Mudahnya Gadai Emas di Pegadaian

AWALNYA, saya tak pernah berurusan dengan kantor Pegadaian. Tapi saya tahu banyak teman-teman saya sering berurusan dengan kantor yang memiliki motto “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah” itu tiap kali memiliki masalah dengan keuangan. Ada saja barang atau bahkan emas yang digadaikan.

Pun begitu, saya terbiasa melihat orang keluar-masuk kantor Pegadaian, setiap kali melewatinya jika hendak menyeruput segelas sanger di warung kopi. Kebetulan, kantor itu sejalur dengan warung kopi tempat saya sering menghabiskan waktu bersama teman-teman.

Pegadaian Emas
Logo pegadaian
Banyak orang yang sedang kesulitan, terutama menjelang hari-hari besar, menjadikan kantor yang identik dengan warna hijau itu sebagai pilihan terakhir. Ada yang menggadaikan emas, sepeda motor, barang elektronik dan sebagainya. Menurut mereka, Pegadaian benar-benar bisa menyelesaikan masalah mereka. Proses transaksinya pun tidak berbelit-belit dan ngak pake ribet seperti, misalnya, di banyak kantor lainnya.

Saya ingat betul, suatu hari bersama istri dan anak, akhirnya memilih menyambangi kantor Pegadaian Syariah di dekat lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Kami datang menjelang siang, karena biasanya itu lagi tidak ramai: tak banyak nasabah, dan kita pun tak perlu antri lama. Kesulitan hidup seperti apa sampai kami memutuskan memilih Pegadaian sebagai solusi terakhir?

Ada kebutuhan mendesak yang memaksa kami ke kantor itu: anak sudah mulai masuk Taman Kanak-kanak (TK). Biaya pendaftaran dan biaya masuk TK si anak tentu saja di luar pengeluaran rutin kami selama ini. Sementara simpanan dalam bentuk uang di bank tidak mencukupi, dan perlu dana tambahan. Pasalnya, istri lebih senang membeli emas daripada simpan uang di bank. Saya pun menyarankan agar sang istri menjual saja emas untuk menutupi kekurangan biaya sekolah anak.

“Nanti kalau ada rezeki, kita bisa beli lagi,” kata saya. Ia keberatan. Emas berupa cincin itu selalu melingkar di jari manisnya. Di cincin itu pun sudah ada ukiran namanya.

“Sayang kalau harus dijual. Sudah capek-capek minta ukir nama, masak akhirnya harus dijual.” Dia tetap tidak rela kalau cincin itu dijual.

Kan tidak lama, begitu honor bulan ini cair kita beli lain. Soal ukiran gampang, nanti minta diukir lagi.” Saya meyakinkan dia dengan halus. Lagi pula hanya dua minggu berselang, honor akan cair, dan bisa beli lagi cincin emasnya. Dia bergeming, tetap tak setuju kalau cincin itu harus dijual.

“Harga emas lagi turun,” katanya. “Rugi kalau jual sekarang.” Dia tetap ngotot. Saya pun sebenarnya tidak ingin cincin itu dijual, tapi kebutuhan uang sekolah anak jauh lebih penting dari emas itu. Ini tahun pertama si anak masuk sekolah, dan biaya masuk di TK perkotaan tidaklah sedikit. Beda dengan biaya sekolah di kampung.

Tiba-tiba, muncul ide bagaimana kalau emas itu digadaikan saja. “Dua minggu lagi saat honor cair, cincin itu kita ambil kembali,” kata saya. Istri setuju, karena cincinnya tidak dijual, hanya disimpan sementara waktu. Akhirnya, kami pun sepakat menyambangi kantor Pegadaian. Kami memilih Pegadaian Syariah, soalnya dekat dari tempat tinggal. Karena baru pertama kali  berurusan dengan pegadaian, saya tidak membawa apa-apa, cuma cincin emas itu saja. Yang kami lakukan hanya Pegadaian Emas. Itu saja.

SAYA ingat, hari itu, setelah memarkir sepeda motor, saya masuk ke dalam kantor Pegadaian, yang pintunya dibuka seorang Satpam. Dia tanya dengan ramah keperluan saya. “Mau gadai emas,” jawab saya singkat. Dia lalu meminta saya menghampiri sebuah meja, di sana sudah ada dua petugas. Keduanya lebih muda dari saya. Saya duga mereka adalah mahasiswa yang sedang magang, itu terlihat dari baju seragam yang dipakainya, berbeda dengan pakaian pegawai Pegadaian.

“Ada yang bisa dibantu?” tanya salah seorang mahasiswa magang itu.
“Mau gadai emas,” jawab saya.
“Bawa foto copy KTP?” tanya dia lagi.
“Tidak bawa. Kalau KTP-nya ada.”
“Nanti kalau ke sini lagi bawa foto copy KTP ya. Kalau nggak tidak akan dilayani,” katanya sembari menunjuk ke papan pengumuman yang tak jauh dari tempat kami duduk. Di pengumuman itu jelas tertulis, untuk bertransaksi di Pegadaian harus membawa foto copy KTP.

Dia meminta KTP saya, lalu mengambil form dan mulai mengisi data sesuai dengan keterangan di KTP saya. Setelah selesai, dia mengambil nomor antrian berwarna biru, dan menyerahkan ke saya. “Silakan tunggu, nanti akan dipanggil,” katanya. Saya lihat ada dua warna kertas berisi nomor antrian: kuning dan biru. Kertas antrian berwarna kuning untuk nasabah yang mau menebus barang gadaian, sementara yang warna biru untuk orang yang mau gadai.

Tak lama, saya dipanggil ke loket pegadaian. Petugas cewek di loket meminta nomor antrian dan formulir yang sudah diisi oleh si mahasiswa magang tadi, serta KTP asli saya. Tak lupa, dia juga minta emas yang hendak saya gadaikan. Saya pun menyerahkan semua yang diminta. “Kami timbang dulu ya emasnya?” kata petugas cewek berjilbab hijau muda. Sejenak dia menghilang dari hadapan saya, tapi tidak lama kemudian, sudah muncul lagi.

“Emasnya kami taksir senilai Rp2.920.000,” katanya. “Berapa pinjaman yang mau diambil?” 

Emas yang saya gadai memang berjumlah dua mayam atau setara dengan 6,6 gram, dan harganya tak jauh dari nilai taksiran itu.
“Satu juta saja,” jawab saya.
Dia pun mengingatkan, bahwa saya bisa ambil uang sesuai dengan harga taksiran. Tapi, saya bilang cukup satu juta saja. Dia cuma tersenyum, dan menyiapkan transaksi untuk saya. Selanjutnya, saya dikasih secarik kertas hasil print-out dan menyodorkan ke saya. “Silakan tunggu, nanti dipanggil sama kasir,” katanya setelah saya menerima kertas itu darinya. Saya kembali ke tempat duduk dan menunggu antrian dipanggil menghadap kasir.

Karena saya datangnya jelang siang hari, tidak banyak nasabah jam segitu di Pegadaian, dan saya tak perlu menunggu lama. Saya melihat cuma satu orang yang sedang dilayani kasir, sedangkan di loket kasir sebelahnya, seorang nasabah sedang menghitung duit yang baru diserahkan kasir. Berarti tak lama lagi Dia akan berlalu dari loket itu. Benar saja, setelah merasa uang yang dipegangnya cukup seperti jumlah yang dipinjamnya, Dia pun berlalu dari situ. Sekarang giliran saya yang dipanggil. Saya lekas menghadap ke loket kasir. Si kasir meminta kertas bukti transaksi yang diserahkan petugas cewek tadi.

“Biaya administrasinya Rp15.000 ya, pak,” katanya sembari menanyakan apakah biaya itu sekalian dipotong dari uang yang saya pinjam. “Tidak usah.” Lalu saya menyodorkan uang senilai Rp15 ribu untuk biaya administrasi. Uang Rp15 ribu itu segera berpindah tangan. Si kasir selanjutnya meminta saya menandatangani surat perjanjian gadai. Seingat saya, ada empat tempat di surat itu yang harus saya tandatangani. Surat yang asli diserahkan ke saya, berikut jumlah uang yang saya pinjam. Saya tidak menghitung lagi uang itu, karena tadi sempat memperhatikan saat si kasir menghitungnya, dan ada sepuluh lembar uang seratus-ribuan. Sebelum berlalu, si kasir mengingatkan soal biaya penyimpanan per 10 hari, yang tertera di surat perjanjian.

Sesaat saya perhatikan surat perjanjian gadai itu, lalu melipatnya. Selanjutnya uang dan surat gadai emas saya masukkan ke dalam dompet, dan berlalu dari loket itu. Ketika hendak keluar, Satpam dengan senyum ramahnya membuka pintu. Di luar, istri saya dan anak menunggu di sepeda motor. Prosesnya benar-benar cepat dan tidak pake ribet. Tiga minggu kemudian saya menyambangi lagi kantor Pegadaian dan menebus emas yang saya gadaikan itu. Uang penyimpanannya dihitung per 10 hari sejumlah Rp19 ribu, dan saya membayarnya tidak lebih dari Rp60 ribu saja untuk tiga minggu. Tidak mahal, kan?

SEJAK itu, setiap kali perlu uang mendadak, saya memilih menggadaikan emas di Pegadaian daripada menjualnya.  Seingat saya, setelah kali pertama datang ke Pegadaian, saya sempat beberapa kali datang ke kantor “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah” itu. Sekali waktu, saya perlu uang mendadak karena lagi-lagi honor telat cair, dan kebetulan sama istri saya ada kalung emas sebanyak 10 mayam emas murni (atau setara dengan 33 gram). Emas itu pun saya gadaikan. Petugas loket Pegadaian sampai terkejut ketika saya bilang uang yang ingin saya ambil Rp1 juta. “Taksirannya Rp12 juta lebih, pak!” katanya. “Nggak. Saya ambil satu juta saja.” Dia senyum-senyum, seperti tahu kalau saya cuma ingin menitipkan emas itu di pegadaian sebentar saja. Benar saja, dua minggu kemudian saya kembali ke kantor itu lagi dan mengambil emas yang saya gadaikan.

Gadai Emas
Surat Gadai Emas
Di lain waktu, saya kembali menggadaikan salah satu cincin istri saya, tapi bukan yang ada ukiran namanya. Saya tidak ingat alasan kami menggadaikan cincin itu,  bisa jadi mau bayar sewa rumah atau hendak pulang ke kampung. Kali ini, uang yang saya ambil sejumlah Rp2.500.000. Namun, dua minggu kemudian, kami yang sedang butuh uang berencana menjual cincin itu. Masalahnya, cincin yang mau dijual itu sedang di pegadaian, bagaimana bisa dijual. Cincin itu harus ditebus dulu. Tapi, kami tidak punya uang untuk menebusnya. “Coba kita tukarkan saja dengan cincin ini,” kata istri saya merujuk pada cincin yang melingkar di jari manisnya. “Mana bisa ditukar, kan barangnya beda,” kata saya.

Mencoba tidak ada salahnya. Saya pun mendatangi kantor Pegadaian Syariah, dan seperti biasa mengikuti prosedur pelayanan di kantor itu. Kepada petugas pendataan administrasi, saya utarakan niat saya untuk menukar benda gadaian. Dia tidak bisa memberi jawaban, dan meminta saya bertanya langsung ke pegawai di loket penaksir. 

“Kalau tukar barang gadaian tidak bisa,” kata pegawai perempuan. “Kecuali, barang itu ditebus dulu.”
“Berat dan jumlah gramnya kan sama, tidak apa-apa ditukar.”
“Tetap tidak bisa, pak. Administrasinya sudah beda.” Dia menyarankan saya untuk menggadaikan cincin berukiran nama di bagian dalamnya, baru selanjutnya menebus cincin berpasir. “Jumlah ambilannya masih sama, kan?” tanya. “Ya,” saya jawab singkat. Dia kemudian menghitung berapa biaya simpanan (ujrah) yang totalnya tidak sampai Rp70 ribu. Mereka pun memproses administrasinya, dan saya diminta menunggu. Tidak berapa lama, prosesnya selesai. Proses penggantian barang gadaian dengan cara tebus pun beres. Kini, cincin berpasir yang mau dijual sudah saya kantongin, dan cincin satu lagi (yang berukiran nama) sudah diambil alih pihak Pegadaian.

Itulah, pengalaman saya berhubungan dengan Pegadaian, dengan cara gadai emas atau pegadaian emas. Saya pun merasakan manfaatnya berurusan dengan Pegadaian, seperti mottonya, “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah”.  Saya benar-benar mendapatkan solusi atas tiap masalah yang saya hadapi. Tapi, sebenarnya, banyak layanan yang bisa kita akses di Pegadaian. Cobalah, teman-teman menjadi sahabat pegadaian, dan mencoba Pegadaian Apps, di mana sahabat bisa mendapatkan poin hanya dengan mengajak teman-teman lain bergabung, dan poin itu bisa ditukar dengan merchandise menarik. Jika teman-teman ingin berinvestasi dalam bentuk pegadaian emas bisa mencoba Investasi Logam Mulia Pegadaian, atau bisa juga Tabungan Emas Pegadaian. Tidak mahal dan tidak ribet. Tak percaya, silakan cek di pegadaian.co.id.

Itu pengalamanku dengan pegadaian, mana cerita pengalamanmu? 

Post a Comment

Previous Post Next Post