Oleh Taufik Al Mubarak
Partai Golkar mulai goyang. Kursi Ketua Umum, Muhammad Jusuf Kalla (JK), mendadak panas. JK dituding tidak becus mengurus Partai. Buktinya, kader Golkar keok dalam Pilkada Jawa Barat dan Sumut. Isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) atau Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pun berhembus. Apakah itu pertanda, nasib Golkar bakal tamat dalam Pemilu 2009, atau sekedar persaingan internal yang belum kelar?
Tak biasanya, kader Golkar bersikap kritis. Apalagi sampai meminta Munaslub dan audit kinerja Ketua Umum Jusuf Kalla. Sebab, selama ini Golkar sepi dari konflik, khususnya pasca-Munas 2005 di Bali. Tak ada lagi persaingan antara Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla. Akbar memilih menghindar dari politik sambil menyelesaikan pendidikan di UGM Yogyakarta.
Kini, nama Akbar kembali disebut setelah kekalahan demi kekalahan Golkar dalam Pilkada. Sosok Akbar dianggap lebih mampu membawa perubahan bagi Golkar dan menjaga konsistensi Golkar sebagai partai besar. Kemampuan Akbar sudah diakui sejak Pemilu 1999 dan 2004, di mana Golkar kembali menjadi pemenang pemilu dengan suara terbanyak. Padahal, sebelumnya, di mana-mana Golkar dicaci sebagai antek-antek Orde Baru.
Kekalahan kader Golkar memunculkan keraguan, bahwa Jusuf Kalla bukanlah figur yang cocok memimpin Golkar. Apalagi, Jusuf Kalla bukanlah politikus murni, melainkan seorang pengusaha. Golkar butuh figur politikus, bukan pengusaha. Karenanya, JK dianggap tidak pantas memimpin partai sebesar Golkar.
Kekalahan yang dialami beberapa kader Golkar dituding karena kepemimpinan JK tidak berjalan efektif dalam mengkonsolidasi partai. JK hanya sibuk mengelola pemerintahan, dan lupa pada konsolidasi politik internal partai.
”Ini karena konsentrasi pengurus Golkar dalam mengurus partainya tidak optimal dengan kekurangan waktu JK untuk melakukan konsolidasi internal Golkar sampai ke daerah,” kata Direktur Riset dan Publikasi Akbar Tandjung Institute, Alfan Alfian, seperti dikutip detikcom, Kamis (17/4).
Menurut Alfan, kondisi Golkar di bawah Akbar Tandjung sangat berbeda. Di mana tiap Sabtu dan Minggu, Akbar selalu turun ke daerah. Sementara JK terlalu sibuk dengan tugasnya sebagai Wapres, sehingga tidak bisa konsentrasi mengurus Golkar.
Hal senada juga disampaikan anggota Fraksi Partai Golkar Akil Muchtar. Kekalahan kader Golkar karena Ketua Umum Jusuf Kalla dan DPP Partai Golkar gagal mengemban amanat Munas di Bali pada 2005. Akil meminta semua pengurus dievaluasi.
”Ini bentuk ketidakmampuan Ketua Umum dalam memenuhi amanat Munas Golkar di Bali, yaitu membawa kemenagan Partai Golkar bukan hanya di Pemilu tapi juga di Pilkada,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4). Anggota Komisi III DPR ini menilai, kekalahan kader Golkar juga karena para pengurus DPP tidak peka membaca situasi politik nasional, di mana rakyat membutuhkan figur yang layak dan mampu membawa perubahan.
”Mereka gagal mentransformasikan keinginan masyarakat dalam politik bangsa. Ini karena DPP lebih banyak dimanfaatkan kelompok tertentu demi keinginan pribadi,” kata Akil yang baru terpilih sebagai hakim konstitusi ini.
Lalu, apakah itu artinya Golkar perlu segara menggelar Munaslub? ”Itu bukan urusan saya. Tanya saja sama DPP. Yang pasti kalau mengatakan Golkar masih unggul dalam Pilkada, arogan namanya. Mareka tidak mengakui kesalahan dan kekalahan,” ungkapnya.
Sorotan terhadap JK, juga dilontarkan Ketua Kaukus Muda Partai Golkar, Kamrussamad, yang melihat Jk telah gagal sebagai ketua umum. Buktinya, dalam Pilkada, kader Golkar justru kalah di kantong pendukung partai Golkar.
”Kekalahan ini menunjukkan JK gagal konsolidasikan kekuatan Partai Golkar sebagai parpol besar. Para ketua DPP I dan II se-Indonesia harus segera mengambil inisiatif penyelamatan partai,” kata Kamrussamad seperti dikutip detikcom, Kamis (17/4).
Tapi, Kamrussamad tak buru-buru mengusulkan Munaslub. Menurutnya, pengurus Golkar segera menggelar rapat evaluasi DPD se-Indonesia. Jika dalam rapat tersebut muncul Munaslub, aspirasi tersebut tidak boleh dihalangi. Sebab, jika berpedoman pada AD/ARTI, katanya, munaslub dapat digelar bisa dihadiri 2/3 DPD I dan II se-Indonesia.
”Kalau evaluasi itu hasilnya JK dianggap gagal, bisa saja direkomendasikan dilakukan Munaslub. Tidak ada salahnya jika itu langkah terbaik untuk menyelamatkan partai,” ujar mantan Wasekjen DPP AMPI ini.
Desakan Munaslub semakin mengental dan kuat. Soalnya, banyak kader Golkar tidak bisa tidur nyenyak setelah kekalahan beruntun dalam dua Pilkada terakhir, Pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara. Pengurus DPD melemparkan kekesalannya pada pengurus DPP yang tidak serius mengurus partai.
”Dalam kasus kekalahan di Jabar dan Sumut, DPP harus bertanggungjawab. Tidak boleh berkelit dan banyak alasan,” kata Ketua DPD Partai Golkar DIY, Gandung Pardiman. Gandung mendesak DPP segera menggelar Munaslub atau Rapimnas dipercepat.
Soalnya, banyak kader di daerah yang resah, dan menelepon dirinya, agar munaslub dan rapimnas dipercepat. "Kami meminta segera DPP Partai Golkar bertanggungjawab dan segera melakukan evaluasi dan instrospeksi, mengapa mesin-mesin politiknya tidak jalan," katanya.
Menurut dia, Golkar tidak boleh lagi bersikap arogan dan segera melakukan pembenahan sumber daya manusia (SDM). Sebab sebentar lagi beberapa daerah juga akan menggelar Pilkada seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan beberapa wilayah luar Jawa.
Lalu, bagaimana Golkar mempersiapkan diri menyongsong Pemilu 2009 yang sudah di depan mata? Jika kondisi internal tak segera dibenahi, Golkar tidak bisa bermimpi bisa mendulang suara besar dalam Pemilu mendatang. Soalnya, Golkar bukan lagi partai yang solid seperti saat dipimpin Akbar Tandjung. Di Golkar sekarang banyak berhimpun spekulan politik, yang memanfaatkan Partai untuk kepentingan bisnis dan politik sesaat.
Golkar juga bakal menghadapi persaingan ketat dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang dipimpin Wiranto, dan partai Partai Karya Peduli Bangsa (PPKB). Kedua partai ini akan menjadi lawan politik Golkar dan menarik suara dari kantong-kantong Golkar. Bukan tidak mungkin, menjelang Pemilu 2009 nanti, banyak kader-kader Golkar yang bakal lari ke partai pecahan tersebut.
sudah dimuat di rubrik fokus Harian Aceh, Jumat 18 April 2008
Partai Golkar mulai goyang. Kursi Ketua Umum, Muhammad Jusuf Kalla (JK), mendadak panas. JK dituding tidak becus mengurus Partai. Buktinya, kader Golkar keok dalam Pilkada Jawa Barat dan Sumut. Isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) atau Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pun berhembus. Apakah itu pertanda, nasib Golkar bakal tamat dalam Pemilu 2009, atau sekedar persaingan internal yang belum kelar?
Tak biasanya, kader Golkar bersikap kritis. Apalagi sampai meminta Munaslub dan audit kinerja Ketua Umum Jusuf Kalla. Sebab, selama ini Golkar sepi dari konflik, khususnya pasca-Munas 2005 di Bali. Tak ada lagi persaingan antara Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla. Akbar memilih menghindar dari politik sambil menyelesaikan pendidikan di UGM Yogyakarta.
Kini, nama Akbar kembali disebut setelah kekalahan demi kekalahan Golkar dalam Pilkada. Sosok Akbar dianggap lebih mampu membawa perubahan bagi Golkar dan menjaga konsistensi Golkar sebagai partai besar. Kemampuan Akbar sudah diakui sejak Pemilu 1999 dan 2004, di mana Golkar kembali menjadi pemenang pemilu dengan suara terbanyak. Padahal, sebelumnya, di mana-mana Golkar dicaci sebagai antek-antek Orde Baru.
Kekalahan kader Golkar memunculkan keraguan, bahwa Jusuf Kalla bukanlah figur yang cocok memimpin Golkar. Apalagi, Jusuf Kalla bukanlah politikus murni, melainkan seorang pengusaha. Golkar butuh figur politikus, bukan pengusaha. Karenanya, JK dianggap tidak pantas memimpin partai sebesar Golkar.
Kekalahan yang dialami beberapa kader Golkar dituding karena kepemimpinan JK tidak berjalan efektif dalam mengkonsolidasi partai. JK hanya sibuk mengelola pemerintahan, dan lupa pada konsolidasi politik internal partai.
”Ini karena konsentrasi pengurus Golkar dalam mengurus partainya tidak optimal dengan kekurangan waktu JK untuk melakukan konsolidasi internal Golkar sampai ke daerah,” kata Direktur Riset dan Publikasi Akbar Tandjung Institute, Alfan Alfian, seperti dikutip detikcom, Kamis (17/4).
Menurut Alfan, kondisi Golkar di bawah Akbar Tandjung sangat berbeda. Di mana tiap Sabtu dan Minggu, Akbar selalu turun ke daerah. Sementara JK terlalu sibuk dengan tugasnya sebagai Wapres, sehingga tidak bisa konsentrasi mengurus Golkar.
Hal senada juga disampaikan anggota Fraksi Partai Golkar Akil Muchtar. Kekalahan kader Golkar karena Ketua Umum Jusuf Kalla dan DPP Partai Golkar gagal mengemban amanat Munas di Bali pada 2005. Akil meminta semua pengurus dievaluasi.
”Ini bentuk ketidakmampuan Ketua Umum dalam memenuhi amanat Munas Golkar di Bali, yaitu membawa kemenagan Partai Golkar bukan hanya di Pemilu tapi juga di Pilkada,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4). Anggota Komisi III DPR ini menilai, kekalahan kader Golkar juga karena para pengurus DPP tidak peka membaca situasi politik nasional, di mana rakyat membutuhkan figur yang layak dan mampu membawa perubahan.
”Mereka gagal mentransformasikan keinginan masyarakat dalam politik bangsa. Ini karena DPP lebih banyak dimanfaatkan kelompok tertentu demi keinginan pribadi,” kata Akil yang baru terpilih sebagai hakim konstitusi ini.
Lalu, apakah itu artinya Golkar perlu segara menggelar Munaslub? ”Itu bukan urusan saya. Tanya saja sama DPP. Yang pasti kalau mengatakan Golkar masih unggul dalam Pilkada, arogan namanya. Mareka tidak mengakui kesalahan dan kekalahan,” ungkapnya.
Sorotan terhadap JK, juga dilontarkan Ketua Kaukus Muda Partai Golkar, Kamrussamad, yang melihat Jk telah gagal sebagai ketua umum. Buktinya, dalam Pilkada, kader Golkar justru kalah di kantong pendukung partai Golkar.
”Kekalahan ini menunjukkan JK gagal konsolidasikan kekuatan Partai Golkar sebagai parpol besar. Para ketua DPP I dan II se-Indonesia harus segera mengambil inisiatif penyelamatan partai,” kata Kamrussamad seperti dikutip detikcom, Kamis (17/4).
Tapi, Kamrussamad tak buru-buru mengusulkan Munaslub. Menurutnya, pengurus Golkar segera menggelar rapat evaluasi DPD se-Indonesia. Jika dalam rapat tersebut muncul Munaslub, aspirasi tersebut tidak boleh dihalangi. Sebab, jika berpedoman pada AD/ARTI, katanya, munaslub dapat digelar bisa dihadiri 2/3 DPD I dan II se-Indonesia.
”Kalau evaluasi itu hasilnya JK dianggap gagal, bisa saja direkomendasikan dilakukan Munaslub. Tidak ada salahnya jika itu langkah terbaik untuk menyelamatkan partai,” ujar mantan Wasekjen DPP AMPI ini.
Desakan Munaslub semakin mengental dan kuat. Soalnya, banyak kader Golkar tidak bisa tidur nyenyak setelah kekalahan beruntun dalam dua Pilkada terakhir, Pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara. Pengurus DPD melemparkan kekesalannya pada pengurus DPP yang tidak serius mengurus partai.
”Dalam kasus kekalahan di Jabar dan Sumut, DPP harus bertanggungjawab. Tidak boleh berkelit dan banyak alasan,” kata Ketua DPD Partai Golkar DIY, Gandung Pardiman. Gandung mendesak DPP segera menggelar Munaslub atau Rapimnas dipercepat.
Soalnya, banyak kader di daerah yang resah, dan menelepon dirinya, agar munaslub dan rapimnas dipercepat. "Kami meminta segera DPP Partai Golkar bertanggungjawab dan segera melakukan evaluasi dan instrospeksi, mengapa mesin-mesin politiknya tidak jalan," katanya.
Menurut dia, Golkar tidak boleh lagi bersikap arogan dan segera melakukan pembenahan sumber daya manusia (SDM). Sebab sebentar lagi beberapa daerah juga akan menggelar Pilkada seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan beberapa wilayah luar Jawa.
Lalu, bagaimana Golkar mempersiapkan diri menyongsong Pemilu 2009 yang sudah di depan mata? Jika kondisi internal tak segera dibenahi, Golkar tidak bisa bermimpi bisa mendulang suara besar dalam Pemilu mendatang. Soalnya, Golkar bukan lagi partai yang solid seperti saat dipimpin Akbar Tandjung. Di Golkar sekarang banyak berhimpun spekulan politik, yang memanfaatkan Partai untuk kepentingan bisnis dan politik sesaat.
Golkar juga bakal menghadapi persaingan ketat dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang dipimpin Wiranto, dan partai Partai Karya Peduli Bangsa (PPKB). Kedua partai ini akan menjadi lawan politik Golkar dan menarik suara dari kantong-kantong Golkar. Bukan tidak mungkin, menjelang Pemilu 2009 nanti, banyak kader-kader Golkar yang bakal lari ke partai pecahan tersebut.
sudah dimuat di rubrik fokus Harian Aceh, Jumat 18 April 2008
Tags:
fokus