Boros

Negara ini miskin, tapi boros. Banyak penggunaan anggaran yang tidak tepat. Alokasi anggaran juga terkesan mubazir. Padahal, banyak sektor yang perlu diperhatikan. Tapi malah itu yang dilupakan. Akibatnya, parade kemiskinan bisa ditemui di setiap sudut, saat, dan atau di mana saja.

Saya ingin memberi satu contoh saja, betapa Negara ini menganut paham boros. Bayangkan saja, setiap bulan Negara mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menggaji aparat yang tersebar di Polsek dan Koramil. Padahal, pascadamai, keberadaan Polsek dan Koramil sudah tidak relevan lagi. Mempertahankan mereka, sama saja menghambur-hamburkan uang di tempat yang tidak perlu.

“Tiep uroe (lebih-lebih pada malam hari) sabe dimu-en batee dan skak,” (setiap hari selalu main batu dan catur), begitu jawaban sejumlah masyarakat ketika saya tanyakan bagaimana kerja anggota Polsek dan Koramil sekarang.

Ada juga yang menjawab: “Rugoe mantong na ganto Polsek di Gampong, hana buet sapue le awaknyan, ladom syit gadoh jak bak rumoh aneuk dara gob.” (rugi saja ada kantor Polsek di Kampung, sebab tidak ada kerja apa-apa. Malah, ada yang asyik di rumah anak gadis orang).

Entah benar entah salah. Yang jelas, untuk membayar gaji mereka sudah membebani APBN. Jika misalnya, ada sepuluh ribu anggota Polsek dan Koramil seluruh Aceh, sudah berapa anggaran yang sudah tersedot? Apalagi, jika gaji mereka minimal Rp1,2 juta, berarti setiap bulannya Negara harus mengeluarkan anggaran Rp12 miliar. Jumlah itu diluar tunjangan, dan biaya lainnya.

Padahal, jika dana itu digunakan untuk sektor lain, akan lebih besar manfaatnya. Karenanya, pihak pengambil kebijakan, harus mendengar suara rakyat ini. Sebab, rakyat lah yang tahu, apakah sebuah badan atau institusi bermanfaat atau tidak.(HA 130508)

Post a Comment

Previous Post Next Post