Berakhir sudah era kemesraan eksekutif (Pemerintah Aceh) dengan legislatif (DPRA). Seperti dilansir Harian ini, kemarin, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) serentak mengkritik kinerja Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA). Menurut anggota dewan terhormat itu, kinerja SKPA bobrok, terutama soal rendahnya kualitas proyek dan juga rentan penyimpangan. Kita hanya bisa mengurut dada, sebab itulah hasil dari fit and propertest.
Sebenarnya, apa yang dikritik dewan itu sudah lama tercium, bahwa ada SKPA yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan. Seperti dilaporkan, daya serap Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) di sejumlah SKPA sangat rendah. Akibatnya, ada sejumlah anggaran yang diperkirakan menjadi luncuran pada anggaran 2009. Namun, boleh tidaknya luncuran, masih menjadi perdebatan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat. Jika pada akhirnya, sikap Pemerintah Pusat sudah final dan tidak menyetujui adanya proyek luncuran, berarti para SKPA ini sudah bermain-main dengan penderitaan rakyat Aceh.
Kritik DPRA, sudah sangat jelas, bahwa sejumlah dinas teknis dan penerima dana serapan terbesar baik dari dana otonomi khusus (Otsus) maupun anggaran reguler dari APBA belum bekerja secara amanah. Mereka terbukti tidak mampu mempergunakan sejumlah anggaran yang diperuntukkan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat Aceh. Sehingga banyak dana yang masih sisa dan tak mampu dihabiskan.
Tidak heran jika para anggota dewan terhormat kemudian memberi nilai untuk SKPA atau dinas/badan dengan nilai rapor ‘merah’. Penilaian anggota dewan ini harus dimaknai sebagai warning bagi Pemerintah Aceh, dalam menggunakan anggaran 2009. Artinya, Pemerintah Aceh khususnya Gubernur dan Wakil Gubernur perlu mengevaluasi kinerja masing-masing SKPA. Jika memang benar seperti penilaian anggota dewan, tak ada salahnya mereka diberi teguran untuk meningkatkan kinerja ke depannya. Jangan sampai kekecewaan publik terhadap kinerja Pemerintah Aceh semakin membuncah. Apalagi, jika kinerja mereka pada anggaran tahun depan tidak juga ada perubahan.
Tak hanya itu, jika kepala SKPA tidak menunjukkan kinerja yang bagus, tak selayaknya mereka dipertahankan, meskipun dulunya mereka lulus melalui fit and propertest. Sebab, proses itu ternyata tak juga menghasilkan Kepala SKPA yang benar-benar berkualitas. Mereka sudah terbukti gagal, dan tak mampu bekerja sebagaimana visi dan misi pemerintahan Irwandi-Nazar. Sebut saja seperti dicontohkan anggota dewan dari Fraksi Golkar dan Fraksi PPP, yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Bina Marga dan Cipta Karya, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Mobilitas Penduduk dan Tenaga Kerja, serta Dinas Ketahanan Pangan. Kinerja mereka belum memuaskan.
Malah, seperti sering diberitakan Harian ini, Dinas Pendidikan yang seharusnya bekerja meningkatkan sumber daya manusia Aceh, ternyata berselemak ketimpangan, seperti temuan Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA). Para mahasiswa sudah berulang kali berdemo meminta agar Kepala Dinas Pendidikan tersebut dicopot karena, seperti disebut mahasiswa, tak becus dalam mengontrol kinerja bawahannya.
Kritik DPRA dan Demo para mahasiswa harus dijadikan warning bagi Pemerintah Aceh dalam melangkah ke depan. Rakyat tentu tidak ingin jika ke depan, kinerja SKPA, masih biasa-biasa saja, tanpa menunjukkan peningkatan. Sebab, ketika kinerja SKPA gagal, itu bukan semata-mata kegagalan SKPA tersebut, melainkan kegagalan Pemerintah Aceh. Kita meminta Pemerintah Aceh di bawah Irwandi-Nazar untuk mengambil sikap, jika memang ada kepala dinas tak layak dipertahankan harus segera diresuffle seperti permintaan para mahasiswa. Jangan gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga, demikian bunyi pepatah yang sering kita dengar. Beranikah Irwandi-Nazar? (HA 271108)
Sebenarnya, apa yang dikritik dewan itu sudah lama tercium, bahwa ada SKPA yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan. Seperti dilaporkan, daya serap Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) di sejumlah SKPA sangat rendah. Akibatnya, ada sejumlah anggaran yang diperkirakan menjadi luncuran pada anggaran 2009. Namun, boleh tidaknya luncuran, masih menjadi perdebatan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat. Jika pada akhirnya, sikap Pemerintah Pusat sudah final dan tidak menyetujui adanya proyek luncuran, berarti para SKPA ini sudah bermain-main dengan penderitaan rakyat Aceh.
Kritik DPRA, sudah sangat jelas, bahwa sejumlah dinas teknis dan penerima dana serapan terbesar baik dari dana otonomi khusus (Otsus) maupun anggaran reguler dari APBA belum bekerja secara amanah. Mereka terbukti tidak mampu mempergunakan sejumlah anggaran yang diperuntukkan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat Aceh. Sehingga banyak dana yang masih sisa dan tak mampu dihabiskan.
Tidak heran jika para anggota dewan terhormat kemudian memberi nilai untuk SKPA atau dinas/badan dengan nilai rapor ‘merah’. Penilaian anggota dewan ini harus dimaknai sebagai warning bagi Pemerintah Aceh, dalam menggunakan anggaran 2009. Artinya, Pemerintah Aceh khususnya Gubernur dan Wakil Gubernur perlu mengevaluasi kinerja masing-masing SKPA. Jika memang benar seperti penilaian anggota dewan, tak ada salahnya mereka diberi teguran untuk meningkatkan kinerja ke depannya. Jangan sampai kekecewaan publik terhadap kinerja Pemerintah Aceh semakin membuncah. Apalagi, jika kinerja mereka pada anggaran tahun depan tidak juga ada perubahan.
Tak hanya itu, jika kepala SKPA tidak menunjukkan kinerja yang bagus, tak selayaknya mereka dipertahankan, meskipun dulunya mereka lulus melalui fit and propertest. Sebab, proses itu ternyata tak juga menghasilkan Kepala SKPA yang benar-benar berkualitas. Mereka sudah terbukti gagal, dan tak mampu bekerja sebagaimana visi dan misi pemerintahan Irwandi-Nazar. Sebut saja seperti dicontohkan anggota dewan dari Fraksi Golkar dan Fraksi PPP, yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Bina Marga dan Cipta Karya, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Mobilitas Penduduk dan Tenaga Kerja, serta Dinas Ketahanan Pangan. Kinerja mereka belum memuaskan.
Malah, seperti sering diberitakan Harian ini, Dinas Pendidikan yang seharusnya bekerja meningkatkan sumber daya manusia Aceh, ternyata berselemak ketimpangan, seperti temuan Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA). Para mahasiswa sudah berulang kali berdemo meminta agar Kepala Dinas Pendidikan tersebut dicopot karena, seperti disebut mahasiswa, tak becus dalam mengontrol kinerja bawahannya.
Kritik DPRA dan Demo para mahasiswa harus dijadikan warning bagi Pemerintah Aceh dalam melangkah ke depan. Rakyat tentu tidak ingin jika ke depan, kinerja SKPA, masih biasa-biasa saja, tanpa menunjukkan peningkatan. Sebab, ketika kinerja SKPA gagal, itu bukan semata-mata kegagalan SKPA tersebut, melainkan kegagalan Pemerintah Aceh. Kita meminta Pemerintah Aceh di bawah Irwandi-Nazar untuk mengambil sikap, jika memang ada kepala dinas tak layak dipertahankan harus segera diresuffle seperti permintaan para mahasiswa. Jangan gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga, demikian bunyi pepatah yang sering kita dengar. Beranikah Irwandi-Nazar? (HA 271108)
Tags:
editorial