Saya cukup penasaran dengan buku ‘Biografi Setan’. Saking penasarannya, saya ingin menuntaskan membacanya, tak lama setelah membeli. Saya membayangkan, pasti isinya berupa riwayat hidup setan secara lengkap, mulai sejak penciptaan oleh Allah hingga prestasi-prestasi yang layak dibanggakan (termasuk oleh kita manusia).
Benar saja, buku yang ditulis oleh Dr Ahmad Sakr, mantan Direktur Pertama Muslim World League (Liga Muslim Dunia) PBB, berisi secara rinci soal riwayat hidup setan, permusuhan dengan manusia, cita-cita hingga kecerdasan setan. Kita pasti membayangkan setan itu hanya sekedar makhluk Allah yang diciptakan dari api, tugasnya menggoda manusia, dari sejak adam hingga hari kiamat.
Benar saja, buku yang ditulis oleh Dr Ahmad Sakr, mantan Direktur Pertama Muslim World League (Liga Muslim Dunia) PBB, berisi secara rinci soal riwayat hidup setan, permusuhan dengan manusia, cita-cita hingga kecerdasan setan. Kita pasti membayangkan setan itu hanya sekedar makhluk Allah yang diciptakan dari api, tugasnya menggoda manusia, dari sejak adam hingga hari kiamat.
Tapi, sebenarnya setan memiliki pribadi unik. Setan, sama seperti manusia, juga makhluk yang memiliki kecerdasan. Di antara kecerdasan yang patut dicatat, setan tak pernah mau kalah dengan manusia, makluk yang pernah menelikungnya hingga terlempar dari empuknya syurga dan dikutuk oleh Allah. Setiap pengetahuan atau kecerdasan yang dimiliki manusia, setan juga memilikinya.
Disebutkan dalam buku ‘Biografi Setan’ ini, setan tak hanya mendekati manusia sekedar untuk menggoda agar mengikuti ajakannya, melainkan juga belajar dari manusia. Sebagai makluk yang diberikan kecerdasan oleh Allah, manusia memiliki keistimewaan di banding makluk lain, seperti malaikat dan iblis, misalnya. Karenanya, Allah memerintahkan kepada iblis (pemimpin para setan) agar sujud kepada Adam (manusia). Hanya malaikat yang mau menuruti perintah Allah, sementara Iblis memilih melawan perintah Allah, dan mendapatkan kutukan sepanjang zaman hingga hari kiamat.
Jika manusia bisa memproduksi sejumlah peralatan canggih, setan juga menirunya. Setiap keahlian yang dimiliki manusia, setan akan berusaha meraihnya. Pokoknya, setan tak pernah ingin jauh dari manusia. Setan memiliki harapan agar suatu saat manusia patuh padanya.
Karenanya, tulis Dr Ahmad Sakr, setan akan merasa sedih bila belum berhasil membentuk partai (golongan) pengikut. Setan akan tertawa gembira jika berhasil menguasai manusia seluruhnya. Segala tipu daya akan digunakan, termasuk mengambil segala risiko yang ada. Seperti para juru kampanye di musim pemilu, setan tahu bagaimana memberi harapan dan aspirasi palsu untuk menjebak manusia, dan kemudian membuat manusia masuk perangkap. Jika manusia sudah berada di dalam partainya, setan akan senantiasa menjaga agar manusia tidak bisa keluar lagi. Bila perlu mempromosikan manusia dari satu jenjang karir ke jenjang karir berikutnya, persis seperti yang dilakukan elite partai dewasa ini.
Membaca buku ‘Biografi Setan’ ini, membawa saya dalam sebuah percakapan ringan di alam mimpi. Di dalam mimpi itu, saya berhasil mengintip rapat para setan, dan mendengarkan langsung bagaimana para Setan menyampaikan gagasan dalam rapat yang bisa disebut lebih semarak di bandingkan rapat manusia. Pun, begitu, dalam rapat para setan sangat menjunjung tinggi asas demokrasi. Hal itu saya saksikan langsung, tak ada yang merasa lebih istimewa di antara para setan sehingga bisa mendominasi pembicaraan. Semua anggota setan lainnya diberikan hak dan kesempatan yang sama dalam berbicara.
Saya saksikan, jika setan A diberi kesempatan bicara 5 menit untuk menyampaikan pendapatnya, maka kesempatan itu digunakan sebaik mungkin, dan tak pernah melebihi waktu yang diberikan. Begitu juga dengan setan B, C dan E, mereka tak pernah memotong pembicaraan si setan A. Saya mencoba bertanya, kenapa mereka sangat disiplin dalam berbicara? “Kita sudah ditetapkan oleh Allah di neraka, jadi kita tak perlu lagi membuat kecurangan dan mengambil yang bukan hak kita (berbicara melebihi waktu yang diberikan, red).” ujar seorang setan yang kebetulan duduk paling belakang.
Saya tak berani bertanya lebih lanjut, takut dikira mematai-matai aktivitas setan. Selanjutnya saya menyimak saja, jika memang ada yang perlu ditanya, saya memilih secara berbisik pada setan yang kemudian saya tahu namanya, setan ek nam. Dari si setan ek nam ini, saya jadi tahu agenda rapat para setan. Katanya, mereka sedang konsolidasi dan memperkuat basis. Soalnya, belakangan banyak prajurit setan yang dikerahkan di lapangan, sering tak bekerja maksimal sehingga banyak agenda perekrutan anggota baru setan berantakan.
Ketua setan yang duduk paling depan, seperti tahu jika rapat mereka tak lagi steril. Dia pun kemudian memerintahkan masing-masing setan mengucapkan kata sandi dan nomor anggota masing-masing. “Wah, saya pasti ketahuan menyusup,” gumam saya dalam hati. Saat para setan di depan sedang menyebutkan sandi masing-masing, saya pun secara hati-hati mundur perlahan, dan memilih kabur dari pintu sisi kanan. Untung saja setan yang tadi berbicara dengan saya sama sekali tak curiga. “Dia pasti berpikir kalau saya mau pipis,” saya tertawa geli. Dalam hati saya merasa senang karena berhasil menipu para setan.
Tapi saya tak mau jauh dari gedung pertemuan para setan itu. Karena para setan pasti sedang merencanakan sesuatu. Sehingga saya musti tahu apa yang dirapatkan. Bermodal telinga yang masih bagus pendengarannya, saya menyimak pembicaraan para setan dari jauh. Samar-samar saya tangkap obrolan mereka. “Setiap rumah manusia adalah rumah kita, setiap kantor manusia adalah kantor kita, setiap pesta manusia adalah pesta kita. Jadi kita jangan pernah lengah,” titah si Ketua setan.
Selesai Ketua setan bicara, suasana sedikit lengang. Tak ada rapat-rapat tikus seperti halnya dalam rapat para manusia: ada rapat di dalam rapat. Saya jadi tahu betapa santunnya para setan dalam rapat. Ingatan saya langsung terbayang, entah kemana. Jika setan mengatakan semua kantor manusia adalah kantor setan, duh betap banyak kantor setan. “Pasti setan ada di kantor Gubernur, DPR, kantor Dinas atau malah di setiap kantor partai politik!” Saya mereka-reka.
Di tengah keheningan itu, ada satu Setan yang menyelutuk. Saya mendengarnya cukup jelas, karena si setan itu setengah berteriak. “Ketua, bagaimana dengan manusia yang hari-hari ini berangkat haji? Jika banyak di antara mereka yang berhaji, kita akan kewalahan menambah pengikut partai kita dari mereka?” Tak pelak, pertanyaan itu disambut tawaan setan lain, karena sudah di luar konteks.
“Kamu tenang saja, Beuno!” Sahut Ketua Setan sambil menyebut Setan bertubuh gempal itu dengan panggilan Beuno. “Kita justru senang jika banyak di antara mereka berhaji, karena pasti haji mereka tak lagi mabrur. Mereka berhaji kadang-kadang bukan karena panggilan Allah, melainkan untuk gaya-gaya. Mereka kadang-kadang mengambil jatah haji orang lain, karena mereka punya kuasa. Jadi tak usah gelisah, apalagi jika yang berhaji itu pejabat, mereka semua teman kita.” Mendengar Ketua setan bicara, semua setan-setan lain mengangguk. Mereka makin bangga memiliki Ketua yang tak hanya bijak tetapi juga cerdas.
“Kring…kring…kring…” Bunyi alarm Hp membangunkan saya. Mimpi saya terputus. Saya sedikit kecewa, tapi karena jam menunjukkan pukul 6 pagi saya merasa senang, masih sempat shalat Subuh. Selesai shalat saya mencoba mengingat-ingat lagi detail hasil rapat para setan. Tapi sudah rada-rada lupa. Hanya saja, ingatan saya justru terbawa dalam sebuah obrolan santai saat menjenguk seorang teman yang sedang dirawat di RS Fakinah karena DBD beberapa waktu lalu. Di sana saya sempat mendengar ungkapan dari saudara teman yang sedang sakit, “Haji sekarang mana mabrur, ada yang berhaji karena APBA, karena APBK atau haji proposal. Banyak juga yang berhaji karena faktor jabatan!” Saat pulang dari RS tersebut, saya dan seorang teman, jadi ‘han ek takhem!’ Kami pun tertawa lepas. Hahaha![]