Bukti Superioritas Gus Dur
Dalam minggu ini, berita yang paling menyita perhatian adalah perpecahan di internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Perpecahan itu bermula dari rapat pleno di kantor DPP PKB, Jl Kalibata, Rabu 26 Maret lalu. Rapat yang dihadiri oleh anggota Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz, secara mengejutkan menjadi forum melengserkan Muhaimin Iskandar dari kursi Ketua Umum DPP PKB.
Posisi Muhaimin benar-benar terancam ketika 20 dari 30 peserta rapat pleno memintanya mengundurkan diri dari posisi Ketua Umum partai sembilan bintang itu. Sementara 5 orang meminta posisi Muhaimin diputuskan dalam Muktamar Luar Biasa (MLB), tiga orang menolak MLB, dan 2 orang lainnya menyatakan abtain.
Menurut kubu Muhaimin, rapat pleno itu dimotori oleh 5 orang yang sengaja menjatuhkan dirinya, seperti Yenny Wahid, Muslim Abdurrahman, Hermawi F Taslim, M Ikhsan, dan Aris Djunaidi dinyatakan tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur. Demikian disampaikan salah satu Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding dalam jumpa pers di Setiabudi Building, Kuningan, Jakarta, Kamis (27/3)
Proses pencopotan Muhaimin Iskandar selaku ketua dewan tanfidz DPP PKB diduga karena melanggar AD/ART partai. Padahal, seorang pengurus dapat dilengserkan dari kepengurusan hanya karena menderita sakit, meninggal dunia, atau berhalangan tetap. Sementara kondisi itu tidak terjadi pada Muhaimin. Pelengseran seorang posisi ketua umum melalui sidang pleno, hal itu belum diatur dalam AD/ART partai. Setidaknya begitulah yang disampaikan mantan Sekjen PKB Lukman Edy menjawab pertanyaan wartawan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (27/3). Lukman sendiri juga sudah duluan dicopot dari posisi Sekjen Partai ketika diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Publik, tentu saja bertanya-tanya. Apa yang terjadi PKB? Tak henti-hentinya partai yang berbasis kaum nadhiyin itu berkonflik. Sejak pertama didirikan, partai ini sudah beberapa kali dilanda konflik internal. Di luar konflik dengan pengurus NU yang masih dijabat oleh Hasyim Muzadi, konflik yang paling parah terjadi antara Matori Abdul Jalil, mantan Ketua Umum PKB pertama. Matori dipecat dari Ketua Umum DPP PKB karena secara terbuka mendukung Megawati sebagai presiden, ketika posisi Gus Dur sedang gencar-gencarnya digoyang oleh MPR dan DPR.
Saat itu Matori menjabat sebagai Wakil Ketua MPR mewakil PKB, dan menjadi salah satu pengurus PBK yang menghadiri sidang istimewa MPR 2001 yang memberhentikan KH Abdurrahman Wahid dari kursi presiden. Keikutsertaan Matori dalam sidang yang dimotori oleh Amien Rais cs itu, dianggap sebagai pembangkangan terhadap Gus Dur. Karena, sikap PKB secara resmi saat itu adalah mempertahankan posisi Gus Dur sampai 2004. Belum lagi, apa yang dilakukan oleh Matori bertentangan dengan sikap politik PKB yang menganggap SI MPR tidak sah, dan meminta semua anggota MPR dari PKB dilarang menghadirinya.
Meskipun sudah ada keputusan resmi dari PKB, Matori tetap menghadirinya. Tindakan itu membuat Gus Dur murka, dan memecatnya dari kursi Ketua Umum DPP PKB.
Pemecatan sepihak itu dianggap tidak sah oleh kubu PKB Pro Matori yang beralasan bahwa pemecatan itu dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar, seperti melalui Musyawarah Luar biasa, atau rapat tertinggi partai. Karenanya, pihak Matori menggelar muktamar PKB yang salah satu keputusannya tetap mempertahankannya sebagai Ketua Umum.
Langkah politik Matori ini, ditanggapi oleh kubu Gus Dur dengan menggelar muktamar istimewa PKB di Yogyakarta, yang mengesahkan pemecatan Matori Abdul Djalil dari Ketua Umum DPP PKB sekaligus memilih kepengurusan baru dengan Alwi Shihab sebagai ketua umumnya.
Perseturuan itu, akhirnya membuat PKB terpecah dua. Ada PKB Batutulis di mana Matori sebagai ketua umumnya, dan PKB Kuningan di bawah pimpinan Alwi Shihab. Saat itu masing-masing kubu ingin diakui sebagai PKB yang sah, melalui jalur pengadilan. Meski pada akhirnya, PKB Alwi Shihab yang dianggap sebagai PKB yang sah setelah keluarnya keputusan Mahkamah Agung. Matori sendiri kemudian membentuk PEKADE, Partai Kejayaan Demokrasi. Sayangnya, partai tersebut tidak lolos verfikasi dan tidak bisa mengikuti pemilu 2004.
Ternyata peristiwa pemecatan dan pencopotan di Partai bentukan ulama NU itu tidak berhenti sampai di situ. Pasca Matori, banyak pengurus teras PKB yang juda dicopot, seperti Alwi Shihab, Saifullah Yusuf, Lukman Edi, dan beberapa orang lagi. Di samping ada juga yang memilih mengundurkan diri dan bergabung dengan partai lain seperti Rieke Diah Pitaloka, menyeberang ke PDI Perjuangan.
Kasus terakhir, dan sedang heboh-hebohnya di media sekarang adalah pemecatan Muhaimin Iskandar. Pencopotan Muhaimin sama sekali bukan lagi sebuah kejutan bagi kader partai tersebut, khususnya bagi yang sudah pernah mengalami hal serupa. Pemecatan di PKB sudah dianggap hal yang sudah biasa.
”Main copot dan pecat di PKB itu sudah biasa, nggak aneh lagi sebagaimana pernah dialami oleh Alwi Shihab dan kader-kader lain di banyak daerah,” ujar Idham Chalid, kader PKB yang juga sudah duluan dipecat dari PKB.
Idham Chalid sendiri dicopot dari PKB karena ikut menentang hasil Muktamar Semarang, yang memilih Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum DPP PKB. Idham Chalid sekarang menjabat sebagai Sekjend Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) pimpinan Alwi Shihab. Bagi Idham, apa yang menimpa Muhaimin sekarang adalah karma, karena hal itu pernah dilakukan Muhaimin terhadap lawan-lawan politiknya (yang menentang Muktamar Semarang) seperti dirinya.
Menurut Idham, pemecatan terhadap Muhaimin sangat berbeda dengan kondisi saat Alwi dipecat. Pemecatan terhadap Alwi mendapat reaksi yang luar biasa dari para kiai sepuh NU, yang berpengaruh. Sementara pemecatan terhadap Muhaimin, ujar Idham, dalam posisi sendirian, tidak ada reaksi dari ulama yang menunjukkan bahwa Muhaimin didukung oleh para kiai. ”Mungkin orang akan bilang bahwa ini semacam karma untuk Muhaimin,” kata Idham.
Bagi Idham, pemecatan Muhaimin dinilai aneh, karena Muhaimin dipilih langsung melalui Muktamar.Menurut Idham, jika Muhaimin saja bisa dipecat, bagaimana dengan jabatan-jabatan lain yang dipilih oleh formatur? ”Ini berarti semakin menegaskan bahwa pengurus partai hanya sebagai pajangan belaka, yang setiap waktu bisa dibongkar pasang. Partai tidak lagi menjadi milik kader yang berjuang dari bawah,” tegas Idham seperti dikutip koran Wawasan, Jumat (28/3).
Idham berharap, agar Muhaimin menunjukkan bahwa dirinya sebagai pemimpin yang sebenarnya. ”Apakah dia bisa tampil menunjukkan bahwa kekuatan dan pengaruhnya? Atau dia memang hanya besar di bawah bayang-bayang Gus Dur,” katanya.
NB: sudah dimuat di halaman fokus Harian Aceh, Senin 31 Maret 2008
Dalam minggu ini, berita yang paling menyita perhatian adalah perpecahan di internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Perpecahan itu bermula dari rapat pleno di kantor DPP PKB, Jl Kalibata, Rabu 26 Maret lalu. Rapat yang dihadiri oleh anggota Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz, secara mengejutkan menjadi forum melengserkan Muhaimin Iskandar dari kursi Ketua Umum DPP PKB.
Posisi Muhaimin benar-benar terancam ketika 20 dari 30 peserta rapat pleno memintanya mengundurkan diri dari posisi Ketua Umum partai sembilan bintang itu. Sementara 5 orang meminta posisi Muhaimin diputuskan dalam Muktamar Luar Biasa (MLB), tiga orang menolak MLB, dan 2 orang lainnya menyatakan abtain.
Menurut kubu Muhaimin, rapat pleno itu dimotori oleh 5 orang yang sengaja menjatuhkan dirinya, seperti Yenny Wahid, Muslim Abdurrahman, Hermawi F Taslim, M Ikhsan, dan Aris Djunaidi dinyatakan tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur. Demikian disampaikan salah satu Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding dalam jumpa pers di Setiabudi Building, Kuningan, Jakarta, Kamis (27/3)
Proses pencopotan Muhaimin Iskandar selaku ketua dewan tanfidz DPP PKB diduga karena melanggar AD/ART partai. Padahal, seorang pengurus dapat dilengserkan dari kepengurusan hanya karena menderita sakit, meninggal dunia, atau berhalangan tetap. Sementara kondisi itu tidak terjadi pada Muhaimin. Pelengseran seorang posisi ketua umum melalui sidang pleno, hal itu belum diatur dalam AD/ART partai. Setidaknya begitulah yang disampaikan mantan Sekjen PKB Lukman Edy menjawab pertanyaan wartawan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (27/3). Lukman sendiri juga sudah duluan dicopot dari posisi Sekjen Partai ketika diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Publik, tentu saja bertanya-tanya. Apa yang terjadi PKB? Tak henti-hentinya partai yang berbasis kaum nadhiyin itu berkonflik. Sejak pertama didirikan, partai ini sudah beberapa kali dilanda konflik internal. Di luar konflik dengan pengurus NU yang masih dijabat oleh Hasyim Muzadi, konflik yang paling parah terjadi antara Matori Abdul Jalil, mantan Ketua Umum PKB pertama. Matori dipecat dari Ketua Umum DPP PKB karena secara terbuka mendukung Megawati sebagai presiden, ketika posisi Gus Dur sedang gencar-gencarnya digoyang oleh MPR dan DPR.
Saat itu Matori menjabat sebagai Wakil Ketua MPR mewakil PKB, dan menjadi salah satu pengurus PBK yang menghadiri sidang istimewa MPR 2001 yang memberhentikan KH Abdurrahman Wahid dari kursi presiden. Keikutsertaan Matori dalam sidang yang dimotori oleh Amien Rais cs itu, dianggap sebagai pembangkangan terhadap Gus Dur. Karena, sikap PKB secara resmi saat itu adalah mempertahankan posisi Gus Dur sampai 2004. Belum lagi, apa yang dilakukan oleh Matori bertentangan dengan sikap politik PKB yang menganggap SI MPR tidak sah, dan meminta semua anggota MPR dari PKB dilarang menghadirinya.
Meskipun sudah ada keputusan resmi dari PKB, Matori tetap menghadirinya. Tindakan itu membuat Gus Dur murka, dan memecatnya dari kursi Ketua Umum DPP PKB.
Pemecatan sepihak itu dianggap tidak sah oleh kubu PKB Pro Matori yang beralasan bahwa pemecatan itu dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar, seperti melalui Musyawarah Luar biasa, atau rapat tertinggi partai. Karenanya, pihak Matori menggelar muktamar PKB yang salah satu keputusannya tetap mempertahankannya sebagai Ketua Umum.
Langkah politik Matori ini, ditanggapi oleh kubu Gus Dur dengan menggelar muktamar istimewa PKB di Yogyakarta, yang mengesahkan pemecatan Matori Abdul Djalil dari Ketua Umum DPP PKB sekaligus memilih kepengurusan baru dengan Alwi Shihab sebagai ketua umumnya.
Perseturuan itu, akhirnya membuat PKB terpecah dua. Ada PKB Batutulis di mana Matori sebagai ketua umumnya, dan PKB Kuningan di bawah pimpinan Alwi Shihab. Saat itu masing-masing kubu ingin diakui sebagai PKB yang sah, melalui jalur pengadilan. Meski pada akhirnya, PKB Alwi Shihab yang dianggap sebagai PKB yang sah setelah keluarnya keputusan Mahkamah Agung. Matori sendiri kemudian membentuk PEKADE, Partai Kejayaan Demokrasi. Sayangnya, partai tersebut tidak lolos verfikasi dan tidak bisa mengikuti pemilu 2004.
Ternyata peristiwa pemecatan dan pencopotan di Partai bentukan ulama NU itu tidak berhenti sampai di situ. Pasca Matori, banyak pengurus teras PKB yang juda dicopot, seperti Alwi Shihab, Saifullah Yusuf, Lukman Edi, dan beberapa orang lagi. Di samping ada juga yang memilih mengundurkan diri dan bergabung dengan partai lain seperti Rieke Diah Pitaloka, menyeberang ke PDI Perjuangan.
Kasus terakhir, dan sedang heboh-hebohnya di media sekarang adalah pemecatan Muhaimin Iskandar. Pencopotan Muhaimin sama sekali bukan lagi sebuah kejutan bagi kader partai tersebut, khususnya bagi yang sudah pernah mengalami hal serupa. Pemecatan di PKB sudah dianggap hal yang sudah biasa.
”Main copot dan pecat di PKB itu sudah biasa, nggak aneh lagi sebagaimana pernah dialami oleh Alwi Shihab dan kader-kader lain di banyak daerah,” ujar Idham Chalid, kader PKB yang juga sudah duluan dipecat dari PKB.
Idham Chalid sendiri dicopot dari PKB karena ikut menentang hasil Muktamar Semarang, yang memilih Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum DPP PKB. Idham Chalid sekarang menjabat sebagai Sekjend Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) pimpinan Alwi Shihab. Bagi Idham, apa yang menimpa Muhaimin sekarang adalah karma, karena hal itu pernah dilakukan Muhaimin terhadap lawan-lawan politiknya (yang menentang Muktamar Semarang) seperti dirinya.
Menurut Idham, pemecatan terhadap Muhaimin sangat berbeda dengan kondisi saat Alwi dipecat. Pemecatan terhadap Alwi mendapat reaksi yang luar biasa dari para kiai sepuh NU, yang berpengaruh. Sementara pemecatan terhadap Muhaimin, ujar Idham, dalam posisi sendirian, tidak ada reaksi dari ulama yang menunjukkan bahwa Muhaimin didukung oleh para kiai. ”Mungkin orang akan bilang bahwa ini semacam karma untuk Muhaimin,” kata Idham.
Bagi Idham, pemecatan Muhaimin dinilai aneh, karena Muhaimin dipilih langsung melalui Muktamar.Menurut Idham, jika Muhaimin saja bisa dipecat, bagaimana dengan jabatan-jabatan lain yang dipilih oleh formatur? ”Ini berarti semakin menegaskan bahwa pengurus partai hanya sebagai pajangan belaka, yang setiap waktu bisa dibongkar pasang. Partai tidak lagi menjadi milik kader yang berjuang dari bawah,” tegas Idham seperti dikutip koran Wawasan, Jumat (28/3).
Idham berharap, agar Muhaimin menunjukkan bahwa dirinya sebagai pemimpin yang sebenarnya. ”Apakah dia bisa tampil menunjukkan bahwa kekuatan dan pengaruhnya? Atau dia memang hanya besar di bawah bayang-bayang Gus Dur,” katanya.
NB: sudah dimuat di halaman fokus Harian Aceh, Senin 31 Maret 2008
Tags:
fokus