Ketenangan Aceh tiba-tiba terusik. Masyarakat Aceh kembali disuguhkan aroma kekerasan, kali ini melalui perburuan kelompok yang diduga terkait jarignan teroris. Perburuan terhadap kelompok tersebut, seperti dilansir Harian Aceh, Rabu (24/2) mengakibatkan jatuhnya korban dari warga sipil yang tak berdosa. Kita pun jadi bertanya-tanya, benarkah kelompok yang diduga teroris tersebut mulai melebarkan sayapnya hingga ke Aceh?
Sejak operasi perburuan kelompok tersebut yang dilakukan anggota Polisi dari Polres Aceh Besar dan Brimob Polda Aceh, diketahui publik, kondisi Aceh menjadi tidak menentu. Masyarakat juga mulai bertanya, benarkah kelompok yang disebut Jamiah Islamiyah (JI) mulai membuka front perlawanan baru di Aceh. Meskipun pihak Polda mengaku sudah lama memantau aktivitas kelompok tersebut, masyarakat tentu saja tidak lantas begitu saja percaya. Apalagi, Aceh bukan lahan subur tumbuhnya kelompok tersebut.
Sejak masih dibalut konflik, kelompok yang diduga teroris itu tidak pernah membangun jaringan hingga ke Aceh. Malah, dulu kelompok laskar jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib pernah diusir ketika hendak membuka perwakilan di Aceh. Pertanyaan sekarang, kenapa ketika kondisi Aceh mulai kondusif kelompok tersebut cukup bersemangat beroperasi di Aceh, bahkan hingga menggelar latihan? Ada apa ini?
Kita sebenarnya patut berterima kasih atas kerja pihak keamanan, seperti disampaikan Dirintel Polda Aceh Kombes Pol Bambang Soetjahyo, yang mengaku sudah lama memantau aktivitas kelompok yang diduga terkait jaringan JI, sejak September tahun lalu. “Tapi tidak berhasil mendeteksi kelompok itu karena mereka bergerak di kawasan pedalaman empat kabupaten, Pidie, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Besar,” katanya. Seharusnya, jika benar kelompok itu mulai beraktivitas di Aceh, pihak keamanan tentu saja sudah sejak dulu melakukan antisipasi dini, sehingga tidak berkembang dan sampai senjata harus menyalak.
Kita juga patut mempertanyakan, kenapa baru sekarang pihak keamanan melakukan perburuan terhadap kelompok itu jika benar mereka sudah beraktivitas sejak September lalu? Masyarakat kini menanti penjelasan dari pihak keamanan, benarkah kelompok itu sudah hadir di Aceh atau ada konspirasi besar yang sedang dijalankan?
Dugaan adanya grand scenario menjadi masuk akal. Diakui atau tidak, ada konspirasi besar yang ingin menutup Aceh dari dunia luar, seperti terbaca dari pengesahan Qanun Jinayah yang memasukkan hukum rajam, dan kini melalui kelompok teroris. Kesan ini diperkuat lagi setelah sebelumnya sempat muncul sentimen anti asing yang dihembuskan sejumlah pihak. Kita takutkan semua konspirasi itu dimaksudkan untuk mengucilkan Aceh. Sehingga berbagai program pemerintah dan pembangunan Aceh kembali terhambat.
Sejak operasi perburuan kelompok tersebut yang dilakukan anggota Polisi dari Polres Aceh Besar dan Brimob Polda Aceh, diketahui publik, kondisi Aceh menjadi tidak menentu. Masyarakat juga mulai bertanya, benarkah kelompok yang disebut Jamiah Islamiyah (JI) mulai membuka front perlawanan baru di Aceh. Meskipun pihak Polda mengaku sudah lama memantau aktivitas kelompok tersebut, masyarakat tentu saja tidak lantas begitu saja percaya. Apalagi, Aceh bukan lahan subur tumbuhnya kelompok tersebut.
Sejak masih dibalut konflik, kelompok yang diduga teroris itu tidak pernah membangun jaringan hingga ke Aceh. Malah, dulu kelompok laskar jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib pernah diusir ketika hendak membuka perwakilan di Aceh. Pertanyaan sekarang, kenapa ketika kondisi Aceh mulai kondusif kelompok tersebut cukup bersemangat beroperasi di Aceh, bahkan hingga menggelar latihan? Ada apa ini?
Kita sebenarnya patut berterima kasih atas kerja pihak keamanan, seperti disampaikan Dirintel Polda Aceh Kombes Pol Bambang Soetjahyo, yang mengaku sudah lama memantau aktivitas kelompok yang diduga terkait jaringan JI, sejak September tahun lalu. “Tapi tidak berhasil mendeteksi kelompok itu karena mereka bergerak di kawasan pedalaman empat kabupaten, Pidie, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Besar,” katanya. Seharusnya, jika benar kelompok itu mulai beraktivitas di Aceh, pihak keamanan tentu saja sudah sejak dulu melakukan antisipasi dini, sehingga tidak berkembang dan sampai senjata harus menyalak.
Kita juga patut mempertanyakan, kenapa baru sekarang pihak keamanan melakukan perburuan terhadap kelompok itu jika benar mereka sudah beraktivitas sejak September lalu? Masyarakat kini menanti penjelasan dari pihak keamanan, benarkah kelompok itu sudah hadir di Aceh atau ada konspirasi besar yang sedang dijalankan?
Dugaan adanya grand scenario menjadi masuk akal. Diakui atau tidak, ada konspirasi besar yang ingin menutup Aceh dari dunia luar, seperti terbaca dari pengesahan Qanun Jinayah yang memasukkan hukum rajam, dan kini melalui kelompok teroris. Kesan ini diperkuat lagi setelah sebelumnya sempat muncul sentimen anti asing yang dihembuskan sejumlah pihak. Kita takutkan semua konspirasi itu dimaksudkan untuk mengucilkan Aceh. Sehingga berbagai program pemerintah dan pembangunan Aceh kembali terhambat.
Jika sinyalemen yang disampaikan Kapolda Aceh, bahwa kelompok yang diduga terkait jaringan JI tersebut dibentuk dari luar dan dipersiapkan pada kegiatan tertentu, hal ini juga perlu diantisipasi segera. Pihak keamanan perlu segera memutus rantai penyebaran kelompok itu sebelum sempat melakukan aksinya. Namun, kita juga berharap, bahwa ini bukan alasan yang sengaja dibuat-buat yang justru membuat kondisi Aceh semakin tidak kondusif. Sebab, rakyat Aceh sudah lelah hidup dalam suasana mencekam. Jadi, sudah selayaknya kondisi Aceh dalam perdamaian terus dipelihara. Jangan ada yang menyulut konflik baru atas nama ideologi maupun untuk kepentingan kelompok tertentu.
Pihak keamanan sudah sepatutnya membuka ke publik apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kelompok yang diburu tersebut benar-benar kelompok teroris atau hanyalah kelompok pengajian yang belakangan memang sedang marak di Aceh. Kecuali itu, kita juga menginginkan keterbukaan, jangan sampai perburuan teroris itu hanyalah alasan untuk kembali menggelar operasi di Aceh.
Terkait jatuhnya korban sipil, kita menginginkan agar bisa diselesaikan secara bijak, dan tidak berhenti hanya pada sebatas meminta maaf. Jangan sampai memunculkan dendam dari pihak yang menjadi korban. Polisi perlu mengusut tuntas kasus salah tembak ini, termasuk menghukum pelaku. Sehingga pihak keluarga korban mendapatkan keadilan. Terakhir, jika memang benar kelompok teroris itu sedang mengobok-obok Aceh, kita perlu menjadikannya sebagai musuh bersama. (HA 25.02.10)
Pihak keamanan sudah sepatutnya membuka ke publik apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kelompok yang diburu tersebut benar-benar kelompok teroris atau hanyalah kelompok pengajian yang belakangan memang sedang marak di Aceh. Kecuali itu, kita juga menginginkan keterbukaan, jangan sampai perburuan teroris itu hanyalah alasan untuk kembali menggelar operasi di Aceh.
Terkait jatuhnya korban sipil, kita menginginkan agar bisa diselesaikan secara bijak, dan tidak berhenti hanya pada sebatas meminta maaf. Jangan sampai memunculkan dendam dari pihak yang menjadi korban. Polisi perlu mengusut tuntas kasus salah tembak ini, termasuk menghukum pelaku. Sehingga pihak keluarga korban mendapatkan keadilan. Terakhir, jika memang benar kelompok teroris itu sedang mengobok-obok Aceh, kita perlu menjadikannya sebagai musuh bersama. (HA 25.02.10)
Tags:
editorial