logo piala dunia 2010 |
Sabtu (12/6) lalu, Korea Selatan yang diperkuat Park Ji Sung sukses menekuk tim yang diunggulkan, Yunani, dengan skor 2-0. Sukses Korea Selatan tersebut kemudian menginspirasi para pemain Jepang untuk tampil prima dan memetik kemenangan. Hasilnya, melalui gol torehan Keisuke Honda, Jepang pun menang tipis 1-0 atas tim singa liar Afrika, Kamerun yang juga diunggulkan.
Hasil ini tak hanya menjaga peluang Korea Selatan dan Jepang untuk tetap berada di jalur kemenangan dan melenggang ke babak selanjutnya. Bagi Korea Selatan sendiri, kemenangan ini menjadi cukup bermakna, karena bisa mengalahkan juara Eropa 2004.
Sementara bagi Jepang, kemenangan ini cukup membanggakan, selain memperpanjang rekor tak terkalahkannya atas Kamerun, setelah sebelumnya menang di tiga pertemuan terakhir, juga sukses menjaga rekor tak pernah kebobolan dari tim elit Afrika ini.
Hasil kedua tim ini—ditambah jika Korea Utara mampu menang atas juara lima kali Brazil—setidaknya membalik prediksi sejumlah pengamat yang jarang mengunggulkan tim dari Asia. Tim Asia malah sering dianggap sebagai penggembira saja.
Namun, seiring banyaknya pemain Asia yang bermain di liga-liga Eropa, prestasi Tim dari Asia juga mulai diperhitungkan. Sukses Korea Selatan merebut tempat keempat pada Piala Dunia 2002 silam, setidaknya semakin menambah keyakinan sementara pengamat—dan mungkin juga pasar taruhan—bahwa tim dari Asia tak boleh lagi dianggap sebelah mata.
Sebenarnya sukses di laga perdana kedua Negara Asia Timur ini, tak semata-mata harus dilihat sebagai kemenangan biasa, apalagi hanya dalam urusan sepakbola. Soalnya, jauh sebelumnya, kedua negara sudah membuktikan diri bahwa mereka mampu bersaing dalam percaturan ekonomi global. Hasil produksi pabrik-pabrik di Jepang dan Korea berupa produk-produk elektronik dan juga kendaraan banyak menghiasi pasar-pasar Eropa dan Amerika, seperti Honda, Yamaha, Suzuki (Jepang), dan juga Hyundai (Korea). Inovasi yang dihasilkan kedua Negara ini—termasuk China—membuat guncang perekonomian dunia.
Jepang sendiri dulunya juga pernah membuat coreng wajah Eropa, saat menang perang melawan Rusia. Dalam perang dua hari, 27-28 Mei 1905 di Selat Tsushima , armada laut Baltik Rusia dihancurkan angkatan Laut Jepang, sehingga hanya tersisa tiga kapal perang saja dan terpaksa melarikan ke Vladivostok, Rusia. Kemenangan Jepang itu kemudian mengilhami perjuangan kemerdekaan di Asia dan Afrika.
Nah, apa yang membuat kedua tim Asia ini tampil manis di perhelatan empat tahunan ini? Tidak lain adalah kepercayaan diri yang kuat yang dimiliki para pemain. Bahwa kualitas mereka tak kalah jauh dengan pemain-pemain dari benua lain.
Kepercayaan diri yang kuat itu pula yang membuat Jepang dan Korea Selatan mampu membungkam komentator bola yang menganggap mereka sebelah mata. Kemenangan itu setidaknya mampu membalik prediksi, bahwa kehadiran mereka sama sekali bukan penggembira.
Kini, seluruh dunia sedang menanti kejutan-kejutan lain dari tim Asia. Apalagi jika Korea Utara mampu menundukkan atau bermain imbang saat berhadapan dengan Brazil yang hingga editorial ini ditulis, pertandingan kedua tim belum dilangsungkan. (HA 160610)
Tags:
editorial