Kenapa Jumpueng?

Kenapa Blog Ini Bernama Jumpueng?

Para pembaca pasti masih bertanya-tanya dalam hati, kenapa nama blog ini aneh dan lucu? Ada yang menganggap nama blog ini tidak nyambung dengan isinya. Lalu, ada juga yang mengusulkan agar nama blog ini diubah saja menjadi, misalnya, taufikalmubarak.blogspot.com, almubarak.blogspot.com, atau taufik.blogspot.com. Duh, banyak sekali pilihan namanya. Tapi sepertinya nama-nama itu sudah duluan dipakai orang, kecuali taufikalmubarak.blogspot.com. Yah, ini kepanjangan.

Ada juga yang bertanya, kenapa masih pakai blog gratisan, kan tidak keren? Iya, sih. Awalnya, saya mau custom domain menjadi jumpueng.com, seperti blog saya yang lain: acehpungo.com dan aceh24.com (kini sudah milik orang). Nah, itulah masalahnya. Bukan soal tak sanggup beli domain. Ini hanya soal prinsip. Ceritanya begini: jika saya pakai custom domain, artinya setiap tahun sekali saya harus melakukan pembayaran untuk memperpanjang domain. Coba, jika misalnya, saya tidak dapat membayar karena suatu sebab, katakanlah, saya meninggal dunia atau pas kebetulan tidak punya duit, otomatis tulisan-tulisan di blog saya ini tidak bisa dibaca lagi. Beda jika masih gratisan begini, selama tidak ditutup oleh google siapa saja masih bisa membacanya. Untuk alasan inilah, blog gratisan ini tetap saya pertahankan.

Kembali lagi ke soal nama blog. Kenapa namanya Jumpueng? Ceritanya panjang. Saya dulu pernah punya beberapa blog, di Tripod, Multiply, Geocities, Blogdrive, dan lain-lain, bahkan di boleh.com ketika pertama kali bikin buletin online. Namun, saya kurang puas sehingga blog-blog tersebut sering terbengkalai. Saya juga sempat buat blog di blogspot, namun karena account adsense di-banned sekalian sama emailnya, akibatnya saya tak bisa gunakan email itu lagi untuk login. Hingga akhirnya saya buat email baru tintamirah@gmail.com sekaligus membuat blog baru, ya blog yang sedang teman-teman baca ini. Tulisan-tulisan di blog ini saya transfer dari sana-sini. Saya pikir, di blog ini semua tulisan saya simpan.

Saat membuat blog ini, saya kesulitan mencari nama yang pas. Ada sih beberapa nama bagus, tapi sudah duluan digunakan orang. Karena tak ingin terbebani nama blog, saya cari saja satu kosa-kata dalam bahasa Aceh yang belum digunakan orang, dan tentu saja cocok untuk nama blog dalam arti gampang diingat dan mudah ditulis. Akhirnya ketemulah nama ‘jumpueng’. Saya tidak yakin kalau nama ini mudah diingat apalagi dieja.

Secara singkat, dapat saya jelaskan, jumpueng adalah satu kata yang padanannya ada dalam bahasa Indonesia, yaitu jerami. Jumpueng=jerami. Tak perlu dijelaskan lagi apa itu jerami, iya kan? Sebagai Negara agraris yang banyak penduduknya bermata-pencaharian sebagai petani, kita pasti sudah cukup paham dengan jerami. Sekilas, jumpueng atau jerami ini seperti benda yang tidak berguna. Setelah orang mengambil bulir padi, jerami dibiarkan berserakan atau dibuang. Ia tak bernilai ekonomis, melainkan bikin semak lingkungan serta kotor.

Di kampung saya, sehabis panen, jumpueng ini disimpan di tempat yang disebut berandang. Saya tak tahu apakah ada padanan kata berandang dalam bahasa Indonesia. Sekedar untuk diketahui saja, berandang adalah tempat menyimpan jumpueng atau jerami.

Setidaknya, ini dia beberapa kegunaan jumpueng:

Jumpueng sebagai pakan ternak
Di tempat saya, jumpueng atau jerami sering digunakan sebagai pakan utama ternak, seperti untuk lembu dan kerbau. Biasanya, jumpueng digabung dengan pokok pisang yang sudah dipotong kecil-kecil. Untuk merangsang selera lembu, jumpueng dan pokok pisang yang sudah dipotong itu dicampur dengan ampas kulit padi (bahasa Aceh lho’k).

Jumpueng sebagai kompos
Belum banyak yang tahu, bahwa sisa pembakaran jerami bisa menyuburkan tanah. Di tempat saya, saat salah musim (bukan musim tanam padi), petani biasanya menanam cabai, semangka, jagung dan mentimun. Sisa jerami di sawah kadang tidak dibawa pulang, melainkan ditumpuk di tengah sawah, dan dibakar. Sisa inilah yang menurut keyakinan warga bisa menyuburkan tanah.

Jumpueng sebagai kompos budidaya kulat
Petani yang membudidaya kulat atau jamur merang, memanfaatkan jumpueng untuk mengembangkan kulat. Jumpueng sifatnya mudah hancur dan cepat bercampur dengan tanah. Ini disebut-sebut dapat mempercepat pertumbuhan jamur, apalagi jumpueng yang sudah hancur dan bercampur tanah sangat baik sebagai kompos.

Jumpueng sebagai tempat bertelur ayam
Jumpueng yang ada di berandang, sering secara tak sengaja digunakan oleh ayam yang ingin bertelur. Di tempat saya, ayam atau itik sering bertelur di berandang. Ada juga yang sengaja membuat anyaman dari jerami berbentuk bulat menyerupai sarang burung agar membuat ayam jadi nyaman bertelur.

Jumpueng adalah lambang kemakmuran
Siapa pun yang punya berandang, orang tersebut pastilah memiliki sawah dan ternak sapi. Karena, sehabis panen jumpueng-jumpueng tersebut disimpan di berandang untuk pakan ternak. Memiliki ternak sapi dan sawah menunjukkan keluarga tersebut makmur.

Jumpueng sebagai tempat menyembunyikan sesuatu
Saya ingat, saat Aceh dibalut konflik, sebagian masyarakat Aceh memanfaatkan berandang untuk menyembunyikan sesuatu yang penting, seperti dokumen atau malah senjata. Soalnya, menyembunyikan di berandang bisa mengurangi kecurigaan aparat. Aparat pasti tak akan curiga bahwa di dasar jumpueng itu ada sesuatu yang penting disembunyikan.

Jadi, jumpueng adalah segalanya. Meski kadang kelihatannya tak berguna dan bernilai ekonomis, tetapi sebenarnya, jumpueng menunjukkan sesuatu yang lebih. Dia berdaya guna, namun orang sering luput memperhatikan hal-hal yang kecil ini.

Atas dasar inilah, kenapa blog ini diberi nama jumpueng. Kadang sesuatu yang tidak penting, sering menjadi penting, ketika kita dapat menggarapnya sungguh-sungguh. Mudah-mudahan apa yang ada di dalam blog ini, meski sederhana, sebenarnya cukup penting untuk kita lewatkan begitu saja. Syukur-syukur jika memberi manfaat untuk pembaca!

Post a Comment