Penjilat

Selamat datang para penjilat. Anda berada di negeri yang tepat. Di sini, tabiat anda sebagai penjilat dihargai. Anda tak perlu takut tak mendapatkan penghargaan, sebab di sini, penjilat memperoleh tempat terhormat. Saya jamin, Anda tidak akan sendirian, karena bisa bergabung dengan para penjilat lainnya yang lebih jago dan lihai.


Namun, sebagai penjilat, anda juga harus pintar-pintar. Jika tidak, para penjilat lainnya akan menggusur anda. Karena itu, anda tak cukup hanya bermodal lidah yang panjang, melainkan juga harus terlihat seperti mafia. Anda harus selalu berhati-hati, sebab, sedikit lengah, penjilat lain akan menjatuhkan anda. Meski saya percaya, di komunitas penjilat berlaku rumus umum, seperti halnya di jalan raya. Bahwa, “sesama penjilat tidak boleh saling menjatuhkan.” Tetapi rumus ini tak pernah jadi aturan baku, karena bisa diubah setiap saat, tergantung apakah kepentingan masing-masing para penjilat terpelihara atau tidak.

Tapi, saya bukan berniat menakuti anda. Anda tak perlu takut jika posisi anda sebagai penjilat tergusur. Sebab, menjadi penjilat juga memiliki keasyikan tersendiri, meski anda lebih mirip sebagai lembu yang dicokok lehernya. Namun, soal kesejahteraan, anda tak perlu ragu. Banyak penjilat yang bisa menikmati hidup mewah, dan berkelas. Anda hanya cukup menghidupkan mesin ‘iya, siap pak!’. Itu kunci sukses anda sebagai penjilat.

Selain itu, saya juga ingin memberi saran, agar anda tidak menjadi penjilat kelas teri. Jika ingin sukses berprofesi sebagai penjilat, maka anda musti menjadi penjilat kelas kakap. Dalam menjilat anda harus selalu menggunakan kacamata, agar anda tidak salah dalam menjilat. Menjilat pejabat kecil, tak punya kuasa, dan miskin, bisa menuntun anda jadi seperti mereka. Menjilat juga butuh seni. Itu yang penting. Makanya, anda harus menjilat orang atau pejabat yang punya kedudukan hebat dan dihormati semua orang. Dengan begitu, anda akan punya nilai tawar. Orang-orang pasti akan memberi hormat pada anda.

Jika anda masih ragu bahwa profesi penjilat tidak menjanjikan masa depan anda, anda tak perlu resah. Saya ingin menceritakan kisah seorang penjilat. Sebut saja namanya Dokaha. Dia sudah jadi pegawai sebuah kantor selama 15 tahun. Namun, di rumah dia selalu dimarahi isterinya, karena tak mampu membeli sebuah mobil. Belum lagi, isterinya selalu merepet minta agar diberikan jatah untuk mempercantik diri di salon, minimal sebulan sekali.

Isterinya selalu membandingkan rumah tangganya dengan para tetangga. “Bapak gimana sih? Lihat tetangga kita, setiap bulan selalu saja ada benda baru yang dibeli,” ujar isterinya. Dokaha hanya diam saja. Karena meski sudah bekerja 15 tahun, sepeda motornya pun belum diganti. “Bapak nggak bisa diandalkan. Bapak lemah,” gugat isterinya.

Karena tak tahan terus menerus kena omelan isterinya, Dokaha pun mencari jalan pintas. Apalagi, sejak dua bulan terakhir, jatah dari isterinya juga sudah jarang didapatkan. Dokaha hanya bisa pasrah. Mau jajan di luar, Dokaha jelas tak mampu. Jika pun coba nekat, polisi syariat tak segan-segan meringkusnya. Sementara untuk ke luar daerah, pakai uang darimana. Bukan hanya karena ongkos ke luar daerah sudah mahal, melainkan juga tarif wanita penghibur sudah naik. Sejak harga BBM naik, tarif mereka juga dinaikkan. Menurut para penghibur, mereka terpaksa menaikkan tarif, karena biaya make-up sudah ikut naik.

Bingungkah Dokaha? Ternyata tidak. “Jika ada kemauan, pasti ada jalan,” begitu gumannya dalam hati. Jurus maut jadi penjilat pun dimainkan. Di kantor, atasannya didekati. Di depan karyawan lainnya, Dokaha memuji atasannya. Para karyawan pun bingung. Karena biasanya, Dokaha yang paling kritis dan vocal mengkritik atasan. Pujian Dokaha tersebut ternyata sampai ke telinga atasannya. Dokaha pun dipanggil. Dokaha sudah menduga, jika atasannya akan memanggilnya. Di dalam ruang, Dokaha memasang wajah semanis dan seramah mungkin. Dengan seksama, disimak pembicaraan atasannya, tanpa protes sedikitpun.

“Sejak hari ini, kamu saya pecat!” Ucapan atasannya membuyarkan lamunannya tentang jabatan yang bakal disandangnya. “Saya tidak butuh karyawan yang pandai menjilat. Saya butuh karyawan yang punya kemampuan dan bukan penjilat,” sambung atasannya. Dokaha tertunduk lesu, sambil teringat wajah seram isterinya. Nah! (HA 191108)

Post a Comment

Previous Post Next Post