Dulu, saat masih bekerja di sebuah koran harian lokal saya terbiasa dengan deadline (batas waktu penyetoran naskah). Seakan-akan deadline ini adalah hantu yang menakutkan. Deadline membuat waktu seakan berjalan begitu singkat. Gerak kita begitu dibatasi. Semua diingatkan agar tak melewati deadline. Saya kemudian memilih keluar dari tawanan deadline saat memutuskan berhenti bekerja di koran yang sudah saya jalani selama 3,5 tahun.
Sejak saat itu saya tak lagi dikejar-kejar deadline. Waktu pun melambat, karena tak ada yang harus dikejar. Tapi, saya kemudian merasa ada sesuatu yang berubah saat tak lagi punya deadline. Saya jadi malas menulis, kurang produktif, dan jika pun menulis sesuatu biasanya sering tidak pernah siap. Saya pun jadi sadar, bahwa tanpa memiliki deadline saya tak bisa menyelesaikan tulisan.
Pun begitu, beberapa kali saya berjanji pada diri sendiri bahwa meski tak punya deadline, saya harus rajin menulis. Apalagi, setelah keluar dari koran, saya punya cukup waktu untuk menulis, tanpa direcoki oleh kerja kantor. Saya berusaha tetap menulis karena ada blog yang harus saya isi. Saya ingin agar blog tersebut selalu terupdate dengan tulisan-tulisan terbaru. Apa boleh buat, deadline pribadi pun sering saya langgar.
Semangat menulis saya menjadi angin-anginan. Kadang seminggu sekali lahir tulisan baru, kadang sebulan hanya sempat menyelesaikan satu tulisan, sering malah tak selesai sama sekali. Padahal, saat masih kerja di koran, saya biasa menulis tiap hari, terutama untuk mengisi kolom yang saya asuh. Semangat menulis yang angin-anginan itu pun kemudian membuat blog saya kosong melompong karena tak update terbaru. Kenapa bisa demikian? Karena tak ada yang perlu dikejar, tak ada yang komplain, tak ada halaman yang harus diisi dan tak ada kolom yang harus ditulis. Sebab kita adalah tuan terhadap diri sendiri. Kita atasan, kita bawahan.
Akhirnya saya sadar, bahwa deadline ternyata memberi banyak manfaat dan membuat saya sangat produktif. Deadline seperti jam beker yang mengingatkan kita untuk menyelesaikan tulisan. Percaya atau tidak, cukup banyak orang yang bekerja di media menjadi termotivasi dengan adanya deadline. Deadline memaksa seseorang menjadi fokus dan mampu menyelesaikan tulisan. Malah, Goenawan Mohammad (GM), pendiri Majalah TEMPO yang Catatan Pinggirnya sering kita baca mengaku dirinya cukup terbantu dengan adanya deadline.
Suatu hari, Amarzan Lubis, editor Bahasa di TEMPO bertanya sama GM, “Apa yang menyebabkan GM mampu menulis Catatan Pinggir tiap minggu? Tanpa pikir panjang, pendiri Komunitas Salihara ini menjawab, singkat: “deadline!”
Nah, para blogger juga harus menetapkan deadline posting tulisan agar blognya selalu terupdate secara teratur. Apakah satu posting setiap hari, satu posting setiap minggu atau satu posting setiap bulan. Jadwalnya harus ditetapkan, misalnya posting setiap pukul 10 pagi tiap Senin atau sebagainya. Saya percaya, jika para blogger setia dengan deadline yang disepakati (dengan diri sendiri) tersebut, blognya akan selalu terupdate secara teratur.
Banyak manfaat yang akan diterima seorang blogger dengan menetapkan deadline menulis di blog. Kalau ada kontes menulis, misalnya, blogger yang sudah terbiasa dengan deadline posting di blog sama sekali tak kerepotan saat menyiapkan sebuah tulisan. Toh, dia sudah terbiasa menulis untuk blognya secara teratur. Tenggat waktu pengiriman tulisan untuk sebuah kontes menjadi sesuatu yang sudah biasa. Manfaat lainnya, kalau sudah mampu update blog secara teratur, pembaca pasti akan selalu setiap menunggu posting terbaru, yang sudah terjadwal waktunya. Selain itu, dengan update blog secara teratur sesuai deadline, posisi blog di mesin pencari menjadi lebih baik. Di luar itu, kalau terus setia dengan deadline, sang blogger layak disebut sebagai penulis yang sangat produktif! []
Sejak saat itu saya tak lagi dikejar-kejar deadline. Waktu pun melambat, karena tak ada yang harus dikejar. Tapi, saya kemudian merasa ada sesuatu yang berubah saat tak lagi punya deadline. Saya jadi malas menulis, kurang produktif, dan jika pun menulis sesuatu biasanya sering tidak pernah siap. Saya pun jadi sadar, bahwa tanpa memiliki deadline saya tak bisa menyelesaikan tulisan.
Pun begitu, beberapa kali saya berjanji pada diri sendiri bahwa meski tak punya deadline, saya harus rajin menulis. Apalagi, setelah keluar dari koran, saya punya cukup waktu untuk menulis, tanpa direcoki oleh kerja kantor. Saya berusaha tetap menulis karena ada blog yang harus saya isi. Saya ingin agar blog tersebut selalu terupdate dengan tulisan-tulisan terbaru. Apa boleh buat, deadline pribadi pun sering saya langgar.
Semangat menulis saya menjadi angin-anginan. Kadang seminggu sekali lahir tulisan baru, kadang sebulan hanya sempat menyelesaikan satu tulisan, sering malah tak selesai sama sekali. Padahal, saat masih kerja di koran, saya biasa menulis tiap hari, terutama untuk mengisi kolom yang saya asuh. Semangat menulis yang angin-anginan itu pun kemudian membuat blog saya kosong melompong karena tak update terbaru. Kenapa bisa demikian? Karena tak ada yang perlu dikejar, tak ada yang komplain, tak ada halaman yang harus diisi dan tak ada kolom yang harus ditulis. Sebab kita adalah tuan terhadap diri sendiri. Kita atasan, kita bawahan.
Akhirnya saya sadar, bahwa deadline ternyata memberi banyak manfaat dan membuat saya sangat produktif. Deadline seperti jam beker yang mengingatkan kita untuk menyelesaikan tulisan. Percaya atau tidak, cukup banyak orang yang bekerja di media menjadi termotivasi dengan adanya deadline. Deadline memaksa seseorang menjadi fokus dan mampu menyelesaikan tulisan. Malah, Goenawan Mohammad (GM), pendiri Majalah TEMPO yang Catatan Pinggirnya sering kita baca mengaku dirinya cukup terbantu dengan adanya deadline.
Suatu hari, Amarzan Lubis, editor Bahasa di TEMPO bertanya sama GM, “Apa yang menyebabkan GM mampu menulis Catatan Pinggir tiap minggu? Tanpa pikir panjang, pendiri Komunitas Salihara ini menjawab, singkat: “deadline!”
Nah, para blogger juga harus menetapkan deadline posting tulisan agar blognya selalu terupdate secara teratur. Apakah satu posting setiap hari, satu posting setiap minggu atau satu posting setiap bulan. Jadwalnya harus ditetapkan, misalnya posting setiap pukul 10 pagi tiap Senin atau sebagainya. Saya percaya, jika para blogger setia dengan deadline yang disepakati (dengan diri sendiri) tersebut, blognya akan selalu terupdate secara teratur.
Banyak manfaat yang akan diterima seorang blogger dengan menetapkan deadline menulis di blog. Kalau ada kontes menulis, misalnya, blogger yang sudah terbiasa dengan deadline posting di blog sama sekali tak kerepotan saat menyiapkan sebuah tulisan. Toh, dia sudah terbiasa menulis untuk blognya secara teratur. Tenggat waktu pengiriman tulisan untuk sebuah kontes menjadi sesuatu yang sudah biasa. Manfaat lainnya, kalau sudah mampu update blog secara teratur, pembaca pasti akan selalu setiap menunggu posting terbaru, yang sudah terjadwal waktunya. Selain itu, dengan update blog secara teratur sesuai deadline, posisi blog di mesin pencari menjadi lebih baik. Di luar itu, kalau terus setia dengan deadline, sang blogger layak disebut sebagai penulis yang sangat produktif! []
Tags:
Blogging