek psikologis bagi para pejuang ALA lainnya. Bakal banyak pejuang ALA mengikuti langkah yang diambil Iwan. Semangat perjuangan ALA dipastikan akan sedikit terganggu dan melemah.
Seperti menyadari munculnya efek psikologis terhadap pejuang ALA lainnya, pengurus KP3ALA memilih memecat HM Iwan Gayo dari kepengurusan Komite Persiapan Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) yakni sebagai Ketua Humas dan Publikasi. Keputusan pemecatan Iwan merupakan keputusan kolektif KP3ALA melalui rapat yang dilakukan di Jakarta.

Menurut Dr Rahmad Salam, Iwan Gayo dipecat dari kepengurusan KP3ALA sejak 12 April 2008. Surat pemecatan Iwan langsung ditandatangani oleh Ketua Umum KP3ALA, Prof Tgk H Baihaqi dan Sekjen Burhan Alpin.

Pemecatan terhadap Iwan Gayo, menurut Salam, karena Iwan Gayo tidak lagi komit terhadap perjuangan lahirnya Provinsi ALA. Iwan dinilai sudah berpaling dari perjuangan, dan menerima tawaran Gubernur Irwandi Yusuf membangun daerah tertinggal.

Meskipun tanpa Iwan Gayo, Rahmad Salam yakin, berpalingnya Iwan Gayo tidak berpengaruh terhadap perjuangan ALA menjadi provinsi. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Iwan merupakan hal yang biasa dalam sebuah organisasi. Karenanya, perlu diambil sanksi tegas berupa pemecatan.

Sejak diterima Irwandi dan dipercaya mengurus daerah tertinggal, Iwan seperti enjoy dengan tugas barunya. "Kini gubernur menawarkan solusi yang lain untuk percepatan pembangunan wilayah Aceh pedalaman. Namun semua itu bukan saya yang putuskan, makanya surat ini saya kirim kepada kepala kampung," sebut Iwan Gayo

Sepertinya, langkah yang ditempuh Iwan sudah tepat, soalnya Komisi II DPR RI yang diserahi tugas untuk membahas soal pemekaran provinsi ALA-ABAS angkat tangan, dan menganggap isu pemekaran Aceh sebagai urusan Pemerintah Aceh.

”Tak semudah yang dibayangkan, karena harus mendapat rekomendasi gubernur,” kata salah seorang anggota Komisi II DPR RI, Saifullah Ma’shum seperti dikutip Harian Aceh, kemarin tentang pembentukan provinsi ALA.

Menurutnya, banyak unsur yang belum terpenuhi terkait dengan usulan pembentukan provinsi ALA dan ABAS. ”Yang jelas persoalan isu pemekaran Aceh itu kita serahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Aceh. Kalau memang Pemerintah Aceh merekomendasikan, ya...kita siap memberikan,” tambah anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Perjuangan ALA semakin sulit, setelah kelompok mahasiswa dari Aceh Tenggara menolak pembentukan provinsi ALA. Para mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Pelajar Mahasiswa dan Masyarakat Anti-Pemekaran (Kamara) melancarkan demo menolak pemekaran ALA, karena dinilai hanya untuk memuaskan kepentingan segelintir elite politik, yang membawa nama rakyat di wilayah tengah dan tenggara.

Mereka juga mengecam argumentasi para penggagas ALA yang dinilai sangat lemah, yang mengkampanyekan bahwa pemekaran dapat mempercepat kesejahteraan di wilayah tengah dan tenggara. Menurut mereka, berdasarkan UU No.32 tahun 2004 yang beberapa waktu lalu revisinya disahkan oleh DPR RI disebutkan bahwa wilayah otonomi berada di tingkat kabupaten/kota.

Kondisi-kondisi yang disampaikan di atas, pertanda isyarat bahwa perjuangan ALA berada di ujung tanduk, di mana gaungnya semakin meredup, seiring perjalanan waktu. Iwan Gayo pun sadar, tak mudah membentuk GAM, Gayo Merdeka! []

NB: sudah dimuat di rubik fokus Harian Aceh, Rabu 16 April 2008

Post a Comment

Previous Post Next Post