Malam ini, seperti biasanya saya tak dapat tidur. Penyakit sulit tidur ini sudah lama menjadi bagian dari perjalanan hidup saya, apalagi di saat musim bola seperti sekarang ini. Tetapi, malam ini saya tak menonton bola, hanya bermain-main dengan komputer pentium 4 ku dan mencoba mencari berbagai ilmu untuk memperbaharui tampilan Home Page ini agar lebih bagus, tetapi tetap masih seperti yang kalian lihat. Namun saya sudah berusaha. Dan inilah perjuangan terbesar saya.
Oya, kebiasaan tidak dapat tidur seperti malam ini sudah saya pelihara sejak masih sekolah di SLTA dulu, apalagi saat itu saya baru dibelikan mesin oleh Bapak saya dari seorang kenalannya, jadilah malam selalu saya habiskan dengan mesin tik itu. Meski saat itu tak satupun tulisan berhasil saya hasilkan, tetapi yang patut dicatat saya sudah mulai menulis. Baru ketika mau naik ke kelas II, untuk pertama kalinya cerpen saya dimuat di Koran WASPADA Medan dengan judul "Potret Tua", setelah itu cerpen "Parjo", cuma ini saja, dan ini menjadi cerpen terakhir yang sempat aku hasilkan dan dimuat di Koran. Memang selepas itu, ada beberapa lagi yang saya tulis tapi tak tahu entah di mana dan menjadi sampah di ruang redaksi koran itu.
Lama kelamaan, jiwa menulis cerpen itu cepat menghilang, dan diganti dengan keinginan untuk menulis yang lebih serius seperti artikel/opini di media. Saat masih pake mesin tik, memang belum ada tulisan serius yang berhasil saya buat, meski proses belajar terus menerus saya asah, karena hasrat saya ingin menjadi penulis besar (semoga bukan mimpi belaka). Baru ketika menjadi mahasiswa, dan tepat di bulan puasa (tahun 2001) untuk pertama kalinya tulisan saya dimuat di Koran Serambi Indonesia dengan judul "Puasa Menahan Nafsu Jahat", setelah itu sudah sering tulisan saya masuk di halaman opini di koran terbesar di Aceh itu.
Sampai sekarang saya merasa kemampuan menulis saya biasa-biasa saja, tidak ada peningkatan. Kadang saya mengeluh, kenapa tak ada peningkatan dalam hal menulis padahal saya membiasakan diri menulis setiap saat. Sempat juga terlintas di kepala untuk berhenti menjadi penulis dan mencari alternatif profesi lain yang sesuai untuk ku, tapi tak pernah dapat.
Akhirnya mau tak mau saya terus belajar menulis. Meski media banyak yang tidak memuat tulisan saya, tak menjadi soal, karena tugas saya hanya menulis, dan tugas media memuatnya, kalau gak dimuat itu urusan mereka, yang penting tugas saya selesai. Dan selama saya tinggal di Jakarta yang macet ini, saya mencoba menulis dengan perpektif yang lebih luas agar sesuai dengan konsumsi koran nasional, dan alhamdulillah berhasil, di mana pada 14 April 2004 untuk pertama kalinya tulisan saya dimuat di koran sore SINAR HARAPAN dengan judul "Penyelesaian Aceh Pascapemilu." Saat itu aku sangat senang dan semakin bersemangat untuk menjadi penulis....tetapi lama ditunggu tulisan saya hanya dimuat sekali. Meski pascatsunami tulisan saya sudah mulai dimuat lagi, tetapi aktivitas saya menulis sebelumnya tidak pernah saya hentikan, termasuk malam ini.
Malam ini, sebenarnya aku hendak menyelesaikan artikel untuk sebuah lomba, tetapi sampai saya menulis kisah 'basi' ini belum juga kelar, padahal tenggat waktu akhir penyerahan naskah sudah hampir dekat. Saya semakin asyik dengan browsing di internet dan mencari apa saja, yang bisa membantu saya menjadi penulis besar.
Jadilah malam saya, selalu berkutat dengan internet dan menulis apa saja, sampai saya kehilangan hasrat untuk menulis, dan tak tahu apa yang harus saya tulisan. Banyak plan menulis artikel sampai terbengkalai dan lewat tenggat aktual tulisan itu untuk dibuat. Selain itu, tubuh saya semakin kurus, dan penyakitan, meski tak pernah sakit secara serius, tapi berbahaya bagi kesehatan saya. Coba bayangkan, saya baru tidur selepas shalat subuh, dan bangun kira-kiran jam 11 siang, selepas ini saya kembali larut dalam aktivitas ini, meski kadang-kadang saya kecewa seperti ini. Karena banyak waktu saya habiskan sia-sia, sementara tulisan tak banyak yang saya hasilkan.
Banyak sekali ide menulis Novel hilang begitu saja, karena lupa ditulis. Padahal setting dan alur ceritanya sudah tergambar di kepala, namun hasrat untuk menulis itu tak kunjung juga datang. Haruskah saya mengubah lagi orientasi hidup saya dan menulis ulang sejarah hidup saya bukan lagi sebagai penulis?
Oya, kebiasaan tidak dapat tidur seperti malam ini sudah saya pelihara sejak masih sekolah di SLTA dulu, apalagi saat itu saya baru dibelikan mesin oleh Bapak saya dari seorang kenalannya, jadilah malam selalu saya habiskan dengan mesin tik itu. Meski saat itu tak satupun tulisan berhasil saya hasilkan, tetapi yang patut dicatat saya sudah mulai menulis. Baru ketika mau naik ke kelas II, untuk pertama kalinya cerpen saya dimuat di Koran WASPADA Medan dengan judul "Potret Tua", setelah itu cerpen "Parjo", cuma ini saja, dan ini menjadi cerpen terakhir yang sempat aku hasilkan dan dimuat di Koran. Memang selepas itu, ada beberapa lagi yang saya tulis tapi tak tahu entah di mana dan menjadi sampah di ruang redaksi koran itu.
Lama kelamaan, jiwa menulis cerpen itu cepat menghilang, dan diganti dengan keinginan untuk menulis yang lebih serius seperti artikel/opini di media. Saat masih pake mesin tik, memang belum ada tulisan serius yang berhasil saya buat, meski proses belajar terus menerus saya asah, karena hasrat saya ingin menjadi penulis besar (semoga bukan mimpi belaka). Baru ketika menjadi mahasiswa, dan tepat di bulan puasa (tahun 2001) untuk pertama kalinya tulisan saya dimuat di Koran Serambi Indonesia dengan judul "Puasa Menahan Nafsu Jahat", setelah itu sudah sering tulisan saya masuk di halaman opini di koran terbesar di Aceh itu.
Sampai sekarang saya merasa kemampuan menulis saya biasa-biasa saja, tidak ada peningkatan. Kadang saya mengeluh, kenapa tak ada peningkatan dalam hal menulis padahal saya membiasakan diri menulis setiap saat. Sempat juga terlintas di kepala untuk berhenti menjadi penulis dan mencari alternatif profesi lain yang sesuai untuk ku, tapi tak pernah dapat.
Akhirnya mau tak mau saya terus belajar menulis. Meski media banyak yang tidak memuat tulisan saya, tak menjadi soal, karena tugas saya hanya menulis, dan tugas media memuatnya, kalau gak dimuat itu urusan mereka, yang penting tugas saya selesai. Dan selama saya tinggal di Jakarta yang macet ini, saya mencoba menulis dengan perpektif yang lebih luas agar sesuai dengan konsumsi koran nasional, dan alhamdulillah berhasil, di mana pada 14 April 2004 untuk pertama kalinya tulisan saya dimuat di koran sore SINAR HARAPAN dengan judul "Penyelesaian Aceh Pascapemilu." Saat itu aku sangat senang dan semakin bersemangat untuk menjadi penulis....tetapi lama ditunggu tulisan saya hanya dimuat sekali. Meski pascatsunami tulisan saya sudah mulai dimuat lagi, tetapi aktivitas saya menulis sebelumnya tidak pernah saya hentikan, termasuk malam ini.
Malam ini, sebenarnya aku hendak menyelesaikan artikel untuk sebuah lomba, tetapi sampai saya menulis kisah 'basi' ini belum juga kelar, padahal tenggat waktu akhir penyerahan naskah sudah hampir dekat. Saya semakin asyik dengan browsing di internet dan mencari apa saja, yang bisa membantu saya menjadi penulis besar.
Jadilah malam saya, selalu berkutat dengan internet dan menulis apa saja, sampai saya kehilangan hasrat untuk menulis, dan tak tahu apa yang harus saya tulisan. Banyak plan menulis artikel sampai terbengkalai dan lewat tenggat aktual tulisan itu untuk dibuat. Selain itu, tubuh saya semakin kurus, dan penyakitan, meski tak pernah sakit secara serius, tapi berbahaya bagi kesehatan saya. Coba bayangkan, saya baru tidur selepas shalat subuh, dan bangun kira-kiran jam 11 siang, selepas ini saya kembali larut dalam aktivitas ini, meski kadang-kadang saya kecewa seperti ini. Karena banyak waktu saya habiskan sia-sia, sementara tulisan tak banyak yang saya hasilkan.
Banyak sekali ide menulis Novel hilang begitu saja, karena lupa ditulis. Padahal setting dan alur ceritanya sudah tergambar di kepala, namun hasrat untuk menulis itu tak kunjung juga datang. Haruskah saya mengubah lagi orientasi hidup saya dan menulis ulang sejarah hidup saya bukan lagi sebagai penulis?
Tags:
serba serbi