Malam di Gang Haji Omo

“Tuh, tak ada mengertinyaaa,” wanita berumur 40-an itu berbicara setengah teriak. Bayi dalam pangkuannya segera berpindah tangan. Dia kembali masuk ke dalam rumah. Sang suami terduduk diam di atas sepeda motor yang diparkir tepat di pintu depan kontrakannya.

“Istri macam apa…tak pernah menghargai suami,” dia seperti berbicara sendiri. Di pangkuannya sang bayi tertidur pulas.

Hampir tiap malam, mereka bertengkar. Dari urusan rokok hingga soal ranjang. Mereka kerap berdebat dan saling mencerca. Suami tak suka lihat istrinya merokok, sementara si istri kecewa karena suaminya suka malas-malasan.

“Dia tuh nggak pernah mau ngurus anak-anak. Kalau gilirang makan, dia duluan,” si istri bicara sambil berjongkok di badan gang. Di depannya, beberapa wanita setengah baya menyimak, sesekali menoleh ke arah lelaki bertopi, suami si wanita itu. Di tangan mereka terselip rokok putih. Rokok itu dihisap dalam-dalam.

Saat nonkrong, rata-rata wanita di gang ini pakai celana pendek. Ada sebagian yang pakai celana panjang. Tapi, karena ukuran terlalu kecil, celana itu seperti membungkus daging paha. Pengendara atau pejalan kaki sering tak mengedipkan mata.

“Di gang ini banyak janda,” ucap wanita muda berkacamata. Dia baru pulang dari Kebayoran Lama. Saya sendiri baru kembali dari membeli rokok di kios ujuang gang. Kami berpapasan. Dia tinggal bersebelahan dengan rumah kost saya. Dari dia pula saya tahu nama gang ini.

Gang haji Omo, begitulah orang-orang yang tinggal di gang ini menyebutnya. Gang ini berhadap-hadapan dengan pintu gerbang kompek perumahan Hankam. Hanya bisa dilalui bajaj atau sepeda motor. Lebarnya tak sampai dua meter. Kiri-kanan dibatasi pagar beton setinggi dua meter atau lebih.

Malam hari, orang-orang di gang ini suka nongkrong di depan rumah masing-masing. Sementara anak-anak, asyik bermain bola dan main sepeda. Keberadaan mereka sering mengganggu orang lewat. Pengendara bajaj atau sepeda motor harus berhati-hati. Pejalan kaki juga. Sedikit lengah, bola yang disepak anak-anak itu bisa menyambar muka.

Tiap malam saya lewat gang ini. Kadang untuk beli rokok, tapi lebih sering cari makanan. Saya hampir hafal semua wajah orang-orang yang tinggal di gang ini. Saya juga tahu siapa saja di antara perempuan di gang ini yang merokok.

Saya kerap menyapa mereka atau sekedar mengucapkan permisi mau lihat. Basa-basi. “Permisi” atau “Malam!”. Mereka menggangguk. Lain kali, mereka yang menyapa duluan. “Baru pulang?” atau “Mau kemana?”

---tugas ketiga pelatihan

Post a Comment

Previous Post Next Post