Aceh Itu Lucu

Yah, Aceh itu lucu! Tentu saja kesimpulan ini terlalu prematur serta terbuka untuk diperdebatkan. Bagi yang tak setuju, pasti akan mengajukan pertanyaan: Apanya yang lucu? Bukankah apa yang lahir dan terjadi di Aceh, lebih banyak terlampau serius. Lalu, di mana letak lucunya?

Oh ya, penilaian itu sah-sah saja. Tapi, jangan salah juga, meski banyak kebijakan lahir karena faktor betapa seriusnya orang yang pegang kuasa di Aceh, tetap ada juga sisi lucunya.

Saking seriusnya Aceh, kita tak boleh melucu. Tapi, faktanya, dalam kondisi perang pun, orang Aceh masih sempat melucu. Tidak percaya? Silahkan baca buku kumpulan humor tentang Aceh, “Geer Aceh Merdeka (GAM)” terbitan Garba Budaya. Buku ini berisi cerita unik terkait perang Aceh.

Jika buku itu tak cukup meyakinkan anda bahwa Aceh ini lucu, silahkan simak cerita-cerita dalam episode perang Aceh yang berdarah-darah itu. Sebab, di tengah kondisi yang sangat tegang, orang Aceh masih sempat melucu. Kita sudah sering mendengar ungkapan begini: Lam film, perang sep biet-biet, tapi mate pura-pura. Di Aceh, perang pura-pura, tapi mate biet-biet*. Ini membuktikan, orang Aceh memandang perang itu sebagai sebuah sandiwara belaka.

Daripada berdebat panjang lebar seperti di TV-TV, tapi tak jelas kesimpulannya, yuk kita simak saja beberapa hal lucu yang pernah terjadi di Aceh. Jangan kaitkan dengan apapun ya, ini murni hanya untuk memperlihatkan betapa lucunya Aceh.

Kebijakan Rok 
Masih ingat kebijakan Bupati Aceh Barat, Ramli? Saat memimpin Aceh Barat, sang Bupati mengeluarkan kebijakan wanita wajib memakai rok. Siapa pun yang masuk ke kantor Bupati tidak pakai rok, maka tak akan dilayani. Pemkab pun kemudian sibuk memikirkan proyek pengadaan rok. Tak pelak, permintaan rok di Meulaboh meningkat. Satu sisi menguntungkan penjual, tapi di sisi lain tak sedikit pula penjual rok yang diminta menyumbang untuk menutupi kebutuhan rok.

Kebijakan itu tak hanya gempar di Meulaboh, tapi juga hingga ke Banda Aceh. Dalam beberapa kesempatan, kebijakan rok itu menjadi trending topics (isu yang sedang hangat dibincangkan). Saya menyimak sendiri beberapa obrolan di warung kopi.

+ Wah, Bupati kok otaknya dalam rok ya
- Tapi itu kebijakan bagus loh. Top markotop

+ Bagus apanya. Ini hanya kedok untuk menutupi kelemahan. Dia tak punya visi
- Secara agama kan kebijakan itu harus didukung, biar perempuan berpakaian islami

+ Alah, mana ada itu. Paling karena dia tak punya program saja.
- Jangan negative thinking lah

+ Bukan negative thinking hai. Ini positive thinking malah. Paling dia ingin terkenal. Isu syariat sekarang kan paling laku dijual
- Nyerah deh kalau udah singgung-singgung syariat. Aku gak komen

+ Tahu nggak, pasti ada udang di balik bak wan (eh di balik kebijakan rok)
- Jangan ngawur deh. Magrib-magrib kok ngawur

+ Bukan ngawur. Coba perhatikan kalau pakai rok kan paling gampang disibak. Beda dengan celana Jeans, butuh waktu.
- Apaan sih!

Kebijakan Ngangkang
Peristiwa lucu lainnya terjadi baru-baru ini. Di Lhokseumawe, sang Walikota mengeluarkan surat edaran. Isinya melarang perempuan yang dibonceng duduk dengan cara mengangkang. Kebijakan ini juga tak kalah hebohnya dari kebijakan wajib pakai rok Bupati Ramli.

Walikota beralasan, kebijakan itu dikeluarkan karena melihat banyak sekali muda-mudi duduknya dengan cara ‘pheng’ alias ngangkang. Menurutnya, cara duduk seperti itu membahayakan dan rawan mesum, apalagi iman para pemuda di Lhokseumawe sangat lemah. Nah, tak pelak kebijakan itu mengundang pro dan kontra.

“Walikota kayak nggak pernah muda ya?” begitu komentar orang-orang yang berkomentar.
“Dia enak tak perlu ngangkang, anak gadisnya juga nggak perlu ngangkang, karena kemana-mana pakai mobil,” komentar orang lain lagi.

“Mungkin dia kalau tidurin istrinya tak pake gaya ngangkang ya,” kata orang lain lagi.

Orang Bugil Ngurus Dayah 
Lupakan dulu soal ngangkang. Karena ternyata, banyak kejadian lain justru lebih lucu. Bayangkan, dalam mutasi beberapa waktu lalu, seorang pelaku mesum berinisial HBU yang diciduk Wilayatul Hisbah (WH) sedang bugil di sebuah Salon di Banda Aceh diberi jabatan strategis sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SDM pada Badan Pendidikan Pembinaan Dayah (BPPD) Provinsi Aceh.

Itu sangat ironis. Padahal, pemerintah Aceh sedang bersemangatnya menegakkan Syariat Islam secara kaffah. “Lucunya, dia diberi jabatan untuk mengurusi dayah, pasti hancur deh moral aneuk nanggroe,” komentar beberapa orang. Olok-olokan serupa sangat mudah kita temui di Twitter, Facebook dan Blackberry Messenger (BBM). Untung saja, beberapa waktu lalu yang bersangkutan dicabut SK-nya.

Orang Meninggal Dapat Jabatan
Ini benar-benar Aceh (eh aneh) tapi nyata. Selain melantik pelaku mesum, ternyata mutasi dan pelatikan pejabat eselon III dan IV di jajaran Pemerintah Aceh membuat kita tak naik ketawa (han ek takhem). Pasalnya orang yang sudah meninggal setahun lalu masuk dalam list nama pejabat yang dilantik.

Sang pejabat yang meninggal itu diketahui bernama Rahmad Hidayat, SH, MH. Dia dilantik menjadi pejabat eleson IV sebagai Kasubbag Pembinaan Hukum Kabupaten/Kota pada Biro Hukum Setda Aceh, padahal Rahmat telah meninggal pada Januari 2012 silam. Banyak tudingan miring dialamatkan terhadap Gubernur Aceh. Ada juga yang meminta agar Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh, Nasrullah Muhammad diganti. Kekeliruan itu dianggap tak terlepas dari buruknya dan tidak becusnya orang di BKPP.

Dalam mutasi beberapa waktu lalu, Gubernur Aceh pun mengganti Kepala BKPP, Nasrullah Muhammad. Jabatannya diberikan kepada TA Rasyid.

Pernah DPO Jadi Kadis
Jika saya punya kuasa di Museum Rekor Indonesia (MURI) seperti Jaya Suprana, maka saya akan perjuangkan Pemerintah Aceh masuk rekor MURI. Alasannya, tak hanya melantik pelaku mesum, memberi jabatan orang yang sudah meninggal, tetapi juga melantik orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) menjadi Kepala Dinas.

Seperti banyak dilansir media, Safwan SE dilantik menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh. Padahal, yang bersangkutan masuk DPO Polres Lhokseumawe sejak 10 Agustus 2011. Safwan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penipuan terhadap Mukhlis, seorang hakim yang kini bertugas di Pengadilan Tapaktuan.

Nilai utang-piutang itu pun tak tanggung-tanggung. Rp270 juta. Disebutkan, Safwan meminjam uang dari Mukhlis Rp 270 juta dengan jaminan sertifikat tanah di kawasan Mon Geudong Lhokseumawe yang luasnya sekitar 3 ribu meter persegi. Dalam pertemuan itu juga disepakati utang dibayar paling lambat 5 April 2010. Bila tidak dilunasi maka tanah tersebut akan menjadi milik Muklis.

Begitulah kondisi nanggroe keuneubah indatu akhir-akhir ini. Satu sisi sangat memiriskan hati, namun di sisi lain kejadian-kejadian tersebut jadi bahan tertawaan masyarakat Aceh. Kapan juga kita bisa tertawa jika Aceh serius melulu, ya kan? []

----> * Lam film, perang sep biet-biet, tapi mate pura-pura. Di Aceh, perang pura-pura, tapi mate biet-biet. (Di dalam film perangnya benaran, tapi matinya pura-pura. Di Aceh, perangnya pura-pura tapi matinya serius) 

Post a Comment

Previous Post Next Post