Harian Aceh (16/05/08) melansir berita yang cukup memiriskan hati: “Enam Komisi Melancong, Gedung DPRA Kosong.” Mereka berbondong-bondong berangkat ke Jakarta dan tempat lain, katanya untuk study banding. Terlepas apapun tujuannya, pelancongan atau studi banding para anggota dewan tersebut tetap tidak dapat kita terima. Pasalnya, banyak hal yang mesti diselesaikan mereka. Katakanlah, masalah pengesahan APBA yang kembali terlambat.
Para wakil rakyat ini seharusnya memikirkan bagaimana terjepitnya kondisi rakyat di tengah wacana kenaikan harga BBM. Harga-harga melambung tinggi, dan biaya hidup semakin mahal. Sementara, para wakil mereka, yang katanya terhormat itu, dengan seenaknya menghambur-hamburkan uang rakyat dengan alasan studi banding.
Meski kita yakini, tindakan para wakil rakyat itu untuk melakukan lobby bagaimana masalah Tapol/Napol Aceh yang ditahan di penjara-penjara di Pulau Jawa bisa dibawa pulang ke Aceh. Tetapi, ini hanya agenda sampingan, karena kita tahu pasti ada agenda lain di balik kunjungan tersebut, katakanlah terkait dengan pemilu 2009 atau agenda personal lainnya. Bayangkan saja, anggota Komisi C yang membidangi masalah keuangan, malah melakukan study banding ke Batam. Apa ini tidak salah, atau jangan-jangan ini terkait dengan bisnis tali air?
Jika kunjungan atau study banding itu menggunakan uang pribadi, kita tidak berhak mempersoalkannya, meski secara moral itu sudah salah, karena mereka adalah para wakil rakyat, di mana siang dan malam harus memikirkan nasib rakyat yang diwakilinya. Tapi, dana yang mereka gunakan adalah uang rakyat. Sementara rakyat, untuk membeli beras saja sudah sulit.
Tak hanya itu, ketika para mahasiswa berniat menemui para anggota dewan mengadu soal kenaikan BBM, juga harus kecewa. Karena mereka hanya disambut oleh beberapa orang saja, yang tidak punya kuasa mengeluarkan kebijakan. Jika begitu kondisinya, pantaskah mereka mengaku sebagai wakil rakyat? Pasalnya, ketika rakyat butuh mereka, mereka justru tidak berada di tempat.
Kita juga bisa mencecar dengan seribu pertanyaan, soalnya nasib APBA yang jadi hajat hidup orang banyak masih terkatung-katung tak jelas kapan disahkan. Kenapa mereka tega berbuat demikian? Padahal, ketika berkampanye mereka dengan mulut manis berjanji akan memperjuangkan nasib rakyat siang dan malam. Lalu, sekarang rakyat butuh mereka, mengadu soal kenaikan BBM yang membuat rakyat kecil tercekak, kenapa mereka menghindar? Apakah mereka malu bertemu dengan rakyat yang diwakilinya, karena banyak janji yang tak berhasil ditunaikan?
Karenanya kita berharap agar rakyat mengingat mereka, bukan karena ingin memilih lagi pada Pemilu mendatang, melainkan menghukum mereka dengan tidak memilihnya. Alasannya, karena keberadaan mereka sama sekali tidak memberikan manfaat untuk rakyat. Bayangkan saja, sudah lima bulan masa anggaran 2008 berjalan, tapi pengesahan APBA masih tertunda. (HA170508)
Meski kita yakini, tindakan para wakil rakyat itu untuk melakukan lobby bagaimana masalah Tapol/Napol Aceh yang ditahan di penjara-penjara di Pulau Jawa bisa dibawa pulang ke Aceh. Tetapi, ini hanya agenda sampingan, karena kita tahu pasti ada agenda lain di balik kunjungan tersebut, katakanlah terkait dengan pemilu 2009 atau agenda personal lainnya. Bayangkan saja, anggota Komisi C yang membidangi masalah keuangan, malah melakukan study banding ke Batam. Apa ini tidak salah, atau jangan-jangan ini terkait dengan bisnis tali air?
Jika kunjungan atau study banding itu menggunakan uang pribadi, kita tidak berhak mempersoalkannya, meski secara moral itu sudah salah, karena mereka adalah para wakil rakyat, di mana siang dan malam harus memikirkan nasib rakyat yang diwakilinya. Tapi, dana yang mereka gunakan adalah uang rakyat. Sementara rakyat, untuk membeli beras saja sudah sulit.
Tak hanya itu, ketika para mahasiswa berniat menemui para anggota dewan mengadu soal kenaikan BBM, juga harus kecewa. Karena mereka hanya disambut oleh beberapa orang saja, yang tidak punya kuasa mengeluarkan kebijakan. Jika begitu kondisinya, pantaskah mereka mengaku sebagai wakil rakyat? Pasalnya, ketika rakyat butuh mereka, mereka justru tidak berada di tempat.
Kita juga bisa mencecar dengan seribu pertanyaan, soalnya nasib APBA yang jadi hajat hidup orang banyak masih terkatung-katung tak jelas kapan disahkan. Kenapa mereka tega berbuat demikian? Padahal, ketika berkampanye mereka dengan mulut manis berjanji akan memperjuangkan nasib rakyat siang dan malam. Lalu, sekarang rakyat butuh mereka, mengadu soal kenaikan BBM yang membuat rakyat kecil tercekak, kenapa mereka menghindar? Apakah mereka malu bertemu dengan rakyat yang diwakilinya, karena banyak janji yang tak berhasil ditunaikan?
Karenanya kita berharap agar rakyat mengingat mereka, bukan karena ingin memilih lagi pada Pemilu mendatang, melainkan menghukum mereka dengan tidak memilihnya. Alasannya, karena keberadaan mereka sama sekali tidak memberikan manfaat untuk rakyat. Bayangkan saja, sudah lima bulan masa anggaran 2008 berjalan, tapi pengesahan APBA masih tertunda. (HA170508)
Tags:
pojok