Noek

Kali ini saya menulis tentang noek. Tahukah anda apa itu noek? Noek biasa melekat pada dua tempat, yaitu pada manusia dan pada keubue (kerbau). Pada manusia diberi karena alasan pungo dan pada keubue karena diberi tugas khusus (kerbau khusus atau keubue noek), yaitu menarik kayu dari hutan.

Manusia yang memiliki keubue noek merasa beruntung secara ekonomis, karena bisa dipakai untuk tarek kaye di rimba Tuhan, meski ada juga yang disewakan. Jika punya anak gadis yang mau dikawinkan, keubue noek bisa disembelih. Saat meugang, keubue noek juga dapat menghasilkan banyak duit karena menghasilkan daging yang banyak . Pokoknya, yang punya keubue noek tidak akan rugi, meski harus peu-umpuen tiep uroe. Tapi, ada juga yang peu-murot di gle.

Sementara jika ada ureung teu-noek, yang tidak perlu repot adalah pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Meski sebenarnya kehadiran ureung pungo agar RSJ bisa berfungsi. Sebab dengan berfungsinya RSJ, karyawan yang bekerja di sana tidak ambil gaji tok. Tapi, biasanya ureung pungo yang teu-noek pasti tidak ada di rumah sakit. Ureung pungo teu-noek pasti di rumah, dan dilakukan oleh keluarga ureung pungo.

Namun, tidak semua ureung pungo langsung teu-noek (dipasung). Noek adalah solusi terakhir, ketika keluarga ureung pungo sudah merasa ureung pungo itu mendatangkan aib untuk keluarga, seperti kuwat seumeupoh (suka membunuh), lhoen (telanjang) bak taloe jalan, dan peukaru ureung Inoeng gob (mengganggu anak gadis atau isteri orang). Perilaku-perilaku ini sebenarnya ditemui dalam tradisi primitif dan kaum barbar.

Rupanya, menurut kawan saya, Belanda dulu ketika masih menjajah negeri kita juga menerapkan hukuman noek. Karena, dulu Belanda kan suka bilang untuk orang Aceh dengan istilah Aceh pungo, Aceh Moorden! Meskipun bagi orang Aceh, perilaku pungo lebih karena peu-pungo-pungo droe. Pungo bagi orang Aceh hanya akal-akalan saja. Karena meski pungo, orang Aceh juga masih sempat menyerang tangsi atau barak militer Belanda.

Dalam memaknai atau menanggapi kata pungo, sikap orang Aceh jug beragam. Jika dibilang, “Kah lagee ureung pungo.” Orang Aceh pasti bungeh (tersinggung). Tapi, ketika ada yang bilang, “Kah lagee Aceh pungo.” Itu pasti orang Aceh sangat senang.

Karena di Aceh ada tabiat aneh. Misalnya, jika ada orang berselisih pendapat atau tidak suka sama orang lain, pasti menantang. “Kah padum pungo?” tantangnya. “Munyoe kah pungo sireutoh (seratus), kee siribe (seribu) pungo.” Jadi, di Aceh pungo itu sudah seperti orang peutheun (mempertahankan) gengsi di tempat lelang, siapa yang paling banyak pungo, dialah yang paling hebat.

Tapi mudah-mudahan tanyoe bek sampe pungo lah. (HA 100708)

Post a Comment

Previous Post Next Post