Judul buku : Media Massa dan Masyarakat Modern
Penulis : William L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson
Penerjemah : Haris Munandar dan Dudy Priatna
Penerbit : Kencana, Jakarta, Cetakan I, Desember 2003
Tebal : X+353 Halaman
Bagaimana kedudukan pers dalam masyarakat Amerika? Bagaimana hubungan Pers dengan pemerintah di Amerika serta bagaimana kebebasan pers di Amerika diperjuangkan? Jawabannya akan anda temukan dalam buku yang ditulis oleh tiga pakar media ini: William L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson. Buku ini termasuk buku yang lebih lengkap tentang sejarah pers di Amerika.
Dalam buku setebal 353 halaman ini, misalnya dibahas tentang sejarah pers dan kebebasan di Amarika dari sejak awal kelahiran negara ini sampai sekarang. Di samping itu bagaimana sulitnya memperjuangkan kebebasan pada tahap pertama dan hegemoni dari pemerintah, sejarah teori libertarian, hubungan antara pers dan presiden dan juga kritikan-kritikan terhadap pers. Semuanya dapat ditemukan dalam buku ini.
Semua pembahasan ini menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat Amerika kepada media. Media sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat Amerika, dari persoalan politik, hukum, ekonomi dan kebudayaan semuanya tidak dilepaskan dari adanya ketergantungan masyarakat Amerika kepada media.
Buku ini mencoba memotret kebebasan pers yang dikembangkan di Amerika. Komisi Kebebasan Pers menyatakan lima syarat yang dituntut masyarakat modern dari pers. Namun syarat-syarat yang diajukan oleh komisi bukan hasil pemikiran komisi, melainkan diajukan oleh para tokoh media massa sendiri.
Syarat yang pertama adalah media harus menyajikan “pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas.” Media dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan sebagai murni sebagai pendapat.
Namun, di sini komisi membedakan kriteria kebenaran menurut ukuran masyarakat, masyarakat sederhana dan masyarakat modern. Dalam masyarakat sederhana, kebenaran akan dicari dengan cara membandingkan pemberitaan media dengan informasi dari sumber-sumber lain.
Sementara dalam masyarakat modern, isi media merupakan sumber informasi dominan, sehingga media lebih dituntut untuk menyajikan berita yang benar. Sebagai contoh disebutkan bahwa media harus bisa membedakan secara jelas mana yang merupakan peristiwa politik, dan mana yang merupakan pendapat politisi.
Syarat kedua yang diajukan oleh komisi adalah media harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik. Media dituntut untuk membangun relasi interaktif dengan publik dalam pengertian media menyodorkan suatu masalah kepada khalayak untuk dibahas bersama, meskipun tidak ada aturan hukum yang mewajibkan pers menjalankan fungsi ini.
Tokoh pers, Grove Paterson misalnya mendefinikan tanggung jawab sosial pers sebagai keharusan memastikan bahwa “koran adalah wakil masyarakat secara keseluruhan, bukan kelompok tertentu saja.” Bahkan ia secara tegas menyatakan bahwa “koran yang bebas bukan sekedar tampat mencari nafkah.”
Syarat yang ketiga adalah media harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok masyarakat. Media harus memahami kondisi semua kelompok dimasyarakat tanpa terjebak pada stereotype. Kemampuan ini akan menghindari terjadinya konflik sosial. Dan media mampu menjadi penafsir terhadap karakteristik suatu masyarakat dan memahaminya seperti aspirasi, kelemahan, dan prasangka mereka. syarat ini tidak akan ditemukan dalam teori libertarian.
Syarat keempat adalah media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat dalam hal-hal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrumen pendidik masyarakat sehingga media harus “memikul tanggung jawab sebagai pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.”
Sedangkan syarat terakhir yang diajukan oleh komisi kebenaran pers adalah media “harus membuka akses ke berbagai sumber informasi.” Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang dimasa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnya. Lewat informasinya sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. (hal 104-110)
Teori tanggung jawab sosial ini merupakan kontruk transformatif terhadap pemikiran aliran libertarian yang sudah duluan dikenal dalam masyarakat media di Amerika terutama dalam dua hal. Pertama, teori libertarian menganggap akses bebas ke informasi akan tercipta dengan sendirinya. Namun, akses itu harus diupayakan. Akses itu tidak akan ada jika khalayak bersikap pasif terhadap informasi terbatas yang disodorkan kepadanya.
Disebutkan dalam buku ini bahwa American Society of Newspaper Editors, Sigma Delta Chi dan berbagai asosiasi profesi lainnya harus membentuk komisi-komisi untuk memperjuangkan hak terhadap informasi itu. Para jurnalis terkemuka seperti James Reston, James Pope dan Erwin Canham, tak henti-hentinya mengingatkan bahwa masyarakat demokratis berada dalam bahaya jika sensor dan pembatasan informasi tidak dicegah.
Sementara yang Kedua, teori libertarian menganggap media adalah urusan individu, bukan urusan masyarakat, bahkan menyatakan bahwa individu boleh berbeda kepentingan terhadap media, dan hal itu akan membuahkan hasil positif berupa gagasan atau ide yang lebih baik.
Yang terlihat sekarang kemajuan Amerika sangat pesat dalam hal apa saja terutama ekonomi. Apakah ini karena kebebasan pers di negara itu sangat tinggi? Apakah tingkat kemakmuran suatu negara sangat ditentukan oleh kebebasan pers? Kemudian, apakah ketertinggalan Indonesia disebabkan oleh lamanya tidak ada kebebasan pers? Apakah ada kaitan antara kebebasan pers dengan pembangunan ekonomi? Tidak ada jawaban yang pasti.
Dalam sebuah seminar /workshop di Universitas Indonesia (11/02/04) seorang pembicara dengan mengutip hasil riset World Bank mengungkapkan bahwa negara-negara yang sekarang maju umumnya karena di negara itu kebebasan persnya tergolong tinggi. Nah, ketertinggalan Indonesia salah satunya mungkin disebabkan karena di sini rendahnya kebebasan pers (terutama pada masa Orde Baru)
Penulis : William L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson
Penerjemah : Haris Munandar dan Dudy Priatna
Penerbit : Kencana, Jakarta, Cetakan I, Desember 2003
Tebal : X+353 Halaman
Bagaimana kedudukan pers dalam masyarakat Amerika? Bagaimana hubungan Pers dengan pemerintah di Amerika serta bagaimana kebebasan pers di Amerika diperjuangkan? Jawabannya akan anda temukan dalam buku yang ditulis oleh tiga pakar media ini: William L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson. Buku ini termasuk buku yang lebih lengkap tentang sejarah pers di Amerika.
Dalam buku setebal 353 halaman ini, misalnya dibahas tentang sejarah pers dan kebebasan di Amarika dari sejak awal kelahiran negara ini sampai sekarang. Di samping itu bagaimana sulitnya memperjuangkan kebebasan pada tahap pertama dan hegemoni dari pemerintah, sejarah teori libertarian, hubungan antara pers dan presiden dan juga kritikan-kritikan terhadap pers. Semuanya dapat ditemukan dalam buku ini.
Semua pembahasan ini menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat Amerika kepada media. Media sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat Amerika, dari persoalan politik, hukum, ekonomi dan kebudayaan semuanya tidak dilepaskan dari adanya ketergantungan masyarakat Amerika kepada media.
Buku ini mencoba memotret kebebasan pers yang dikembangkan di Amerika. Komisi Kebebasan Pers menyatakan lima syarat yang dituntut masyarakat modern dari pers. Namun syarat-syarat yang diajukan oleh komisi bukan hasil pemikiran komisi, melainkan diajukan oleh para tokoh media massa sendiri.
Syarat yang pertama adalah media harus menyajikan “pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas.” Media dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan sebagai murni sebagai pendapat.
Namun, di sini komisi membedakan kriteria kebenaran menurut ukuran masyarakat, masyarakat sederhana dan masyarakat modern. Dalam masyarakat sederhana, kebenaran akan dicari dengan cara membandingkan pemberitaan media dengan informasi dari sumber-sumber lain.
Sementara dalam masyarakat modern, isi media merupakan sumber informasi dominan, sehingga media lebih dituntut untuk menyajikan berita yang benar. Sebagai contoh disebutkan bahwa media harus bisa membedakan secara jelas mana yang merupakan peristiwa politik, dan mana yang merupakan pendapat politisi.
Syarat kedua yang diajukan oleh komisi adalah media harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik. Media dituntut untuk membangun relasi interaktif dengan publik dalam pengertian media menyodorkan suatu masalah kepada khalayak untuk dibahas bersama, meskipun tidak ada aturan hukum yang mewajibkan pers menjalankan fungsi ini.
Tokoh pers, Grove Paterson misalnya mendefinikan tanggung jawab sosial pers sebagai keharusan memastikan bahwa “koran adalah wakil masyarakat secara keseluruhan, bukan kelompok tertentu saja.” Bahkan ia secara tegas menyatakan bahwa “koran yang bebas bukan sekedar tampat mencari nafkah.”
Syarat yang ketiga adalah media harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok masyarakat. Media harus memahami kondisi semua kelompok dimasyarakat tanpa terjebak pada stereotype. Kemampuan ini akan menghindari terjadinya konflik sosial. Dan media mampu menjadi penafsir terhadap karakteristik suatu masyarakat dan memahaminya seperti aspirasi, kelemahan, dan prasangka mereka. syarat ini tidak akan ditemukan dalam teori libertarian.
Syarat keempat adalah media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat dalam hal-hal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrumen pendidik masyarakat sehingga media harus “memikul tanggung jawab sebagai pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.”
Sedangkan syarat terakhir yang diajukan oleh komisi kebenaran pers adalah media “harus membuka akses ke berbagai sumber informasi.” Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang dimasa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnya. Lewat informasinya sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. (hal 104-110)
Teori tanggung jawab sosial ini merupakan kontruk transformatif terhadap pemikiran aliran libertarian yang sudah duluan dikenal dalam masyarakat media di Amerika terutama dalam dua hal. Pertama, teori libertarian menganggap akses bebas ke informasi akan tercipta dengan sendirinya. Namun, akses itu harus diupayakan. Akses itu tidak akan ada jika khalayak bersikap pasif terhadap informasi terbatas yang disodorkan kepadanya.
Disebutkan dalam buku ini bahwa American Society of Newspaper Editors, Sigma Delta Chi dan berbagai asosiasi profesi lainnya harus membentuk komisi-komisi untuk memperjuangkan hak terhadap informasi itu. Para jurnalis terkemuka seperti James Reston, James Pope dan Erwin Canham, tak henti-hentinya mengingatkan bahwa masyarakat demokratis berada dalam bahaya jika sensor dan pembatasan informasi tidak dicegah.
Sementara yang Kedua, teori libertarian menganggap media adalah urusan individu, bukan urusan masyarakat, bahkan menyatakan bahwa individu boleh berbeda kepentingan terhadap media, dan hal itu akan membuahkan hasil positif berupa gagasan atau ide yang lebih baik.
Yang terlihat sekarang kemajuan Amerika sangat pesat dalam hal apa saja terutama ekonomi. Apakah ini karena kebebasan pers di negara itu sangat tinggi? Apakah tingkat kemakmuran suatu negara sangat ditentukan oleh kebebasan pers? Kemudian, apakah ketertinggalan Indonesia disebabkan oleh lamanya tidak ada kebebasan pers? Apakah ada kaitan antara kebebasan pers dengan pembangunan ekonomi? Tidak ada jawaban yang pasti.
Dalam sebuah seminar /workshop di Universitas Indonesia (11/02/04) seorang pembicara dengan mengutip hasil riset World Bank mengungkapkan bahwa negara-negara yang sekarang maju umumnya karena di negara itu kebebasan persnya tergolong tinggi. Nah, ketertinggalan Indonesia salah satunya mungkin disebabkan karena di sini rendahnya kebebasan pers (terutama pada masa Orde Baru)
Tags:
Resensi