Bicara tentang Aceh terasa hambar kalau tidak melibatkan sosok Teungku Hasan di Tiro, nama yang begitu menggemparkan Aceh (dan Indonesia). Ya, dia adalah ideolog Aceh Merdeka paling populer, mungkin melebihi gurunya, Teungku Muhammad Daud Beureu’eh. Terlepas bagaimana sosok dia di mata orang, dia tetaplah orang yang memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah Aceh. Apa yang terjadi di Aceh hari-hari ini tak terlepas dari peran dia. Pengikut-pengikutnya yang kini memegang tampuk pemerintahan di Aceh merupakan kader-kader yang dulunya bersama-sama berjuang bersama dia maupun yang terpengaruh dengan ideologi perjuangannya.
Orang boleh saja memiliki pandangan negatif tentang sosok Hasan Tiro, meski banyak dari mereka mengagumi konsistensi dan pengorbanan dia, terutama dalam mewujudkan mimpi Aceh Merdeka. Sampai ajal menjemputnya, sosok yang pernah dianggap ‘pembual’ oleh Jakarta (dan oleh orang-orang yang tidak senang dengan perjuangannya) ini tak mampu mewujudkan mimpi yang dulu begitu sering dia sampaikan ke pengikutnya: di hutan, di pengasingan, maupun dalam karya-karya yang sempat kita baca sampai hari ini.
Saya sendiri sudah sejak lama mengakrabi karya-karya dia seperti Price of Freedom, Perkara dan Alasan, Aceh bak Mata Donya, Masa Depan Dunia Melayu dan lain-lain. Tulisan-tulisan itu plus pidato-pidato yang dulu begitu sering diputar dalam ceramah-ceramah Aceh Merdeka secara terbatas, kita seperti diajak untuk ikut serta berjuang bersama-sama dalam barisannya. Sekali pun saya tak pernah berjumpa secara langsung dengan penulis Demokrasi untuk Indonesia ini, saya bisa merasakan bagaimana berpengaruhnya dia bagi masyarakat Aceh, termasuk yang tak mendukungnya sekali pun.
Bahkan, kalau mau bicara jujur, orang yang menyebutnya pembual sekali pun, hari-hari ini begitu menikmati hasil perjuangan dia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ya, memang seorang tokoh selalu dan selalu memiliki sisi yang berbeda. Secara sempit, orang-orang memandang seorang tokoh dengan dua sudut berbeda: menganggapnya pahlawan, dan tak sedikit juga yang menganggapnya pecundang bahkan pembual, seperti yang kita saksikan hari-hari ini di Aceh. Kita pun menjadi sulit membedakan mana pahlawan dan mana pecundang, karena mereka selalu hadir secara bersamaan. Bahkan orang yang menyebut Hasan Tiro seorang pembual pun kini menyadari bualannya keliru.
Tapi, terlepas apapun pandangan orang, Hasan Tiro telah meletakkan fondasi kokoh bagi Aceh, sekali pun dia merumuskannya hingga selesai. Kenapa? Seandainya Aceh jadi merdeka, kita pasti akan bertengkar satu sama lain tentang bentuk negara, lagu kebangsaan atau pun sistem pemerintahan, persis seperti debat soal bendera yang tak selesai-selesai. Namun, kita tak boleh kehilangan harapan, sebab para pengikutnya yang kini memegang tampuk pemerintahan di Aceh dan di kabupaten kota punya beban berat mewujudkan Aceh yang bermartabat, sekali pun tak merdeka. Sebab, sudah cukup banyak pengorbanan rakyat Aceh untuk sebuah mimpi merdeka. Rakyat Aceh hanya ingin memastikan, bagaimana nasib tujuh neudeuk/meuneumat bansa Aceh yang dulu begitu sering kita dengar dalam ceramah-ceramah Aceh Merdeka maupun dalam buku-buku Hasan Tiro yang sempat kita baca.
Pemimpin-pemimpin di Aceh, saya kira, jangan lagi menargetkan sesuatu yang muluk-muluk apalagi sampai menginginkan Aceh seperti Singapura, Hongkong, Swedia atau negara Skandinavia lain yang selama ini menjadi tempat bermukin para pengikut Hasan Tiro. Karena, kalau ingin realistis, dengan mewujudkan tujuh meuneumat bansa Aceh seperti pernah digariskan Hasan Tiro saja sudah lebih dari cukup. Jika mereka lupa dengan tujuh meuneumat itu, saya ingin mengingatkan lagi. Saya maklumi, masing-masing kita punya ingatan pendek sehingga muda lupa, tapi selalu ada dokumen yang tercatat rapi. Kita hanya perlu membukanya lagi.
Inilah Tujuh Neuduk/Meuneumat Bansa Aceh
1. Peudong Deelat Allah
2. Peuseulamat bansa Aceh donja akhirat
3. Peudong Adat bak Poeteumeureuhom, Hukom bak Sjiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Panglima, Bintara dan Laksamana
4. Seutot rauh indatu
5. Peu-ek bendera jang meutanoh mirah bintang buleuen di teungoh/ Peu-ek bendera bintang buleun meutanoh mirah
6. Han tateurimong peurintah seulaen nibak bansa droe teuh bansa Atjeh
7. Peugoet hubungan lua Neugara lagee ka geupeugoet le endatu awai.
Saya percaya, jika tujuh meuneumat itu benar-benar dapat diwujudkan di Aceh, maka Aceh akan kembali memperoleh martabat sekali pun Aceh tak merdeka. Sebab, dengan meuneumat itu pula sebenarnya Aceh sudah benar-benar berdaulat. Tapi, siapa yang peduli dengan meuneumat usang itu ketika uang dengan derasnya mengalir ke Aceh. Maka benarlah kata kawan saya, “merdeka ka ie raya ba.” []
Catatan:
Neuduek/Meuneumat: Ideologi/Pegangan
Orang boleh saja memiliki pandangan negatif tentang sosok Hasan Tiro, meski banyak dari mereka mengagumi konsistensi dan pengorbanan dia, terutama dalam mewujudkan mimpi Aceh Merdeka. Sampai ajal menjemputnya, sosok yang pernah dianggap ‘pembual’ oleh Jakarta (dan oleh orang-orang yang tidak senang dengan perjuangannya) ini tak mampu mewujudkan mimpi yang dulu begitu sering dia sampaikan ke pengikutnya: di hutan, di pengasingan, maupun dalam karya-karya yang sempat kita baca sampai hari ini.
Saya sendiri sudah sejak lama mengakrabi karya-karya dia seperti Price of Freedom, Perkara dan Alasan, Aceh bak Mata Donya, Masa Depan Dunia Melayu dan lain-lain. Tulisan-tulisan itu plus pidato-pidato yang dulu begitu sering diputar dalam ceramah-ceramah Aceh Merdeka secara terbatas, kita seperti diajak untuk ikut serta berjuang bersama-sama dalam barisannya. Sekali pun saya tak pernah berjumpa secara langsung dengan penulis Demokrasi untuk Indonesia ini, saya bisa merasakan bagaimana berpengaruhnya dia bagi masyarakat Aceh, termasuk yang tak mendukungnya sekali pun.
Bahkan, kalau mau bicara jujur, orang yang menyebutnya pembual sekali pun, hari-hari ini begitu menikmati hasil perjuangan dia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ya, memang seorang tokoh selalu dan selalu memiliki sisi yang berbeda. Secara sempit, orang-orang memandang seorang tokoh dengan dua sudut berbeda: menganggapnya pahlawan, dan tak sedikit juga yang menganggapnya pecundang bahkan pembual, seperti yang kita saksikan hari-hari ini di Aceh. Kita pun menjadi sulit membedakan mana pahlawan dan mana pecundang, karena mereka selalu hadir secara bersamaan. Bahkan orang yang menyebut Hasan Tiro seorang pembual pun kini menyadari bualannya keliru.
Tapi, terlepas apapun pandangan orang, Hasan Tiro telah meletakkan fondasi kokoh bagi Aceh, sekali pun dia merumuskannya hingga selesai. Kenapa? Seandainya Aceh jadi merdeka, kita pasti akan bertengkar satu sama lain tentang bentuk negara, lagu kebangsaan atau pun sistem pemerintahan, persis seperti debat soal bendera yang tak selesai-selesai. Namun, kita tak boleh kehilangan harapan, sebab para pengikutnya yang kini memegang tampuk pemerintahan di Aceh dan di kabupaten kota punya beban berat mewujudkan Aceh yang bermartabat, sekali pun tak merdeka. Sebab, sudah cukup banyak pengorbanan rakyat Aceh untuk sebuah mimpi merdeka. Rakyat Aceh hanya ingin memastikan, bagaimana nasib tujuh neudeuk/meuneumat bansa Aceh yang dulu begitu sering kita dengar dalam ceramah-ceramah Aceh Merdeka maupun dalam buku-buku Hasan Tiro yang sempat kita baca.
Pemimpin-pemimpin di Aceh, saya kira, jangan lagi menargetkan sesuatu yang muluk-muluk apalagi sampai menginginkan Aceh seperti Singapura, Hongkong, Swedia atau negara Skandinavia lain yang selama ini menjadi tempat bermukin para pengikut Hasan Tiro. Karena, kalau ingin realistis, dengan mewujudkan tujuh meuneumat bansa Aceh seperti pernah digariskan Hasan Tiro saja sudah lebih dari cukup. Jika mereka lupa dengan tujuh meuneumat itu, saya ingin mengingatkan lagi. Saya maklumi, masing-masing kita punya ingatan pendek sehingga muda lupa, tapi selalu ada dokumen yang tercatat rapi. Kita hanya perlu membukanya lagi.
Inilah Tujuh Neuduk/Meuneumat Bansa Aceh
1. Peudong Deelat Allah
2. Peuseulamat bansa Aceh donja akhirat
3. Peudong Adat bak Poeteumeureuhom, Hukom bak Sjiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Panglima, Bintara dan Laksamana
4. Seutot rauh indatu
5. Peu-ek bendera jang meutanoh mirah bintang buleuen di teungoh/ Peu-ek bendera bintang buleun meutanoh mirah
6. Han tateurimong peurintah seulaen nibak bansa droe teuh bansa Atjeh
7. Peugoet hubungan lua Neugara lagee ka geupeugoet le endatu awai.
Saya percaya, jika tujuh meuneumat itu benar-benar dapat diwujudkan di Aceh, maka Aceh akan kembali memperoleh martabat sekali pun Aceh tak merdeka. Sebab, dengan meuneumat itu pula sebenarnya Aceh sudah benar-benar berdaulat. Tapi, siapa yang peduli dengan meuneumat usang itu ketika uang dengan derasnya mengalir ke Aceh. Maka benarlah kata kawan saya, “merdeka ka ie raya ba.” []
Catatan:
Neuduek/Meuneumat: Ideologi/Pegangan