Blog kini tak hanya sebatas diary online, melainkan sudah diterima sebagai salah satu media penyampai informasi. Semakin hari, fungsi blog tak lagi bersifat pribadi dan tempat menuangkan gagasan yang sifatnya sangat personal, melainkan juga sudah merambah ranah publik. Malah, ada posting di blog, baik berupa artikel maupun foto, jika mengenai orang terkenal, langsung dikutip oleh media mainstream, seperti kejadian di Amerika soal foto Obama menggunakan baju adat Kenya. Foto itu duluan muncul di blog, kemudian dikutip media mainstream dan menjadi polemik berkepanjangan.
Dari sejumlah informasi, penggunaan blog sudah cukup melaluas di luar negeri. Malah, media-media mapan sekaliber New York Times, Washington Post, dll, sudah menggunakan blog untuk menyapa pembacanya. Mereka tak cukup mengandalkan website yang sifatnya terlalu formal. karena fenomena blog juga sedang booming.
Dunia yang serba canggih ini, membuat kita juga harus ikut aktif di dalamnya. Sebut saja dalah hal blog. Dewasa ini—kecuali di kampung-kampung—tak memiliki blog, seperti halnya tak punya email, facebook, dan twitter maka kita akan dianggap tidak melek teknologi. Kita akan divonis ketinggalan zaman.
Lalu, apa manfaat dari nge-blog? Sebuah pertanyaan yang tak sulit untuk dijawab—apalagi dengan jawaban normatif dan sangat awam. Bagi blogger, terutama yang sudah nge-blog hitungan tahun pasti akan memberikan jawaban yang provokatif, sebut saja semacam pengakuan diri—memelesetkan kata-kata Descartes—bahwa dengan aku nge-blog maka aku ada. Mereka tak hanya membagi ilmu, melainkan juga menyerap ilmu. Jiwa sosial menjadi akrab dengan kehidupan blogger. Mereka tak bosan-bosannya menulis untuk membagi pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain, seperti yang sudah dilakukan beberapa tokoh yang nge-blog di Kompasiana. Melalui blog ini mereka berdiskusi, berbagi pengetahuan, dan juga belajar menjadi manusia rendah hati.
Semakin berkembang dan memiliki pengetahuan yang luas, tak lantas membuat kita menjadi lupa diri. Karena, apa yang kita tahu hari ini, sebenarnya orang lain sudah kemarin mengetahuinya. Begitulah yang berlaku di Kompasiana. Ada blogger yang menguasai suatu masalah dan menuliskannya, dan yang tidak paham masalah tersebut, dengan sendirinya menjadi paham. Blog sehat Kompasiana seperti sering disebut kawan-kawan kompasianer (sebutan untuk blogger kompasiana) sebagai rumah sehat: tempat semua pengetahuan berhimpun, dibahas, didiskusikan dan menjadi ajang pertukaran ide dan pemikiran.
Dari sejumlah informasi, penggunaan blog sudah cukup melaluas di luar negeri. Malah, media-media mapan sekaliber New York Times, Washington Post, dll, sudah menggunakan blog untuk menyapa pembacanya. Mereka tak cukup mengandalkan website yang sifatnya terlalu formal. karena fenomena blog juga sedang booming.
Dunia yang serba canggih ini, membuat kita juga harus ikut aktif di dalamnya. Sebut saja dalah hal blog. Dewasa ini—kecuali di kampung-kampung—tak memiliki blog, seperti halnya tak punya email, facebook, dan twitter maka kita akan dianggap tidak melek teknologi. Kita akan divonis ketinggalan zaman.
Lalu, apa manfaat dari nge-blog? Sebuah pertanyaan yang tak sulit untuk dijawab—apalagi dengan jawaban normatif dan sangat awam. Bagi blogger, terutama yang sudah nge-blog hitungan tahun pasti akan memberikan jawaban yang provokatif, sebut saja semacam pengakuan diri—memelesetkan kata-kata Descartes—bahwa dengan aku nge-blog maka aku ada. Mereka tak hanya membagi ilmu, melainkan juga menyerap ilmu. Jiwa sosial menjadi akrab dengan kehidupan blogger. Mereka tak bosan-bosannya menulis untuk membagi pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain, seperti yang sudah dilakukan beberapa tokoh yang nge-blog di Kompasiana. Melalui blog ini mereka berdiskusi, berbagi pengetahuan, dan juga belajar menjadi manusia rendah hati.
Semakin berkembang dan memiliki pengetahuan yang luas, tak lantas membuat kita menjadi lupa diri. Karena, apa yang kita tahu hari ini, sebenarnya orang lain sudah kemarin mengetahuinya. Begitulah yang berlaku di Kompasiana. Ada blogger yang menguasai suatu masalah dan menuliskannya, dan yang tidak paham masalah tersebut, dengan sendirinya menjadi paham. Blog sehat Kompasiana seperti sering disebut kawan-kawan kompasianer (sebutan untuk blogger kompasiana) sebagai rumah sehat: tempat semua pengetahuan berhimpun, dibahas, didiskusikan dan menjadi ajang pertukaran ide dan pemikiran.
Soal manfaatnya lainnya, cukup banyak, katakanlah ada blogger yang mengisi kegiatan ngeblognya dengan mencari sesuap nasi, seperti mengikuti program google adsense, atau program yang menghasilkan uang dari dunia maya, yang sudah sangat menjamur ini. Mereka yang tekun nge-blog dan menjadikannya sebagai investasi mencari dollar, tak akan malu-malu menyebut profesinya sebagai blogger. Ke depan, profesi sebagai blogger bukan lagi bahan tertawaan. Orang-orang akan memberi acungan jempol untuk para blogger ini, yang tekun dan terus menerus menulis untuk membagi pengalaman, pemikiran dan juga pengetahuan dengan orang lain. Mereka juga melayani setiap pertanyaan yang disampaikannya melalui komentar dan dijawab dengan jujur sesuai kompetensi yang dimilikinya.
Tetapi yang lebih penting—dan sudah dilakukan bung Chappy Hakim dan beberapa orang lainnya—melalui kegiatan ngeblog mereka menabung tulisan dan akhirnya berbentuk buku. Jika dulu kita berpikir bahwa menulis buku itu sulit, maka bagi blogger menulis buku itu sesuatu yang gampang. Bukan untuk membanggakan diri, buku Aceh Pungo yang saya tulis sebenarnya lahir dari kegiatan nge-blog (semua bahan untuk buku itu saya ambil dari blog meski sebelumnya sudah dimuat di koran tempat saya bekerja).
Nah, jika fungsi blog sudah sedemikian hebatnya, apa yang harus kita ragukan lagi? Bukankah blog menjadi alternatif untuk membagi informasi dengan orang-orang yang ada di belahan dunia. Karena soal kecepatan dan aktualitas, blog sudah seperti media online. Bedanya, blog dikelola sendiri-sendiri, kecuali Kompasiona, dan sindikasi blog lainnya, di mana tulisan berasal dari para anggota. Tetapi, semuanya positif, asalkan dikelola dan dimanfaatkan secara benar dan tetap.
Tetapi yang lebih penting—dan sudah dilakukan bung Chappy Hakim dan beberapa orang lainnya—melalui kegiatan ngeblog mereka menabung tulisan dan akhirnya berbentuk buku. Jika dulu kita berpikir bahwa menulis buku itu sulit, maka bagi blogger menulis buku itu sesuatu yang gampang. Bukan untuk membanggakan diri, buku Aceh Pungo yang saya tulis sebenarnya lahir dari kegiatan nge-blog (semua bahan untuk buku itu saya ambil dari blog meski sebelumnya sudah dimuat di koran tempat saya bekerja).
Nah, jika fungsi blog sudah sedemikian hebatnya, apa yang harus kita ragukan lagi? Bukankah blog menjadi alternatif untuk membagi informasi dengan orang-orang yang ada di belahan dunia. Karena soal kecepatan dan aktualitas, blog sudah seperti media online. Bedanya, blog dikelola sendiri-sendiri, kecuali Kompasiona, dan sindikasi blog lainnya, di mana tulisan berasal dari para anggota. Tetapi, semuanya positif, asalkan dikelola dan dimanfaatkan secara benar dan tetap.
Soal anggota blog kompasiana, tak perlu diragukan lagi. Dari blogger biasa seperti saya sampai orang-orang hebat seperti Chappy Hakim, Rahardi Ramelan, Jusuf Kalla, dan lain-lain. Kecuali itu, Kompasiana juga didukung penuh oleh induknya, Kompas (cetak dan online), di mana membuat posting-posting di blog ini bermuta dan terjamin kualitasnya. Sesekali jika tulisan kita bagus juga bisa masuk di Kompas.com. Tak salah jika kita menyebutkan, Kompasiana sebagai blog yang bermartabat.
Akhirnya, saya ingin mengucapkan, selamat ulang tahun yang pertama untuk Kompasiana, semoga ke depan makin jaya, terutama menjadi pelopor blog yang bermartabat.[]
Akhirnya, saya ingin mengucapkan, selamat ulang tahun yang pertama untuk Kompasiana, semoga ke depan makin jaya, terutama menjadi pelopor blog yang bermartabat.[]