Sucikan Hati Selama Ramadhan

Mulai hari ini, Senin (1/9), umat Islam kembali menunaikan salah satu rukun Islam yaitu ibadah puasa Ramadhan 1429 H, sebagaimana ketetapan pemerintah dalam sidang isbat di kantor Departemen Agama (Depag), Minggu (31/8).


Penetapan ibadah puasa secara serentak mulai hari ini, hendaknya menghapus perbedaan-perbedaan tentang jadwal berpuasa yang selalu berbeda, dari tahun ke tahun, terutama antara Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU). Dengan adanya penetapan ini, umat Islam tidak terpecah-pecah dan bertengkar menyangkut perbedaan jadwal tersebut.

Dalam bulan puasa, soal perbedaan menjadi perdebatan sepanjang sejarah, terutama menyangkut jumlah rakaat Shalat Tarawih. Soal khilafiyah ini, sudah terjadi sejak dulu, di mana masing-masing pihak beranggapan, bahwa keyakinannyalah yang paling benar, dengan dukungan dalil-dalil yang ada. Seperti misalnya, ada yang berkeyakinan shalat tarawih 20 rakaat, ada juga yang berpegang pada 8 rakaat. Namun, kita berharap soal perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih ini tidak menggiring umat Islam untuk bercerai-berai.

Selain itu, dalam bulan ramadhan ini, momentum perdamaian harus tetap dijaga. Wakil Gubernur Muhammad Nazar, dalam ceramah singkatnya di Masjid Raya Baiturrahman mengajak umat Islam di Aceh untuk meningkatkan iman. Sebab dengan iman yang melekat pada diri kaum muslimim, mampu menjaga perdamaian yang dicapai dengan susah payah ini. Sehingga dengan perdamaian, kehidupan masyarakat Aceh dapat kembali tenteram.

Pesan Wagub ini harus benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sebab, selama ini, perdamaian yang dirajut di Helsinki tiga tahun silam mulai dikacaukan dengan insiden-insiden kekerasan, seperti pembunuhan, penembakan, intimidasi, dan tindakan-tindakan kriminal lainnya, yang dapat mengancam keberlangsungan perdamaian.

Momentum ramadhan ini juga hendaknya dapat menjadi media perenungan bagi kita, tentang hal-hal yang telah kita lakukan. Kita perlu mengintrospeksi diri, seraya membuka peluang bagi kita untuk menciptakan perubahan. Inilah kesempatan bagi kita untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang salah sebelumnya.

Bulan ramadhan juga merupakan bulan yang mengajari kita tentang kedisiplinan. Hal itu terlihat dari jadwal berbuka puasa. Sebelum jadwal berbuka, umat Islam dengan sabar menunggu, tanpa sedikitpun tergoda untuk mendahulukan menikmati hidangan makanan. Kita berharap, pesan disiplin dipraktekkan oleh para pegawai pemerintahan, untuk masuk kantor tepat waktu. Sebab, sudah jadi kebiasaan, selama ramadhan, soal kedisiplinan sering diabaikan, dengan alasan yang dibuat-buat.

Dalam bulan Ramadhan, umat Islam tak hanya diajak untuk memperbanyak amal yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang, melainkan juga mendidik kita menahan diri. Sebab, menahan diri adalah subtansi dari ibadah puasa yang sebenarnya. Kita ingin menyarankan, agar partai bisa menahan diri tidak mengumbar-umbar spanduk, bendera, atau umbul-umbul partai di sembarang tempat. Sebab, seperti kita tahu, ada warga yang alergi melihat umbul-umbul partai, yang over-meriah. Selain itu, dalam ceramah-ceramah ramadhan, kita berharap diisi dengan pesan-pesan damai, tidak memprovokasi masyarakat. Kita harus sepakat bahwa bulan ramadhan adalah momen bagi kita mensucikan hati, seraya memperbanyak amal. (HA 010908)

Post a Comment

Previous Post Next Post