[VIVA.co.id] portal
masa depan Indonesia? Pertanyaan ini muncul di benak saya begitu melihat tampilan baru
website VIVAnews.com [kini VIVA.co.id]. Saya memang bukan blogger yang paham desain website, tapi menurut saya tampilan baru Vivanews sangat
elegan, ringan dan enak dilihat serta bikin betah berlama-lama.
Penilaian ini mungkin sangat berlebihan, tapi terus terang saya menyukainya,
bahkan saat situs ini pertama diluncurkan.
Saya masih ingat, pada 18 Oktober 2008 silam, melalui blog
ini saya sudah pernah menulis, bahwa Vivanews.com akan menjadi pesaing Detikcom dan Kompas.com. Alasan saya saat itu, tulisan-tulisan di situs ini
sangat berbobot. Membaca situs ini sama saja seperti kita membaca laporan
analisis di Majalah atau Tabloid, sangat mendalam. Informasi yang ditampilkan
di situs ini berbeda dengan situs berita yang ada, tak hanya mengandalkan
kecepatan dan akurasi, melainkan mengupas tuntas suatu masalah.
Sejak masih bernama www.kanalone.com
saya selalu setia membuka situs ini, dan sering kali kecewa karena hanya
mendapati pidato Rupert Murdoch, konglomerat atau raja Media, yang memiliki
saham di mana-mana. Saya terus terang penasaran dengan situs baru ini, yang
sering ditampilkan sebagai pesaing baru situs Detik dan Kompas.
Seorang teman yang bekerja di situs ini bercerita, “situs VIVAnews secara kreatif mengawinkan
teks, foto, video dan suara, dengan mempopulerkan jurnalisme masa depan.”
Tekad tersebut, bukan hanya omong-kosong belaka, karena ditopang oleh SDM
berkualitas dan banyak jurnalisnya alumni media ternama tanah air.
Saat diluncurkan dalam bentuk beta awal Oktober 2008 silam,
tampilan situs ini cukup menarik, dengan menonjolkan dua warna: putih dan
merah. Rubrik-rubriknya juga beragam, ada politik, ekonomi, teknologi, pemilu,
olahraga, showbiz, otomotis, kosmo, bisnis, korupsi, internasional. Pokoknya
seperti lazimnya sebuah situs.
Laporan-laporan yang dimuat sangat enak dibaca (dan tentu
saja perlu). Dari tulisan-tulisannya, menunjukkan jika situs ini tak hanya
menyajikan informasi secara detail, melainkan juga sangat memperhatikan pada
struktur penulisan. Cara penulisan beritanya hampir mirip dengan satu majalah
tanah air yang sudah terkenal itu. Hal ini juga sangat wajar karena ada
beberapa wartawannya alumni media tersebut.
Itu penilaian saya dulu, ketika situs ini masih bayi. Lalu, apakah sekarang penilaian
saya sudah berubah? Terus terang, melihat tampilan baru situs ini, saya malah
makin yakin, VIVAnews akan menjadi portal masa depan.
screen shot viva.co.id |
Dari sisi konten, masih tak jauh berbeda dengan versi
sebelumnya, meski ada beberapa penambahan rubrik. Rubrik sorot, fokus, wawancara
dan analisis masih dipertahankan. Khusus untuk rubrik analisis, tak lagi
ditampilkan di sidebar halaman utama. Tapi, kita bisa membacanya setelah
membuka menu news, posisinya masih di
sidebar kanan (bawah).
Selain itu, viva masih mempertahankan laporan-laporan
panjang dan mendalam melalui rubrik sorot dan fokus. Melalui rubrik-rubrik ini,
setiap masalah dikupas secara mendalam, dan tuntas. Membaca laporan-laporan ini
serasa membaca laporan sebuah majalah. Menurut saya, ini yang membuat Viva
berbeda dengan situs-situs berita yang ada. Sementara untuk membaca pemikiran
tokoh terhadap suatu masalah, kita akan menemukannya di rubrik analisis. Ini
rubrik serius tetapi pembahasan di dalamnya sangat ringan untuk dibaca, dan
bisa menambah wawasan, tentunya.
Jika sebelumnya kita sering mendengar, bahwa kehadiran media
online, blog, dan jejaring sosial (socmed) akan mempercepat kematian Koran
cetak, momentum itu bisa kita rasakan dari sajian-sajian di situs ini. Dulu,
pemilik Koran cetak menganggap serbuan media online tidak begitu serius dan
masih bisa diantisipasi, saya yakin pemikiran itu harus diralat. Pemilik Koran
berpendapat untuk menghadapi serbuan media online (plus jejaring sosial), Koran
mesti memperbanyak laporan-laporan mendalam (termasuk tulisan narasi), sesuatu
yang luput dari garapan media online. Nah, pertanyaannya, jika ada media online
sudah mulai berpikir untuk memperbanyak laporan-laporan panjang dan mendalam,
apakah itu bukan ancaman yang serius?
Dan, bagaimana dengan tesis Philip Meyer, seperti ditulisnya
dalam The Vanishing Newspaper, bahwa pembaca koran terakhir akan menghilang
pada September 2043 (The last daily reader will disappear in September 2043).
Lebih radikal lagi, Meyer menyimpulkan bahwa pada April 2043, hanya ada satu
orang kiri yang membaca Koran!
Tags:
internet