Buku Saya Sering Hilang

Hari Senin (30/09/13) saya beres-beres buku. Saya bongkar tumpukan buku yang bertindih tak karuan. Saya sortir satu per satu dengan cara memisahkan berdasarkan tema dan jenis buku; politik, sastra, filsafat dan umum. Ini kerap kali saya lakukan ketika saya mulai pening ketika memilih buku mana yang ingin saya baca. Karena keberadaannya yang tak terjangkau atau lupa di mana buku tersebut saya taruh. Dan saya pun harus siap-siap kesal, ketika ada judul buku yang hilang. Ini trauma  yang selalu saya hadapi tiap merapikan buku.

Benar saja ternyata buku Tuhan Maha Tahu Tapi Dia Menunggu karya Leo Tolstoy hilang. Awalnya saya yakin buku ini berada di kampung (sebagian buku saya masih berada di kampung), ternyata setelah saya cari-cari tidak ketemu. Saya merasa buku itu sudah hilang. Padahal, saat masih di kost lama di seputaran Lamteh, buku tersebut masih ada. Saya pun mencarinya di tumpukan buku di rumah saya di kampung, tak ketemu. Harapan saya, buku itu ada di tumpukan kost saya. Eh, pas saya bongkar-bongkar dan cari sana-sini, saya jadi yakin jika buku tersebut sudah hilang. Entah siapa yang mengambilnya.

Terus teranga, saya sudah sering kali kehilangan buku. Kalau dihitung-hitung memang jumlahnya tidak seberapa. Tapi, nilai dari sebuah buku yang hilang tersebut sering tak tergantikan. Sulit mencari buku dengan judul serupa. Ada yang tidak terbit lagi entah kenapa. Kita tidak tahu di toko buku mana yang masih menjual judul buku tersebut.

Karena koleksi buku saya masih sedikit (belum sampai seribu judul), maka satu saja hilang buku langsung ketahuan. Apalagi jika buku tersebut sedang saya butuhkan untuk referensi. Saya termasuk orang yang tidak menguasai seluruh isi buku, tetapi saya akan cepat sekali ingat bahan yang saya butuhkan ada di halaman sebelah mana dan di buku apa. Ini mungkin saja keuntungan yang saya peroleh dari membaca buku. Biasanya, keperluan referensi ini jika saya ingin menulis serius dan takut salah kutip.

Bayangkan saja bagaimana sakitnya saat buku yang kita butuhkan itu ternyata tak ada di tempat, padahal kita sedang menggarap sebuah tulisan. Dan sangat tidak ingin ada salah kutip atas pendapat seseorang. Kondisi begitu yang sering saya alami, kadang-kadang malah membuat tulisan saya tak kelar-kelar.

Saya ingat, saat sedang menggarap skripsi Propaganda Sentral Informasi Referendum Aceh, saya menerima hadiah buku dari seorang teman, Oki Tiba. Judul bukunya serius, Referendum Aceh Menurut Tinjauan Hukum. Buku tersebut karya Tgk Sofyan Ibrahim Tiba, ayahanda dari Oki. Saya baru sempat mengutip beberapa bagian dari buku tersebut ke dalam skripsi, eh akhirnya buku itu hilang dari tumpukan buku saya. Kecewa bukan main. Saya curiga ada teman yang mengambilnya.

Sebelum buku tersebut, ada beberapa judul buku saya yang hilang. Di antaranya, Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer, Jangan Takut Gagal, Agar Berani Bicara di Depan Umum, dan beberapa judul yang saya sendiri lupa. Kebiasaan suka berpindah-pindah dan pindah kost juga menjadi sebab banyak judul buku saya hilang.

Selain judul di atas, ada juga buku yang dipinjam kawan, judulnya Agar Mengarang Itu Gampang karya Andreas Harefa, Kiat Mengirim Tulisan ke Media karya...? Hingga kini sang kawan lupa mengembalikannya. Saya yakin, buku tersebut sudah hilang. Saya pun tak berani meminta dikembalikan, karena tidak enak saja.

Sebenarnya, saya tak begitu peduli dengan buku hilang. Malah, saya sering tak tahu ada buku yang hilang. Tetapi, saya baru peduli saat buku itu saya butuhkan untuk referensi, dan celakanya saya tersadar jika buku tersebut tidak ada lagi dalam tumpukan buku-buku saya. Saat itulah saya yakin, buku saya telah hilang.

Terus terang, saya jarang mencatat buku yang dipinjam teman, kecuali beberapa saja agar tidak lupa. Biasanya, yang tercatat ini sering mengembalikan tepat waktu seperti dijanjikan. Lebih sering, buku saya dipinjam bebas dan saya lupa mencatat judul buku dan peminjamnya.

Memang, tidak semua teman berani pinjam buku saya. Saya pun tak sembarangan mau meminjamkan buku, kecuali pada teman yang benar-benar dekat dan yakin buku yang dipinjami dibacanya. Selebihnya, saya sangat pelit dalam urusan meminjamkan buku.

Apalagi, dulu saya sering mendengar pepatah yang menyebutkan, ‘Orang yang meminjami buku itu bodoh, tetapi lebih bodoh lagi orang mengembalikan buku yang dipinjaminya’. Saya takut bukan main. Soalnya, jika yang dipinjam itu buku penting dan stok di pasaran terbatas, ke mana kita harus mencarinya. Tapi, dalam beberapa hal saya mengecualikan nasehat ini. Akibatnya, buku saya sering tak kembali, dan inilah yang saya rasakan. []

Post a Comment

Previous Post Next Post