Ibu dua anak itu bernama Asnani (39), lahir di Bireuen, 17 Desember 1970 silam. Dia isteri Tgk Ismuhadi, Napol GAM yang masih ditahan di LP Cipinang. Suaminya, dituduh terlibat dalam peledakan Bursa Efek Jakarta (BEJ), 10 Tahun silam. Hukumannya pun tak tanggung-tanggung, Ismuhadi diganjar hukuman seumur hidup.
“Nyatanya ketika damai bersemi di Aceh, nasib kami juga belum berubah. Ayah anak saya masih mendekam di LP, sementara teman-temannya sudah dibebaskan. Siapa yang harus bertanggung jawab atas nasib anak-anak kami?” ujar ibunda dari Maulana Tadasi (15) dan Nyak Cahya Keumala (11) dengan mata berkaca-kaca.
Kepada SUWA, Asnani mengaku sangat sedih. Dia tak sanggup membayangkan jika suaminya harus menjalani hukuman sampai 35 tahun, berarti saat suaminya keluar nanti, sudah sangat tua. Saat itu, katanya, anak-anaknya sudah besar. “Bagaimana saya harus menceritakan sejarah yang benar tentang ayahnya?” kembali Asnani berkata lirih. Mereka, sebutnya pasti akan bertanya tentang bapaknya. Mereka akan bertanya, kenapa ayahnya tidak dibebaskan seperti anggota GAM yang lain, apa bedanya antara ayahnya dengan orang lain. Ibu dua anak ini mengaku tak mampu menjawabnya.
Tgk Ismuhadi, dikenal sebagai tokoh masyarakat Aceh di Jakarta. Dia banyak terlibat dalam kegiatan masyarakat Aceh, dan ikut membantu berbagai aksi masyarakat Aceh di Jakarta. Kasus peledakan BEJ menggiringnya ke dalam penjara. MoU Helsinki, antara pemerintah RI dan GAM, ‘hanya’ memberinya harapan untuk menghirup kembali udara bebas. Karena, dalam MoU disepakati point pemberian amnesti untuk anggota GAM yang ditahan maupun masyarakat Aceh yang tersangkut konflik Aceh.
“Kami keluarga mengharapkan Tgk cepat dibebaskan.” ujar Isterinya, Asnani, lirih kepada SUWA. Keinginan isteri tokoh masyarakat Aceh di Pulau Jawa ini cukup beralasan. Pasalnya, pembebasan tahanan Tapol/Napol GAM sudah disepakati antara RI dan GAM dalam MoU Helsinki.
“Kami keluarga mengharapkan Tgk cepat dibebaskan.” ujar Isterinya, Asnani, lirih kepada SUWA. Keinginan isteri tokoh masyarakat Aceh di Pulau Jawa ini cukup beralasan. Pasalnya, pembebasan tahanan Tapol/Napol GAM sudah disepakati antara RI dan GAM dalam MoU Helsinki.
“Jika anggota GAM lain dibebaskan, kenapa suami saya dan ayah dari anak saya belum juga dibebaskan?” tanyanya dengan raut wajah sedih. Asnani mengaku, suaminya dari dulu berbuat untuk kepentingan GAM dan perjuangan. Bahkan, demi perjuangan, keluarga lebih sering ditinggalkan. “Anak-anak kami juga telantar, sama seperti anak orang lain,” ceritanya tentang keadaan suaminya saat masih terlibat dalam perjuangan.
“Nyatanya ketika damai bersemi di Aceh, nasib kami juga belum berubah. Ayah anak saya masih mendekam di LP, sementara teman-temannya sudah dibebaskan. Siapa yang harus bertanggung jawab atas nasib anak-anak kami?” ujar ibunda dari Maulana Tadasi (15) dan Nyak Cahya Keumala (11) dengan mata berkaca-kaca.
Kepada SUWA, Asnani mengaku sangat sedih. Dia tak sanggup membayangkan jika suaminya harus menjalani hukuman sampai 35 tahun, berarti saat suaminya keluar nanti, sudah sangat tua. Saat itu, katanya, anak-anaknya sudah besar. “Bagaimana saya harus menceritakan sejarah yang benar tentang ayahnya?” kembali Asnani berkata lirih. Mereka, sebutnya pasti akan bertanya tentang bapaknya. Mereka akan bertanya, kenapa ayahnya tidak dibebaskan seperti anggota GAM yang lain, apa bedanya antara ayahnya dengan orang lain. Ibu dua anak ini mengaku tak mampu menjawabnya.
“Kami selaku keluarga menyesalkan pernyataan pimpinan GAM pada 14 Agustus 2006, tentang penghapusan amnesty bagi anggota GAM seperti Tgk Ismuhadi dan beberapa teman-temannya.” ujarnya, dengan nada kesal.
“Kenapa Meuntroe mencoret 16 nama orang GAM dari jatah orang yang menerima amnesty, dan menyatakan mereka bukan sebagai anggota GAM?” tanya isteri Ismuhadi tentang pencoretan nama suaminya dari list anggota GAM yang dibebaskan beberapa waktu lalu.
Meski harus menempuh berbagai cara, Asnani mengaku sudah siap memperjuangkan keadilan untuk suaminya. Asnani, mungkin akan mengikuti jejak Suciwati, Isteri almarhum Munir, yang memperjuangkan keadilan untuk suaminya yang diracun. “Saya akan menempuh berbagai cara untuk membebaskan suami saya, dan juga para tahanan politik GAM lainnya yang belum juga dibebaskan,” tekadnya bulat.
Dalam waktu dekat, kepada SUWA, Asnani yang didampingi teman suaminya, T Iskandar mengaku akan melakukan berbagai cara untuk membebaskan suaminya. Langkah pertama adalah meminta tanda-tangan semua Panglima Wilayah GAM yang menyatakan Tgk Ismuhadi dan rekan-rekannya sebagai orang GAM.
“Kenapa Meuntroe mencoret 16 nama orang GAM dari jatah orang yang menerima amnesty, dan menyatakan mereka bukan sebagai anggota GAM?” tanya isteri Ismuhadi tentang pencoretan nama suaminya dari list anggota GAM yang dibebaskan beberapa waktu lalu.
Meski harus menempuh berbagai cara, Asnani mengaku sudah siap memperjuangkan keadilan untuk suaminya. Asnani, mungkin akan mengikuti jejak Suciwati, Isteri almarhum Munir, yang memperjuangkan keadilan untuk suaminya yang diracun. “Saya akan menempuh berbagai cara untuk membebaskan suami saya, dan juga para tahanan politik GAM lainnya yang belum juga dibebaskan,” tekadnya bulat.
Dalam waktu dekat, kepada SUWA, Asnani yang didampingi teman suaminya, T Iskandar mengaku akan melakukan berbagai cara untuk membebaskan suaminya. Langkah pertama adalah meminta tanda-tangan semua Panglima Wilayah GAM yang menyatakan Tgk Ismuhadi dan rekan-rekannya sebagai orang GAM.
Selain itu, tambahnya, dengan bantuan para keluarga GAM yang lain, dia mengaku akan melakukan aksi seperti penyebaran 100 spanduk, poster dan juga doa keprihatinan (Dia mengatakannya tahun 2007 silam, ed).
Asnani, tetap yakin kalau suaminya akan dibebaskan. Tapi kapan? Dia tak bisa menyebutkannya. Anak-anak, sebutnya, sering bertanya kapan ayahnya pulang, dan kenapa Ayahnya ditahan di LP Cipinang. “Di Rumah, mereka sering bertanya kenapa Ayahnya ada di LP Cipinang?” ujar Kak Ani yang diiyakan oleh kedua anaknnya. Kak Ani selalu teringat bahwa masa hukuman suaminya yang seumur hidup. “Saat keluarnya nantinya, usia saya sudah tua. Anak-anak saya sudah tumbuh dewasa. Mereka pasti kekurangan kasih sayang dari ayahnya.” jelasnya.
Kesedihan pasca penangkapan suaminya kian bertambah. Kepada SUWA, Asnani mengaku sering harus berpindah-pindah rumah. “Kami tak mau para tetangga tahu tentang nasib suami saya,” ujarnya. Apalagi, saat DM (Darurat Militer), adalah saat-saat yang sulit bagi keluarga. Rumahnya sering diinteli dan gerak-geriknya dipantau.
Asnani, tetap yakin kalau suaminya akan dibebaskan. Tapi kapan? Dia tak bisa menyebutkannya. Anak-anak, sebutnya, sering bertanya kapan ayahnya pulang, dan kenapa Ayahnya ditahan di LP Cipinang. “Di Rumah, mereka sering bertanya kenapa Ayahnya ada di LP Cipinang?” ujar Kak Ani yang diiyakan oleh kedua anaknnya. Kak Ani selalu teringat bahwa masa hukuman suaminya yang seumur hidup. “Saat keluarnya nantinya, usia saya sudah tua. Anak-anak saya sudah tumbuh dewasa. Mereka pasti kekurangan kasih sayang dari ayahnya.” jelasnya.
Kesedihan pasca penangkapan suaminya kian bertambah. Kepada SUWA, Asnani mengaku sering harus berpindah-pindah rumah. “Kami tak mau para tetangga tahu tentang nasib suami saya,” ujarnya. Apalagi, saat DM (Darurat Militer), adalah saat-saat yang sulit bagi keluarga. Rumahnya sering diinteli dan gerak-geriknya dipantau.
Kondisi itu, tentu saja membuatnya mesti berpindah-pindah tempat tinggal. Belum lagi para tetangga sering mempertanyakan tentang keluarganya. “Para tetangga sering mempertanyakan kepada kami mengapa jarang keluar rumah dan bergaul dengan tetangga lain,” kata ibu dua anak ini, yang diamini oleh T Iskandar, teman suaminya.
“Saya juga sulit untuk bergaul dengan mereka. Saya isteri dari seorang pejuang GAM. Apa kata mereka?” ceritanya tentang hari-harinya semenjak suaminya masuk penjara.
Asnani bercerita, bahwa saat itu yang dia butuhkan hanyalah kondisi yang tenang dan aman. Apalagi, pasca-penangkapan suaminya, banyak sekali wartawan dan polisi yang datang ke rumahnya. Dengan kondisi demikian, dia mengaku tak tahan, apalagi dia begitu shock dengan penangkapan suaminya. Sehingga mau tak mau, dia mesti berpindah-pindah tempat tinggal, dari satu tempat ke tempat lain.
“Saya juga sulit untuk bergaul dengan mereka. Saya isteri dari seorang pejuang GAM. Apa kata mereka?” ceritanya tentang hari-harinya semenjak suaminya masuk penjara.
Asnani bercerita, bahwa saat itu yang dia butuhkan hanyalah kondisi yang tenang dan aman. Apalagi, pasca-penangkapan suaminya, banyak sekali wartawan dan polisi yang datang ke rumahnya. Dengan kondisi demikian, dia mengaku tak tahan, apalagi dia begitu shock dengan penangkapan suaminya. Sehingga mau tak mau, dia mesti berpindah-pindah tempat tinggal, dari satu tempat ke tempat lain.
Tak hanya itu, Asnani juga mengaku belum memiliki jawaban yang benar seandainya para tetangga bertanya tentang suaminya. “Mereka sering bertanya tentang suami saya, kerja di mana, kenapa tak pernah ada di rumah, ke mana suami saya dan lain-lain?” jelas Asnani, tentang tetangganya. Atas pertanyaan itu, Asnani jelas tak bisa menjawabnya, apalagi secara jujur.
Belum lagi, ketika mereka bertanya tentang anak-anaknya. “Kenapa anak-anak tak pernah diantar ke sekolah?” begitu tanya tetangga, setiap kali tanpa sengaja kak Ani jumpa dengan tetangganya. Kak Ani mengaku hanya bisa menjawab, bahwa bapak anak-anaknya sibuk, dan jarang pulang. Apa yang ditanyakan dengan para tetangga, katanya, ada benarnya juga. “Orang lain kok setiap hari diantar, kok anak kami ga? Saya sering harus berbohong bahwa ayah anak kami bekerja di luar negeri,” lanjutnya.
Bagaimana menghidupi anak-anak?
Kak Ani juga bercerita, bahwa sepeninggalan suaminya, semua biaya hidup harus ditanggung olehnya. Untung, usaha milik suaminya masih dia jalankan sampai sekarang sehingga mampu untuk membiayai biaya pendidikan anak-anak sekolah, dan juga kebutuhan untuk sehari-hari.
“Kebetulan kami masih memiliki usaha yang ditinggalkan oleh suami saya, seperti bengkel dan transportasi.” Untuk bidang, transportasi, Kak Ani mengaku memiliki beberapa mobil Kopaja dan Metromini di Jakarta. Saat ditanya, bahwa di Jakarta mobil Kopaja di Jakarta banyak sekali, dan menjadi angkutan yang paling mudah ditemui, Kak Ani hanya berujar singkat, “Ada beberapa lah, tak semua Kopaja milik kami.”
Saat berbicara tentang bisnisnya dengan SUWA, Kak Ani, agak sedikit ketakutan, soalnya pernyataannya bisa berimplikasi terhadap keberlanjutan bisnisnya kelak.*)
Tulisan ini sudah pernah dimuat di Rubrik SOSOK Tabloid SUWA Edisi 5. Saya sengaja memposting kembali tulisan ini, saat Tgk Ismuhadi yang masih mendekam di LP Cipinang mengirim sebuah pesan kepada saya tentang makna MoU Helsinki di mata Perempuan Aceh, berikut saya kutip pesan singkatnya...
Belum lagi, ketika mereka bertanya tentang anak-anaknya. “Kenapa anak-anak tak pernah diantar ke sekolah?” begitu tanya tetangga, setiap kali tanpa sengaja kak Ani jumpa dengan tetangganya. Kak Ani mengaku hanya bisa menjawab, bahwa bapak anak-anaknya sibuk, dan jarang pulang. Apa yang ditanyakan dengan para tetangga, katanya, ada benarnya juga. “Orang lain kok setiap hari diantar, kok anak kami ga? Saya sering harus berbohong bahwa ayah anak kami bekerja di luar negeri,” lanjutnya.
Bagaimana menghidupi anak-anak?
Kak Ani juga bercerita, bahwa sepeninggalan suaminya, semua biaya hidup harus ditanggung olehnya. Untung, usaha milik suaminya masih dia jalankan sampai sekarang sehingga mampu untuk membiayai biaya pendidikan anak-anak sekolah, dan juga kebutuhan untuk sehari-hari.
“Kebetulan kami masih memiliki usaha yang ditinggalkan oleh suami saya, seperti bengkel dan transportasi.” Untuk bidang, transportasi, Kak Ani mengaku memiliki beberapa mobil Kopaja dan Metromini di Jakarta. Saat ditanya, bahwa di Jakarta mobil Kopaja di Jakarta banyak sekali, dan menjadi angkutan yang paling mudah ditemui, Kak Ani hanya berujar singkat, “Ada beberapa lah, tak semua Kopaja milik kami.”
Saat berbicara tentang bisnisnya dengan SUWA, Kak Ani, agak sedikit ketakutan, soalnya pernyataannya bisa berimplikasi terhadap keberlanjutan bisnisnya kelak.*)
Tulisan ini sudah pernah dimuat di Rubrik SOSOK Tabloid SUWA Edisi 5. Saya sengaja memposting kembali tulisan ini, saat Tgk Ismuhadi yang masih mendekam di LP Cipinang mengirim sebuah pesan kepada saya tentang makna MoU Helsinki di mata Perempuan Aceh, berikut saya kutip pesan singkatnya...
"Di antara anak perempuan Aceh ada Nya' Cahya Keumala yang dulu berumur dua tahun ketika ayahnya dipenjara, kini dia telah berumur sebelas tahun dan duduk di kelas enam madrasah ibtidayah negeri. Tak mampu kujawab ketika Keumala bertanya: 'Ayah kapan pulang? Kalau ayah sudah pulang ayah bisa jemput Keumala di sekolah.' Wallahu 'alam bissawab. Hanya Allah SWT Yang Maha mengetahui apa-apa yang tersembunyi..."
Tags:
sosok