FPI

Saya sempat menonton film Fitna yang menghebohkan itu, malah sampai habis. Meski, setelah menontonnya, saya merasa seperti berdosa, karena sudah melegalkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam di beberapa tempat di dunia, sebagaimana dituduhkan Geerts Wilders, si pembuat film Fitna itu.


Tapi, apakah semua tuduhan Geerts Wilders salah? Saya ragu menjawabnya. Saya pernah belajar agama, dan tahu bagaimana Malaikat berdebat dengan Tuhan ketika hendak menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Malaikat tidak setuju dengan kebijakan Tuhan, karena menurut Malaikat, manusia suka menumpahkan darah dan membunuh antar sesama.

Tuhan memotong protes Malaikat melalui firman-Nya, “Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Apa yang terjadi? Protes Malaikat benar-benar terjadi, ketika anak Adam, Qabil membunuh Habil saat memperebutkan Iqlima (adiknya), serta karena zakatnya tidak diterima oleh Tuhan.

Membaca berita di media dalam dua hari terakhir ini, membuat saya kembali ingat film Fitna dan protes Malaikat tersebut. Menurut saya, penyerangan massa Front Pembela Islam (FPI) terhadap Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) di Monas Jakarta seperti melegalkan tuduhan Geerts Wilders dan protes Malaikat kepada Tuhan.

Tindakan FPI, sama sekali tidak mencerminkan sebagai perilaku Islam. FPI seperti membenarkan wajah Islam penuh darah. Padahal, citra Islam sama sekali tidak seperti yang ditunjukkan oleh FPI. Islam itu damai dan mendamaikan. Islam itu anti kekerasan. Lalu, apakah FPI pantas memosisikan dirinya sebagai salah satu ormas Islam?

Saya semakin ragu. Karena, sejak dulu saya berkeyakin bahwa FPI merupakan gerakan provokator yang sengaja dibentuk oleh intelijen untuk memecah persatuan umat Islam. Aksi-aksi yang diperlihatkan FPI semakin membenarkan keyakinan saya, bahwa FPI memang benar dibentuk oleh intelijen. Karena itu, saya berpendapat, sudah selayaknya FPI dibubarkan.

Saya sering mendengar, jika kalangan militan Islam didukung oleh militer. Kalangan militer perlu membangun network dengan kalangan Islam, sebagai alat melakukan bargaining dengan pemerintah. Kedua pihak sama-sama saling menguntungkan, kalangan militan misalnya mendapat dukungan dari militer, sementara militer butuh kelompok militan menekan pemerintah. Diakui atau tidak, pascapemisahan TNI dan Polri, terjadi persaingan ketat antara dua institusi ini.

Hasil laporan International Crisis Group (ICG) beberapa tahun lalu juga membenarkan adanya jaringan tertutup antara kelompok Islam radikal dengan militer. Soalnya, banyak tokoh-tokoh militan Islam itu dekat dengan kalangan militer. Jadinya, bisa dimaklumi, kenapa aksi kekerasan massa FPI terhadap AKK-BB tidak ada yang melerai. Polisi juga hanya diam saja. Bukankah, ada permainan intelijen di sini?

Terserah benar atau tidak keyakinan saya di atas, tapi saya percaya jika FPI tidak dibubarkan, orang-orang akan semakin percaya bahwa Islam identik dengan kekerasan. Meskipun kekerasan itu cuma dilakukan oleh FPI saja. Karenanya, pemerintah tak perlu ragu dan lemah, untuk membubarkan FPI, karena banyak pihak setuju FPI dibubarkan. Jadi, tunggu apa lagi? Bubarkan FPI atau citra Islam akan rusak akibat ulah anarkis FPI. Kiban, ka meupat? (HA 030608)

Post a Comment

Previous Post Next Post