Nama saya Taufik Al Mubarak, lahir di Trueng Campli pada 9 November 1981, dari pasangan Muhammad Ali dan Ruhana Husein. Trueng Campli adalah sebuah Mukim di Kecamatan Glumpang Baro, Pidie.
Menempuh pendidikan dasar di MIN Cot Glumpang dan tamat pada tahun 1994, kemudian menjadi santri di Pesantren Modern Terpadu (PMT) Al Furqan Bambi selama tiga tahun. Tamat dari Al Furqan pada tahun 1997, saya melanjutkan sekolah di MAN 1 Sigli dan lulus tahun 2000. Setelah lulus dari MAN, saya kuliah di jurusan Dakwah Komunikasi dan Penyiaran (DKP) IAIN Ar Raniry.
Kegemaran menulis saya dalami sejak masih duduk dibangku MTs Al Furqan, dengan cara menulis di buku catatan sekolah. Ketika duduk di bangku MAN, cerpen dan puisi sudah dimuat di Harian Waspada Medan. Cerpen pertama yang dimuat di Waspada berjudul ‘Potret Tua’. Ketertarikan terhadap dunia tulis menulis saya perdalam lagi selama kuliah di IAIN dengan mencoba menulis opini untuk Harian Serambi Indonesia. Akhir 2001, tulisan pertama saya dimuat di halaman Opini Serambi Indonesia dengan judul ‘Puasa dari Nafsu Jahat’.Setelah itu, berbagai tulisan dengan tema perdamaian semakin sering masuk di halaman opini Serambi Indonesia.
Saat Tabloid Mahasiswa Ar Raniry Post terbit kembali akhir tahun 2000, saya ikut bergabung di dalamnya, setelah terlebih dahulu digembleng menulis dalam workshop yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) IAIN Ar Raniry.
Selama kuliah, aktif di dunia aktivis dan mendirikan beberapa buffer aksi bersama teman-teman, seperti Penyambung Aspirasi untuk Keadilan (PERAK) dan Himpunan Aktivis Antimiliterisme (HANTAM) yang aktif melakukan demo menentang kebijakan militeristik dalam penyelesaian konflik Aceh. Terakhir, bergabung dengan Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA).
Saat Darurat Militer, hijrah ke Jakarta sambil mengembangkan kemampuan tulis menulis: bergabung dengan Tabloid LACAK dan menjadi redaktur SATUVISI PBHI. Selain itu, juga menulis di situs Acehkita, Modus.or.id, dan di Koran sore SINAR HARAPAN. Tulisan pertama di Sinar Harapan berjudul 'Penyelesaian Konflik Aceh Pascapemilu'.
Setelah damai kembali lagi ke Aceh, dan sempat bekerja di GTZ (NGO Jerman) selama 8 bulan, selanjutnya mengikuti e-media training di Malaysia yang membuat saya harus berhenti dari GTZ. Sepulang dari Malaysia, atas dukungan teman-teman di SIRA, saya menghidupkan kembali Tabloid SUWA sebagai media kampanye pasangan Irwandi-Nazar. Karena konflik internal, Tabloid SUWA berhenti terbit pas edisi ke-13. Kegiatan menulis sempat vakum, sampai akhirnya bergabung dengan Harian Aceh sebagai Redaktur (Februari 2008). Terakhir dipercayakan sebagai Redaktur Pelaksana (sejak Juli 2008). Namun, sejak 30 Juni 2011 saya memutuskan mundur dari Harian Aceh karena ingin fokus jadi freelance (dan keluarga).
Sejak 2003 sudah mencoba mengirim tulisan dengan tema kasus Aceh ke redaksi KOMPAS, mungkin kalau dihitung lebih kurang ada 50 artikel. Namun, baru pada 17 Januari 2012 tulisan pertama muncul di koran KOMPAS dengan judul Aceh Bukan Lahan Kosong.
Pada Februari 2009, saya menerbitkan buku ACEH PUNGO, buku kumpulan kolom saya di Harian Aceh. Saya juga menyumbang tulisan untuk buku The Unfinished Story of Teungku Hasan Tiro, Rancang Bangun Demokrasi Aceh, dan Merawat Damai Aceh.
Untuk meningkatkan kemampuan menulis, saya mengikuti berbagai workshop penulisan seperti diklat jurnalis kampus se-Indonesia di Banjarmasin (2002), Pelatihan Jurnalistik “Journalistics Days” di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2004), Pelatihan Jurnalistik untuk Aktivis Aceh oleh ISAI Jakarta (2004), E-Media Training oleh SEACeM Malaysia (2006), Pelatihan Jurnalistik untuk Wartawan Aceh di LPDS Jakarta (2006), pelatihan Jurnalisme Damai oleh KIPPAS Medan di Berastagi (2007), Pelatihan Kode Etik Jurnalis kerjasama LPDS dan Kedutaan Norwegia (2009), dan Kursus Jurnalisme Sastrawi oleh PANTAU (2011).
Sejak Juli 2011 saya fokus sebagai penulis blog. Sering diundang memberi pelatihan jurnalistik untuk mahasiswa, masyarakat dan lain-lain. Selain menulis artikel di blog, saya kadang-kadang juga mengirim tulisan ke media.
Anda punya pertanyaan? Hubungi saya di tintamirah@gmail.com atau di Twitter @almubarak
Baca juga:
Digadang Rakyat Kok Kalah (korannya sudah berhentik cetak)
Penulis Aceh Pungo Menuju Kursi Dewan
Blogger Dobrak Parlemen
Pertarungan Parnas vs Parlok
Menempuh pendidikan dasar di MIN Cot Glumpang dan tamat pada tahun 1994, kemudian menjadi santri di Pesantren Modern Terpadu (PMT) Al Furqan Bambi selama tiga tahun. Tamat dari Al Furqan pada tahun 1997, saya melanjutkan sekolah di MAN 1 Sigli dan lulus tahun 2000. Setelah lulus dari MAN, saya kuliah di jurusan Dakwah Komunikasi dan Penyiaran (DKP) IAIN Ar Raniry.
Kegemaran menulis saya dalami sejak masih duduk dibangku MTs Al Furqan, dengan cara menulis di buku catatan sekolah. Ketika duduk di bangku MAN, cerpen dan puisi sudah dimuat di Harian Waspada Medan. Cerpen pertama yang dimuat di Waspada berjudul ‘Potret Tua’. Ketertarikan terhadap dunia tulis menulis saya perdalam lagi selama kuliah di IAIN dengan mencoba menulis opini untuk Harian Serambi Indonesia. Akhir 2001, tulisan pertama saya dimuat di halaman Opini Serambi Indonesia dengan judul ‘Puasa dari Nafsu Jahat’.Setelah itu, berbagai tulisan dengan tema perdamaian semakin sering masuk di halaman opini Serambi Indonesia.
Saat Tabloid Mahasiswa Ar Raniry Post terbit kembali akhir tahun 2000, saya ikut bergabung di dalamnya, setelah terlebih dahulu digembleng menulis dalam workshop yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) IAIN Ar Raniry.
Saat bedah buku Maret 2009 | kompas images |
Saat Darurat Militer, hijrah ke Jakarta sambil mengembangkan kemampuan tulis menulis: bergabung dengan Tabloid LACAK dan menjadi redaktur SATUVISI PBHI. Selain itu, juga menulis di situs Acehkita, Modus.or.id, dan di Koran sore SINAR HARAPAN. Tulisan pertama di Sinar Harapan berjudul 'Penyelesaian Konflik Aceh Pascapemilu'.
Setelah damai kembali lagi ke Aceh, dan sempat bekerja di GTZ (NGO Jerman) selama 8 bulan, selanjutnya mengikuti e-media training di Malaysia yang membuat saya harus berhenti dari GTZ. Sepulang dari Malaysia, atas dukungan teman-teman di SIRA, saya menghidupkan kembali Tabloid SUWA sebagai media kampanye pasangan Irwandi-Nazar. Karena konflik internal, Tabloid SUWA berhenti terbit pas edisi ke-13. Kegiatan menulis sempat vakum, sampai akhirnya bergabung dengan Harian Aceh sebagai Redaktur (Februari 2008). Terakhir dipercayakan sebagai Redaktur Pelaksana (sejak Juli 2008). Namun, sejak 30 Juni 2011 saya memutuskan mundur dari Harian Aceh karena ingin fokus jadi freelance (dan keluarga).
Sejak 2003 sudah mencoba mengirim tulisan dengan tema kasus Aceh ke redaksi KOMPAS, mungkin kalau dihitung lebih kurang ada 50 artikel. Namun, baru pada 17 Januari 2012 tulisan pertama muncul di koran KOMPAS dengan judul Aceh Bukan Lahan Kosong.
Untuk meningkatkan kemampuan menulis, saya mengikuti berbagai workshop penulisan seperti diklat jurnalis kampus se-Indonesia di Banjarmasin (2002), Pelatihan Jurnalistik “Journalistics Days” di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2004), Pelatihan Jurnalistik untuk Aktivis Aceh oleh ISAI Jakarta (2004), E-Media Training oleh SEACeM Malaysia (2006), Pelatihan Jurnalistik untuk Wartawan Aceh di LPDS Jakarta (2006), pelatihan Jurnalisme Damai oleh KIPPAS Medan di Berastagi (2007), Pelatihan Kode Etik Jurnalis kerjasama LPDS dan Kedutaan Norwegia (2009), dan Kursus Jurnalisme Sastrawi oleh PANTAU (2011).
Sejak Juli 2011 saya fokus sebagai penulis blog. Sering diundang memberi pelatihan jurnalistik untuk mahasiswa, masyarakat dan lain-lain. Selain menulis artikel di blog, saya kadang-kadang juga mengirim tulisan ke media.
Baca juga:
Digadang Rakyat Kok Kalah (korannya sudah berhentik cetak)
Penulis Aceh Pungo Menuju Kursi Dewan
Blogger Dobrak Parlemen
Pertarungan Parnas vs Parlok