Mulai hari ini, 28 Februari 2008, musim verifikasi Partai Poltik (Parpol) dimulai. Parpol baru yang belum menyerahkan berkas kelengkapan administrasi, masih ditunggu sampai pukul 00.00 WIB (tadi malam). Tercatat, sudah ada 110 parpol baru yang sudah mendaftar. Kendati hanya belasan saja yang benar-benar serius mendaftar. Ini untuk partai nasional.
Pemerintah melalui Depkum dan HAM meminta kepada partai yang sudah mendaftar agar segera mengembalikan berkas kelengkapan administrasinya agar bisa diverifikasi. Depkum dan HAM mengatakan bahwa verfikasi parpol tidak dipungut biaya apapun. Parpol baru akan dikenakan biaya ketika syarat administrasi dinyatakan lengkap atau setelah disahkan menjadi badan hukum. Itu pun, biayanya cuma Rp200 ribu.
Munculnya banyak partai baru yang mencapai 110 buah itu menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar dan peduli terhadap hak-hak politiknya. Karenanya, minat masyarakat mendirikan parpol harus dilihat sebagai bukti bahwa budaya demokrasi sedang berjalan di negeri ini. Inilah bentuk aktualisasi budaya berpolitik bagi masyarakat.
Meski nanti tidak semua parpol yang mendaftar itu lolos verifikasi, setidaknya Pemilu 2009 nanti menawarkan banyak alternatif pilihan kepada masyarakat. Masyarakat bisa menilai di antara sejumlah parpol yang ada, mana yang benar-benar memperjuangkan hak dan kepentingan mereka.
Harus disadari, bahwa persaingan antar parpol akan semakin sengit dan panas, apalagi banyak di antara parpol itu memiliki basis pendukung yang hampir sama. Karena, parpol yang ada menawarkan visi dan misi yang tak jauh berbeda.
Tentu saja, parpol-parpol ini akan berebutan basis. Satu sisi, kondisi seperti ini akan membuat masyarakat pemilih bingung dalam menentukan pilihan. Karenanya, kita berharap kepada masyarakat agar memilih parpol yang benar-benar mampu memberikan solusi bukan kepada parpol yang memberi janji, tanpa bisa memberi solusi.
Kita berharap kehadiran parpol akan dipenuhi tawaran-tawaran program-program kerja yang kongkrit serta aktual terhadap persoalan bangsa ini sehingga, pesta pemilu nantinya benar-benar berkualitas.
Karenanya, kepada parpol-parpol baru, kita harapkan agar tidak hanya mengekploitasi suara masyarakat untuk kepentingan kekuasaan semata-mata. Kita tak ingin masyarakat hanya dibutuhkan ketika musim kampanye dan pemilu datang, sementara ketika mereka mendapatkan kesempatan berkuasa, masyarakat dilupakan.
Harus diakui, keingian membuat parpol dalam budaya politik kita lebih dimaksudkan sebagai alat menggapai kekuasaan. Padahal, sejatinya, membuat parpol berarti kita siap menawarkan resepsi politik terhadap permasalahan bangsa. Kita ingin terlibat dalam memberikan alternatif solusi terhadap sejumlah persoalan yang selama ini sulit diselesaikan. Artinya, parpol itu hadir di tengah kevakuman solusi terhadap sejumlah persoalan yang ada.
Meskipun, parpol-parpol yang lahir ini tak mampu memberikan solusi, setidaknya, kita bisa bangga pada gairah berpolitik di tengah masyarakat kita.
Khusus di Aceh, kita dihadapkan pada fenomena menarik dengan munculnya partai politik lokal (parlok) yang sekarang jumlahnya sudah 13 buah. Parlok-parlok ini hadir sebagai alternatif pilihan terhadap partai nasional, yang ternyata tak mampu memberikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat.
Pertanyaan kita sekarang, apakah nantinya pemilu di Aceh akan menjadi medan penghukuman terhadap keberadaan partai nasional, atau sebaliknya parlok akan menjadi bulan-bulanan partai nasional? Kita tunggu saja!
sudah dimuat di harian aceh, 28 februari 2008
Pemerintah melalui Depkum dan HAM meminta kepada partai yang sudah mendaftar agar segera mengembalikan berkas kelengkapan administrasinya agar bisa diverifikasi. Depkum dan HAM mengatakan bahwa verfikasi parpol tidak dipungut biaya apapun. Parpol baru akan dikenakan biaya ketika syarat administrasi dinyatakan lengkap atau setelah disahkan menjadi badan hukum. Itu pun, biayanya cuma Rp200 ribu.
Munculnya banyak partai baru yang mencapai 110 buah itu menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar dan peduli terhadap hak-hak politiknya. Karenanya, minat masyarakat mendirikan parpol harus dilihat sebagai bukti bahwa budaya demokrasi sedang berjalan di negeri ini. Inilah bentuk aktualisasi budaya berpolitik bagi masyarakat.
Meski nanti tidak semua parpol yang mendaftar itu lolos verifikasi, setidaknya Pemilu 2009 nanti menawarkan banyak alternatif pilihan kepada masyarakat. Masyarakat bisa menilai di antara sejumlah parpol yang ada, mana yang benar-benar memperjuangkan hak dan kepentingan mereka.
Harus disadari, bahwa persaingan antar parpol akan semakin sengit dan panas, apalagi banyak di antara parpol itu memiliki basis pendukung yang hampir sama. Karena, parpol yang ada menawarkan visi dan misi yang tak jauh berbeda.
Tentu saja, parpol-parpol ini akan berebutan basis. Satu sisi, kondisi seperti ini akan membuat masyarakat pemilih bingung dalam menentukan pilihan. Karenanya, kita berharap kepada masyarakat agar memilih parpol yang benar-benar mampu memberikan solusi bukan kepada parpol yang memberi janji, tanpa bisa memberi solusi.
Kita berharap kehadiran parpol akan dipenuhi tawaran-tawaran program-program kerja yang kongkrit serta aktual terhadap persoalan bangsa ini sehingga, pesta pemilu nantinya benar-benar berkualitas.
Karenanya, kepada parpol-parpol baru, kita harapkan agar tidak hanya mengekploitasi suara masyarakat untuk kepentingan kekuasaan semata-mata. Kita tak ingin masyarakat hanya dibutuhkan ketika musim kampanye dan pemilu datang, sementara ketika mereka mendapatkan kesempatan berkuasa, masyarakat dilupakan.
Harus diakui, keingian membuat parpol dalam budaya politik kita lebih dimaksudkan sebagai alat menggapai kekuasaan. Padahal, sejatinya, membuat parpol berarti kita siap menawarkan resepsi politik terhadap permasalahan bangsa. Kita ingin terlibat dalam memberikan alternatif solusi terhadap sejumlah persoalan yang selama ini sulit diselesaikan. Artinya, parpol itu hadir di tengah kevakuman solusi terhadap sejumlah persoalan yang ada.
Meskipun, parpol-parpol yang lahir ini tak mampu memberikan solusi, setidaknya, kita bisa bangga pada gairah berpolitik di tengah masyarakat kita.
Khusus di Aceh, kita dihadapkan pada fenomena menarik dengan munculnya partai politik lokal (parlok) yang sekarang jumlahnya sudah 13 buah. Parlok-parlok ini hadir sebagai alternatif pilihan terhadap partai nasional, yang ternyata tak mampu memberikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat.
Pertanyaan kita sekarang, apakah nantinya pemilu di Aceh akan menjadi medan penghukuman terhadap keberadaan partai nasional, atau sebaliknya parlok akan menjadi bulan-bulanan partai nasional? Kita tunggu saja!
sudah dimuat di harian aceh, 28 februari 2008
Tags:
editorial