Berpolitik secara damai

Sejak 12 Juli lalu, masa kampanye (rapat tertutup) partai politik dimulai. Masa kampanye tertutup ini berakhir pada 5 April 2009. Sementara masa kampanye (rapat terbuka) baru dimulai pada 17 Maret-5 April 2009. Partai politik, baik lokal maupun nasional berlomba-lomba mensosialisasikan diri untuk dikenal publik, dan berharap didukung saat Pemilu nanti.


Semua mata sebenarnya tertuju ke Aceh, karena baru di Aceh partai lokal bisa berpartisipasi pada Pemilu. Pesta demokrasi di Aceh akan berlangsung semarak, bahkan lebih semarak dari tempat lainnya. Partai-partai lokal akan bersaing sesama, dan juga dengan partai politik nasional. Partai-partai ini berharap menjadi salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat Aceh.

Karenanya, intriks sesama partai tak terhindarkan. Partai-partai ini sudah pasti akan menggunakan berbabagai cara, taktik, dan tentu saja tema-tema kampanye yang menarik, agar rakyat menjatuhkan pilihannya. Cara-cara kotor juga pasti akan mewarnai pesta demokrasi di Aceh.

Tapi, kita berharap, baik kepada partai lokal maupun nasional untuk bersaing secara sehat. Tidak menggunakan cara-cara kekerasan, intimidasi, dan teror terhadap partai lain. Tetapi, bersainglah secara sehat, dengan menggunakan akal sehat. Tunjukkan pada dunia sekali lagi, bahwa pesta demokrasi di Aceh bisa berlangsung damai, dan bebas dari praktik kekerasan.

Kita akui, semua partai ingin menang dan menjadi yang terbaik di Aceh. Tetapi, untuk mencapai keinginan itu, tidak semua cara halal dilakukan. Ada cara-cara yang dilarang, dan pantang dilakukan. Jadi, jika ingin menang, tawarkan program-program yang membuat rakyat tertarik. Karena, kita yakin, rakyat sudah sangat pintar dalam menilai dan menjatuhkan pilihan. Hanya partai dengan visi terbaiklah yang akan didukung oleh rakyat.

Karena itu, kepada partai politik, baik lokal maupun nasional, kita berharap agar tidak merasa diri sebagai pemilik sah suara rakyat Aceh. Sebab, sebelum pemilu, semua suara rakyat Aceh adalah bebas untuk direbut oleh siapapun, baik oleh partai lokal maupun oleh partai nasional. Tidak boleh ada yang merasa diri sebagai partai yang banyak menanamkan jasa untuk rakyat Aceh. Karena semua partai punya hak yang sama untuk menang. Klaim-klaim politik berupa dukungan rakyat, karenanya, harus diuji di arena publik (pemilu), secara terbuka, fair dan sportif. Jadi, tak boleh satu partai pun memonopoli suara rakyat sebelum diuji dalam Pemilu.

Memaksa dan mengintimidasi masyarakat untuk memilih partai tertentu bukan zamannya lagi. Politik penuh warna kekerasan sudah lama kita tinggalkan begitu MoU Helsinki ditandatangani. Karena itu, cara-cara mafia dalam memperoleh dukungan rakyat mutlak juga harus ditinggalkan. Sebab, kita sudah lama tak lagi bersahabat dengan konflik dan kekerasan.

Kita atau siapa saja pasti menghendaki Pemilu di Aceh, sejak masa kampanye sampai pencoblosan berlangsung damai, kekeluargaan dan santun. Kita tak ingin ada darah yang tumpah hanya karena memperebutkan sebuah kursi di DPRA dan DPRK. Sebab, seperti disampaikan Mao Tse Tung, tokoh pergerakan China, politik adalah perang yang tidak menumpahkan darah. Kita pasti sepakat dengannya.

Jika hanya gara-gara satu kursi kita harus bertengkar lagi, damai pasti akan ternoda. Jika pun kemudian damai benar-benar ternoda, kita hanya bisa berucap: tak perlu menangis hanya karena sesuap nasi sudah habis kita makan. Damai sulit untuk kembali. (HA 140708)

Post a Comment

Previous Post Next Post