Blogger Juga Penulis Produktif

Saya selalu bingung ketika ditanya bagaimana caranya menulis. Pasalnya, hingga kini saya sendiri belum mengetahui teknik atau cara jitu tentang menulis. Jika pun ada cara yang diberikan pakar dalam buku-buku yang ditulisnya tetap tidak membuat orang yang membacanya akan langsung bisa menulis. Hingga kini saya masih percaya, menulis merupakan salah satu kegiatan praktek, bukan sekadar cukup teori. Seberapa pun banyaknya teori menulis kita pelajari, jika tidak langsung mempraktekkannya sama saja bohong belaka.

Makanya, jika ada yang bertanya tentang cara dan teknik menulis, saya cukup puas menjawab singkat saja: mulailah menulis. Cara terbaik dalam menulis ya memulai menulis. Menulis apa saja atau tentang siapa saja. Intinya, anda cukup menulis apa yang anda pikirkan, apa yang anda dengar, apa yang ada lihat, dan apa yang anda rasakan. Saya percaya, kita pasti bisa menulisnya. Memang, ketika pertama memulainya terasa sulit, tetapi lama-kelamaan pasti akan terbiasa.

Yang tak kalah penting bagi penulis adalah banyak membaca. Sebab, membaca tak hanya menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan kita, melainkan juga membuat kita kaya bahasa dan memperoleh kata-kata baru yang mungkin jarang kita dapatkan. Hal itu sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan menulis kita ke depannya. Semakin kaya dengan bahasa dan kata-kata baru, kita juga akan semakin cepat dalam menulis.

Banyak orang yang sebenarnya mengeluh, bahwa dia tidak bisa menulis sebaik Goenawan Mohamad, Eep Saifullah Fattah, Abdurrahman Wahid, Putu Setia, Emha Ainun Nadjib, Jalaluddin Rahmat, atau Mohammad Sobary. Anda tidak perlu resah dan pesimis. Karena semua mereka juga bukan setelah lahir langsung jadi penulis hebat seperti sekarang ini. Mereka sebenarnya pernah mengalami masa-masa sulit ketika pertama memulai menulis. Namun, seiring waktu dan proses belajar terus-menerus, mereka bisa mencapai kemampuan seperti sekarang. Karir mereka dalam menulis tidak didapatkan secara instan, melainkan melalui proses panjang dan sejumlah kegagalan. Tulisan mereka pasti pernah ditolak beberapa kali oleh media atau lembaga penerbitan. Namun, mereka tak menyerah.

Sebenarnya, dengan kondisi serba canggih sekarang, tak ada alasan bagi kita untuk tidak menulis. Kondisi ini seharusnya mampu mendorong lahirnya banyak penulis muda di Aceh. Namun yang terjadi, banyak penulis masih malu-malu. Sehingga kita hanya membaca tulisan-tulisan orang-orang itu saja di media, selain tulisan para dosen. Seharusnya, para siswa atau mahasiswa semester pertama sudah berani menjajakan tulisannya di media, karena itu juga terkait dengan kemampuan akademik. Menulis itu bukan hanya monopoli para pelajar jurnalistik, orang yang pernah mengikuti kursus menulis atau orang-orang yang digembleng lembaga khusus. Menulis itu kewajiban semua orang, terserah mau kuliah di mana dia. Karena, menulis itu tidak bisa direkayasa, melainkan melalui proses panjang dengan beberapa kegagalan ketika pertama memulainya.

Jangan pernah menyerah jika tulisan pertama langsung ditolak oleh media. Sebab, itu bukan berarti kiamat dan anda tidak menjadi penulis. Kegagalan pertama adalah motivasi. Sehingga membuat kita terus mencoba dan mencoba. Kegagalan membuat kita kembali belajar mengevaluasi di mana letak kelemahan tulisan kita. Kegagalan juga menjadikan kita, apakah gampang menyerah atau tidak. Yakinlah, banyak penulis hebat sekarang ini sudah pernah mengalami kegagalan, malah lebih parah yang kita alami sekarang.

Lalu, apakah untuk disebut penulis itu ukurannya hanya ketika tulisan kita dimuat di media? Rasanya, kondisi sekarang ukuran itu tidak lagi penting. Jika tulisan kita belum saatnya dimuat oleh media, kita bisa mencoba alternatif lain. Banyak hal yang bisa kita lakukan, seperti menulis secara rutin di blog. Blog dewasa ini bukan lagi media sepele yang harus dipandang sebelah mata. Di luar negeri, jurnalisme blog sudah diakui. Malah, beberapa kejadian heboh yang kemudian dimuat di media mainstream sudah terlebih dahulu muncul di blog, seperti kasus Barack Obama memakai pakaian adat Kenya atau tragedi bom Mumbai. Informasi tersebut duluan muncul di blog, baru kemudian dikutip oleh media.

Manfaatkan Fasilitas Online
Anda tidak perlu bersedih, ketika sebuah Koran atau penerbitan menolak tulisan anda, dan mengabarkan bahwa tulisan tersebut belum layak muat. Jangan merasa dihajar petir ketika anda menerima surat penolakan diantar ke alamat anda. Penolakan itu harus anda jadikan sebagai cambuk untuk lebih giat dan menghasilkan yang lebih bagus lagi. Bisa jadi masih ada letak kelemahan anda sehingga redaktur sebuah media tidak memuat tulisan anda. Coba anda pelajari kembali tulisan tersebut, dan teruslah menulis sehingga benar-benar menghasilkan tulisan terbaik.

Anda harus banyak belajar dari penulis besar seperti JK Rowling atau Dan Brown. Naskah mereka pernah dilempar ke tong sampah ketika ditawarkan ke media. Namun apa yang terjadi, kini keduanya menjadi penulis buku best seller. Jadi, penolakan naskah oleh suatu penerbitan bukanlah isyarat bahwa peluang anda menjadi penulis tertutup.

Dewasa ini, banyak media dan fasilitas online yang bisa kita gunakan sebagai media menulis. Katakanlah fasilitas blog yang banyak tersedia gratis sekarang di internet seperti blogger, wordpress, multiply atau facebook. Melalui media jejaring sosial itu, kita bisa menyebarkan tulisan-tulisan kita tanpa harus takut kena sensor atau melalui proses editing. Setiap hari anda bisa menulis sesuka hati anda, dengan tema-tema yang berbeda. Bayangkan jika per hari anda mampu menghasilkan minimal dua tulisan, berapa banyak tulisan yang akan anda hasilkan dalam sebulan, setahun atau lima tahun? Anda bisa jadi lebih produktif dari penulis yang sering memasarkan tulisannya di media mainstream.

Jika tulisan anda memiliki suatu karakter dan tema-tema unik, jangan terkejut jika ada tawaran atau saran dari pembaca blog anda yang meminta dibukukan. Saya teringat tentang Radityadika (www.radityadika.com), tulisan-tulisannya tentang hal-hal bodoh yang dialaminya sendiri kemudian ketika dibukukan menjadi buku yang sangat laris.

Anda juga bisa menjadi seperti Radityadika, asal anda tekun dengan bidang yang anda tekuni dengan menulis terus menerus. Bukankah Dale Carnegie, seorang pakar motivasi yang sangat terkenal pernah mengatakan bahwa “Orang jarang mencapai kesuksesan, kecuali orang tersebut mencintai apa yang mereka lakukan.”

Menjadi Full Blogger
Nah, jika anda masih malu-malu untuk mempublikasikan tulisan anda ke media mainstream atau terlalu seringnya tulisan anda ditolak dengan berbagai alasan, anda mesti berpikir realistis. Anda-lah orang yang paling bertanggung jawab terhadap diri anda sendiri, bukan pengelola media atau redaktur opini sebuah media. Anda tak perlu bersedih tulisan anda ditolak, karena itu hal yang wajar. Tak ada penulis besar yang langsung namanya melejit tanpa melewati rintangan seperti yang anda alami. Mereka menjadi terkenal karena berulang kali tulisan mereka ditolak oleh media. Tapi mereka tak pernah patah semangat. Karena kewajiban penulis (jika anda memproklamirkan diri sebagai penulis) adalah menulis, tugas redaktur media memuatnya. Jika toh tak dimuat itu hak mereka dan tugas anda sebagai penulis selesai.

Anda juga mesti bertanya pada diri anda sendiri, apakah anda menulis semata-mata hanya karena ingin dimuat di media seperti Koran, majalah atau tabloid? Apakah anda baru merasa puas jika tulisan anda sudah muncul di media? Jika anda masih berpikir seperti ini, saya percaya anda tidak akan berhasil menjadi penulis yang baik. Seperti sudah kita singgung di atas, bahwa untuk menjadi penulis sekarang ini ukurannya bukan karena tulisan kita dimuat di media cetak. Sebab, banyak cara lain yang juga bisa membuat kita jadi penulis produktif.

Saya masih ingat bagaimana seorang Budi Putra (www.thegadgetnet.com) memilih berhenti dari wartawan Tempo yang gajinya sudah tinggi hanya karena ingin menjadi full blogger. Budi Putra seperti mahfum bahwa ke depan keberadaan blog semakin diakui. Perkiraan Budi ternyata tidak meleset, dan dia masih bisa mendapatkan uang melimpah dengan menjadi blogger. Anda juga bisa mencoba seperti Budi Putra tanpa mengeluarkan banyak modal. Anda hanya perlu menyediakan waktu sehari beberapa jam saja untuk menulis di blog anda tentang isu-isu yang sedang aktual. Percayalah, jika tulisan anda benar-benar sedang hot dan aktual, mesin pencari www.google.com akan mengarahkan pencari informasi untuk mengunjungi blog anda. Jika pembaca merasa mendapatkan manfaat dengan mengunjungi blog anda, besok-besok mereka akan setia menunggu setiap tulisan-tulisan terbaru dan teraktual dari anda. Anda akan menjadi penulis yang ditunggu-tunggu.

Manfaat yang akan anda rasakan akan semakin bertambah jika anda mengikuti program google adsense (www.google.com/adsense), dan menyediakan ruang di blog anda untuk iklan dari jaringan google. Setiap klik yang dilakukan oleh pembaca atas iklan tersebut, berarti pundi-pundi dollar anda akan bertambah. Bayangkan jika tulisan-tulisan anda sangat digemari pembaca, pasti bakal banyak orang yang meluangkan waktu membuka-buka blog anda, dan berarti peluang iklan di blog anda diklik semakin besar.

Tapi bukan itu yang ingin saya sampaikan, bahwa faktor uang menjadi motivasi anda dalam menulis. Saya ingin memberitahu anda, bahwa banyak faktor dan alasan kenapa anda mesti menjadi penulis. Saya sering mendengar pepatah dari buku-buku yang saya baca, bahwa kenapa kita harus menulis yaitu agar orang-orang tahu apa yang kita fikirkan, atau orang-orang mengetahui bahwa kita pernah hidup. Itu saja.

Jika produktivitas anda dalam menulis terus bertahan, maka tak salah jika anda juga berhak disebut sebagai penulis produktif? Gampang bukan.

Note: Essay untuk hari Minggu (080209)

Post a Comment

Previous Post Next Post