Oleh Taufik Al Mubarak
Pertama, mohon maaf jika tulisan saya terlalu provokatif dan mengecilkan fungsi kuliah. Saya sama sekali tak bermaksud mengecilkan dunia pendidikan. Hanya saja, saya mengajak para calon mahasiswa baru merenung, untuk apa sebenarnya kuliah? Kedua, saya ingin memberi gambaran bahwa kuliah bukanlah satu-satunya wadah bagi kita untuk belajar, karena masih banyak tempat lain yang bisa kita jadikan tempat belajar, dan menjadi pintar.
Jika keinginan kuliah karena semata-mata karena ingin pintar, masuk IAIN atau Unsyiah, atau malah kampus-kampus lain bukan jadi solusi. Saya hanya takut, keinginan anda tidak tercapai. Soalnya, apa yang ditawarkan oleh bangku kuliah hari ini, hanya biasa-biasa saja, tidak kental warna akademisnya. Belum lagi, banyak dosen-dosen senior yang terserang penyakit malas, jika harus berada di dalam ruangan, karena honor atau bayaran yang rendah. Tak heran, jika banyak dosen senior sekarang memilih bekerja di BRR, NGO atau lembaga penelitian, dengan bayaran melimpah (dua puluh kali lipat dari gaji yang dia terima dari kampus).
Jadi, ketika kenyataan kampus sekarang seperti ini, bisakah menjadi tempat yang cocok mendidik anda jadi pintar? Soalnya, dengan sekedar kuliah di Darussalam, anda tidak lantas jadi pintar. Karena banyak mahasiswa yang pernah kuliah, hanya biasa-biasa saja, malah ada yang malas menyelesaikan kuliah.
Jangan salah pengertian dulu, karena saya yakin, keinginan anda kuliah sama sekali bukan ingin pintar. Anda hanya malu sama teman-teman anda (teman SMA) yang memilih kuliah, atau anda malas berada di kampung, karena dianggap tidak modern, atau anda ingin mendapatkan suasana baru, yang berbeda dengan kampung anda sendiri. Tetapi, banyak keinginan kuliah karena didorong oleh alasan biar nanti gampang mendapatkan pekerjaan atau jadi PNS! Jika ini keinginan anda, pilihan anda kuliah sudah tepat.
Tetapi, saya sarankan, agar harapan anda tidaklah muluk-muluk. Saya yakin, anda pergi kuliah karena sekedar bisa mengantongi ijazah! Dan lalu anda dianggap sebagai orang berpendidikan. Benar kan?
Saya hanya mau sampaikan satu hal, bahwa kuliah tidak mengubah apapun, jika anda tidak punya keinginan mengubah masa depan anda. Saya ingin kasih contoh, bagaimana seorang Budi Putra, memilih berhenti bekerja di sebuah Majalah ternama di Indonesia, TEMPO, dan memilih bekerja sendirian sebagai blogger. Ya…sekarang lagi zamannya berasyik-ria blogger. Tidak dianggap gaul jika belum memiliki blog, friendster, facebook, fupei dan lain-lain.
Semua orang terperangah, saat mengetahui Budi Putra mundur dari TEMPO. Semua tahu kapasitas Majalah TEMPO, karena semua orang berharap bisa menjadi bagian dari kesuksesan TEMPO di bidang media. Tetapi, ternyata Budi Putra memilih bekerja sendiri, tanpa mau didikte oleh deadline atau hal-hal lain yang membuat dia jauh dari watak kemanusiaannya sebagai manusia yang punya keluarga, teman, dan keinginan bermain. Bekerja sendiri, seperti jadi blogger, bisa membuat dia bebas. Bebas menulis apa saja, kapan saja, dan di mana saja. Karena kerja sebagai blogger tak mengenal waktu.
Tapi, bekerja jadi blogger tidak menghasilkan duit? Mungkin itu pertanyaan yang muncul, karena di TEMPO seperti kita tahu pasti gajinya sangat besar. Siapa bilang bekerja sebagai blogger tidak menghasilkan duit? Soal duit, sangat tergantung pada diri kita masing-masing. Tanpa bekerja di TEMPO pun, kita masih bisa menghasilkan duit. Dunia sekarang, seperti disampaikan Yasraf Amir Piliang, penulis buku “Dunia yang Dilipat” sangatlah kecil. Untuk mendapatkan uang atau dolar dari Google, sebuah perusahaan mesin pencari yang paling terkenal, kita cukup hanya duduk di kamar, dan menulis di blogger dengan tema-tema menarik, sambil menunggu pecandu internet singgah ke blog kita.
Bagaimana bisa menghasilkan duit dengan hanya duduk di kamar? Jika pertanyaan ini diajukan kepada Cosaaranda (www.cosaaranda.com), seorang aktivis blogger yang pernah dimuat profilnya di Koran Tempo pasti akan tertawa. Soalnya, Cosa bisa menghasilkan duit dalama sebulan antara Rp20 juta sampai Rp40 juta. Kok bisa? Bisa saja. Blog atau website Cosa yang jumlahnya puluhan jadi media memasarkan iklan Google Adsense atau produk online lainnya. Setiap orang yang mampir dan mengklik iklan tersebut, bisa dapat duit.
Trus, apa hubungannya dengan bahasan kita ini? Ada lah. Saya ingin sampaikan bahwa internet sekarang bisa membuat kita jadi apa saja. Dosen-dosen kita juga sebelum masuk ruang, pasti bahan-bahan kuliahnya dia cari di internet. Karena di internet, semua informasi tersedia. Artinya, tak ada kebutuhan anda terhadap informasi yang dibatasi oleh internet. Mau jadi pintar, mau jadi kaya, mau jadi orang terkenal atau mau jadi orang jahat, internet bisa mewujudkan impian anda.
Mesin pencari Google, misalnya. Bagi saya, Google itu seorang professor yang tidak ada tandingan dan bandingannya. Dia sangat mengerti kebutuhan kita. Google bisa jadi berbeda dengan dosen atau guru kita. Jika guru kita lebih banyak mendikte dan mendoktrin, maka Google melakukan hal sebaliknya. Jika dosen kita biasanya tidak mampu menjawab setiap pertanyaan kita (jika menjawab pun lebih banyak ngawur, dan kita tidak puas), maka Google menjawab pertanyaan kita sampai tuntas. Google, tak hanya memberi satu perspektif kepada kita, melainkan banyak perspektif. Dia menawarkan banyak pilihan. Terserah kita mau mengambil jawaban yang mana.
Jika Google bisa melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang dosen di bangku kuliah, masihkah kita menganggap kuliah adalah segala-galanya? Jika Google lebih mampu membuat kita pintar, haruskah kuliah jadi pilihan kita? Jangan salahkan saya, ketika saya melontarkan pertanyaan usil, Haree Gini Masih Ingin Kuliah!?
Pertama, mohon maaf jika tulisan saya terlalu provokatif dan mengecilkan fungsi kuliah. Saya sama sekali tak bermaksud mengecilkan dunia pendidikan. Hanya saja, saya mengajak para calon mahasiswa baru merenung, untuk apa sebenarnya kuliah? Kedua, saya ingin memberi gambaran bahwa kuliah bukanlah satu-satunya wadah bagi kita untuk belajar, karena masih banyak tempat lain yang bisa kita jadikan tempat belajar, dan menjadi pintar.
Jika keinginan kuliah karena semata-mata karena ingin pintar, masuk IAIN atau Unsyiah, atau malah kampus-kampus lain bukan jadi solusi. Saya hanya takut, keinginan anda tidak tercapai. Soalnya, apa yang ditawarkan oleh bangku kuliah hari ini, hanya biasa-biasa saja, tidak kental warna akademisnya. Belum lagi, banyak dosen-dosen senior yang terserang penyakit malas, jika harus berada di dalam ruangan, karena honor atau bayaran yang rendah. Tak heran, jika banyak dosen senior sekarang memilih bekerja di BRR, NGO atau lembaga penelitian, dengan bayaran melimpah (dua puluh kali lipat dari gaji yang dia terima dari kampus).
Jadi, ketika kenyataan kampus sekarang seperti ini, bisakah menjadi tempat yang cocok mendidik anda jadi pintar? Soalnya, dengan sekedar kuliah di Darussalam, anda tidak lantas jadi pintar. Karena banyak mahasiswa yang pernah kuliah, hanya biasa-biasa saja, malah ada yang malas menyelesaikan kuliah.
Jangan salah pengertian dulu, karena saya yakin, keinginan anda kuliah sama sekali bukan ingin pintar. Anda hanya malu sama teman-teman anda (teman SMA) yang memilih kuliah, atau anda malas berada di kampung, karena dianggap tidak modern, atau anda ingin mendapatkan suasana baru, yang berbeda dengan kampung anda sendiri. Tetapi, banyak keinginan kuliah karena didorong oleh alasan biar nanti gampang mendapatkan pekerjaan atau jadi PNS! Jika ini keinginan anda, pilihan anda kuliah sudah tepat.
Tetapi, saya sarankan, agar harapan anda tidaklah muluk-muluk. Saya yakin, anda pergi kuliah karena sekedar bisa mengantongi ijazah! Dan lalu anda dianggap sebagai orang berpendidikan. Benar kan?
Saya hanya mau sampaikan satu hal, bahwa kuliah tidak mengubah apapun, jika anda tidak punya keinginan mengubah masa depan anda. Saya ingin kasih contoh, bagaimana seorang Budi Putra, memilih berhenti bekerja di sebuah Majalah ternama di Indonesia, TEMPO, dan memilih bekerja sendirian sebagai blogger. Ya…sekarang lagi zamannya berasyik-ria blogger. Tidak dianggap gaul jika belum memiliki blog, friendster, facebook, fupei dan lain-lain.
Semua orang terperangah, saat mengetahui Budi Putra mundur dari TEMPO. Semua tahu kapasitas Majalah TEMPO, karena semua orang berharap bisa menjadi bagian dari kesuksesan TEMPO di bidang media. Tetapi, ternyata Budi Putra memilih bekerja sendiri, tanpa mau didikte oleh deadline atau hal-hal lain yang membuat dia jauh dari watak kemanusiaannya sebagai manusia yang punya keluarga, teman, dan keinginan bermain. Bekerja sendiri, seperti jadi blogger, bisa membuat dia bebas. Bebas menulis apa saja, kapan saja, dan di mana saja. Karena kerja sebagai blogger tak mengenal waktu.
Tapi, bekerja jadi blogger tidak menghasilkan duit? Mungkin itu pertanyaan yang muncul, karena di TEMPO seperti kita tahu pasti gajinya sangat besar. Siapa bilang bekerja sebagai blogger tidak menghasilkan duit? Soal duit, sangat tergantung pada diri kita masing-masing. Tanpa bekerja di TEMPO pun, kita masih bisa menghasilkan duit. Dunia sekarang, seperti disampaikan Yasraf Amir Piliang, penulis buku “Dunia yang Dilipat” sangatlah kecil. Untuk mendapatkan uang atau dolar dari Google, sebuah perusahaan mesin pencari yang paling terkenal, kita cukup hanya duduk di kamar, dan menulis di blogger dengan tema-tema menarik, sambil menunggu pecandu internet singgah ke blog kita.
Bagaimana bisa menghasilkan duit dengan hanya duduk di kamar? Jika pertanyaan ini diajukan kepada Cosaaranda (www.cosaaranda.com), seorang aktivis blogger yang pernah dimuat profilnya di Koran Tempo pasti akan tertawa. Soalnya, Cosa bisa menghasilkan duit dalama sebulan antara Rp20 juta sampai Rp40 juta. Kok bisa? Bisa saja. Blog atau website Cosa yang jumlahnya puluhan jadi media memasarkan iklan Google Adsense atau produk online lainnya. Setiap orang yang mampir dan mengklik iklan tersebut, bisa dapat duit.
Trus, apa hubungannya dengan bahasan kita ini? Ada lah. Saya ingin sampaikan bahwa internet sekarang bisa membuat kita jadi apa saja. Dosen-dosen kita juga sebelum masuk ruang, pasti bahan-bahan kuliahnya dia cari di internet. Karena di internet, semua informasi tersedia. Artinya, tak ada kebutuhan anda terhadap informasi yang dibatasi oleh internet. Mau jadi pintar, mau jadi kaya, mau jadi orang terkenal atau mau jadi orang jahat, internet bisa mewujudkan impian anda.
Mesin pencari Google, misalnya. Bagi saya, Google itu seorang professor yang tidak ada tandingan dan bandingannya. Dia sangat mengerti kebutuhan kita. Google bisa jadi berbeda dengan dosen atau guru kita. Jika guru kita lebih banyak mendikte dan mendoktrin, maka Google melakukan hal sebaliknya. Jika dosen kita biasanya tidak mampu menjawab setiap pertanyaan kita (jika menjawab pun lebih banyak ngawur, dan kita tidak puas), maka Google menjawab pertanyaan kita sampai tuntas. Google, tak hanya memberi satu perspektif kepada kita, melainkan banyak perspektif. Dia menawarkan banyak pilihan. Terserah kita mau mengambil jawaban yang mana.
Jika Google bisa melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang dosen di bangku kuliah, masihkah kita menganggap kuliah adalah segala-galanya? Jika Google lebih mampu membuat kita pintar, haruskah kuliah jadi pilihan kita? Jangan salahkan saya, ketika saya melontarkan pertanyaan usil, Haree Gini Masih Ingin Kuliah!?
Tags:
internet