Jika ada yang bertanya, mazhab apa yang dianut oleh umat Islam di Aceh sekarang ini? Ulama dayah atau intelektual Islam pasti akan langsung menjawab: mazhab Syafii. Jika ada yang bilang bukan mazhab Syafii, orang tersebut langsung dicap salah minum obat. Kita akui, memang mayoritas umat Islam (bukan hanya di Aceh), tapi di seluruh dunia, lebih banyak menganut mazhab Syafii, sebagian lainnya mazhab Hanafi, Hambali atau Maliki.
Jawaban di atas memang benar, meski tak seluruhnya benar. Sebab, belakangan ini, orang Aceh punya mazhab lain yang dianut, yaitu mazhab hana fee (baca: hanafi). Setidaknya demikian menurut seorang kawan saya, mengutip pernyataan almarhum RHM. “Jinoe mazhab yang hidup di Aceh kon le Syafii, tapi mazhab Hanafi (dari kata hana fee).” Pernyataan itu sekilas seperti sebuah humor yang tidak lucu. Sebab, semua orang tahu kalau di Aceh, yang berlaku adalah Syafii.
Saya sendiri jadi bertanya-tanya, apa sih mazhab hana fee tersebut? Apakah mazhab tersebut sama seperti mazhab yang merujuk kepada pemikiran fiqih Imam Abu Hanifah? Rupanya tidak demikian. Setelah mendengar penjelasan si kawan yang panjang lebar, saya sedikit mengerti apalagi ketika dipadankan dengan realita yang kita lihat sehari-hari, memang begitulah adanya. Di mana-mana orang selalu berbicara mazhab tersebut, seperti di warung kopi, kantor pemerintahan, di balai desa, atau di mana saja yang aman untuk membicarakannya. Sebab, mazhab hana fee tersebut seperti aib, karena hanya menjadi pembicaraan tingkat elit: seperti orang berduit, punya kuasa, punya rumah mewah, atau orang-orang yang matahu su meutaga. Kita sebut mazhab ini aib, karena jika pembicaraan soal mazhab ini diketahui orang ramai, pasti akan jadi polemik, dan ketika tak hati-hati, orang tersebut bisa tersangkut perkara hukum.
Makanya, sang pemangku kepentingan sangat berhati-hati, dan selalu bermain secantik mungkin. Meski kita akui, jika di luar, dia ingin terlihat sangat bersih, tanpa cela, dan tak pernah menganut mazhab tersebut. Padahal, di belakang, dia menggunakan jurus mazhab tersebut untuk kaya mendadak. Sebab, jika ingin kaya di Aceh, maka kita mesti harus menganut mazhab hana fee. Mazhab lain sama sekali tak berlaku, lebih-lebih menuruti apa yang sudah tertulis di dalam aturan agama yang kita anut. “Misue tadungo haba kitab, u tupe kap han tateumueng rasa” begitu orang-orang sering mengatakannya. Makanya, aturan seperti itu tak laku di Aceh. Di sini orang maunya jalan pintas, menggunakan mazhab hana fee.
Lalu, apa sih mazhab hana fee tersebut? Hana fee, berarti tidak ada bayaran, tak ada fee (fee adalah imbalan yang diberikan atas setiap keuntungan yang diterima pelaksana proyek atau program). Mazhab hana fee (baca: hanafi) berarti jika seseorang tak mampu memberikan fee atau imbalan keuntungan, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan proyek. Karena, bicara proyek sekarang, lebih banyak bergulat dengan fee: fee proyek, fee proposal, fee atas izin impor/ekspor. Seorang pejabat boleh saja bergaji kecil, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa kaya. Jika menempuh jalan pintas berupa korupsi, hal tersebut berbahaya bagi karir sebab akan tercium publik, dan ujung-ujungnya berakhir di penjara. Dan, ternyata sekarang ada cara mudah untuk cepat kaya yaitu melalui mazhab hana fee. Seorang pejabat akan memenangkan suatu tender jika mereka diberikan fee yang jelas.
Nah, kalau mereka diminta untuk memenangkan sebuah proyek, mereka akan bertanya, berapa fee yang akan saya dapatkan jika saya memenangkan proyek untuk anda? Dengan kata lain, hana fee berarti hana proyek. Hana proyek, berarti impian menjadi orang kaya baru tak akan kesampaian. Orang akhirnya mau membayar seberapa pun fee yang diminta (asal cocok dengan angka rasional), dan tidak saling memberatkan. Senang sama senang lah.
Inilah fenomena yang terjadi di Aceh. Kita jadi takut untuk mengatakan, bahwa para pejabat kita bersih dari mazhab hana fee. Sebab, mazhab tersebut lebih banyak 'diamalkan' di belakang meja, dan jauh dari pantauan. Makanya, saya ingin menyarankan kepada para kontraktor, baik lokal maupun nasional, berilah fee yang banyak kepada para pejabat, agar anda dimudahkan dalam urusan proyek atau tender. Semakin besar nilai fee yang anda tawarkan, semakin besar pula peluang anda memenangkan proyek. Tapi jangan sampai terjadi: mangat si pade, saket si berandang. Ujungnya harus masuk penjara!
Maka, mari kita sambut mazhab hana fee! (HA 151108)
Jawaban di atas memang benar, meski tak seluruhnya benar. Sebab, belakangan ini, orang Aceh punya mazhab lain yang dianut, yaitu mazhab hana fee (baca: hanafi). Setidaknya demikian menurut seorang kawan saya, mengutip pernyataan almarhum RHM. “Jinoe mazhab yang hidup di Aceh kon le Syafii, tapi mazhab Hanafi (dari kata hana fee).” Pernyataan itu sekilas seperti sebuah humor yang tidak lucu. Sebab, semua orang tahu kalau di Aceh, yang berlaku adalah Syafii.
Saya sendiri jadi bertanya-tanya, apa sih mazhab hana fee tersebut? Apakah mazhab tersebut sama seperti mazhab yang merujuk kepada pemikiran fiqih Imam Abu Hanifah? Rupanya tidak demikian. Setelah mendengar penjelasan si kawan yang panjang lebar, saya sedikit mengerti apalagi ketika dipadankan dengan realita yang kita lihat sehari-hari, memang begitulah adanya. Di mana-mana orang selalu berbicara mazhab tersebut, seperti di warung kopi, kantor pemerintahan, di balai desa, atau di mana saja yang aman untuk membicarakannya. Sebab, mazhab hana fee tersebut seperti aib, karena hanya menjadi pembicaraan tingkat elit: seperti orang berduit, punya kuasa, punya rumah mewah, atau orang-orang yang matahu su meutaga. Kita sebut mazhab ini aib, karena jika pembicaraan soal mazhab ini diketahui orang ramai, pasti akan jadi polemik, dan ketika tak hati-hati, orang tersebut bisa tersangkut perkara hukum.
Makanya, sang pemangku kepentingan sangat berhati-hati, dan selalu bermain secantik mungkin. Meski kita akui, jika di luar, dia ingin terlihat sangat bersih, tanpa cela, dan tak pernah menganut mazhab tersebut. Padahal, di belakang, dia menggunakan jurus mazhab tersebut untuk kaya mendadak. Sebab, jika ingin kaya di Aceh, maka kita mesti harus menganut mazhab hana fee. Mazhab lain sama sekali tak berlaku, lebih-lebih menuruti apa yang sudah tertulis di dalam aturan agama yang kita anut. “Misue tadungo haba kitab, u tupe kap han tateumueng rasa” begitu orang-orang sering mengatakannya. Makanya, aturan seperti itu tak laku di Aceh. Di sini orang maunya jalan pintas, menggunakan mazhab hana fee.
Lalu, apa sih mazhab hana fee tersebut? Hana fee, berarti tidak ada bayaran, tak ada fee (fee adalah imbalan yang diberikan atas setiap keuntungan yang diterima pelaksana proyek atau program). Mazhab hana fee (baca: hanafi) berarti jika seseorang tak mampu memberikan fee atau imbalan keuntungan, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan proyek. Karena, bicara proyek sekarang, lebih banyak bergulat dengan fee: fee proyek, fee proposal, fee atas izin impor/ekspor. Seorang pejabat boleh saja bergaji kecil, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa kaya. Jika menempuh jalan pintas berupa korupsi, hal tersebut berbahaya bagi karir sebab akan tercium publik, dan ujung-ujungnya berakhir di penjara. Dan, ternyata sekarang ada cara mudah untuk cepat kaya yaitu melalui mazhab hana fee. Seorang pejabat akan memenangkan suatu tender jika mereka diberikan fee yang jelas.
Nah, kalau mereka diminta untuk memenangkan sebuah proyek, mereka akan bertanya, berapa fee yang akan saya dapatkan jika saya memenangkan proyek untuk anda? Dengan kata lain, hana fee berarti hana proyek. Hana proyek, berarti impian menjadi orang kaya baru tak akan kesampaian. Orang akhirnya mau membayar seberapa pun fee yang diminta (asal cocok dengan angka rasional), dan tidak saling memberatkan. Senang sama senang lah.
Inilah fenomena yang terjadi di Aceh. Kita jadi takut untuk mengatakan, bahwa para pejabat kita bersih dari mazhab hana fee. Sebab, mazhab tersebut lebih banyak 'diamalkan' di belakang meja, dan jauh dari pantauan. Makanya, saya ingin menyarankan kepada para kontraktor, baik lokal maupun nasional, berilah fee yang banyak kepada para pejabat, agar anda dimudahkan dalam urusan proyek atau tender. Semakin besar nilai fee yang anda tawarkan, semakin besar pula peluang anda memenangkan proyek. Tapi jangan sampai terjadi: mangat si pade, saket si berandang. Ujungnya harus masuk penjara!
Maka, mari kita sambut mazhab hana fee! (HA 151108)
Tags:
pojok