Teknologi banyak sekali membantu kita. Dapat disebut, penemuan teknologi menjadi anugerah bagi kita manusia. Urusan dan pekerjaan menjadi lancar. Dulu saat kita belum mengenal Handphone (Hp), untuk berkomunikasi kita menggunakan surat-menyurat. Prosesnya lama dan memakan waktu yang tak sedikit. Sebelum komputer (sekarang notebook) tercipta, kita menggunakan mesin tik dalam menulis dan melaksanakan tugas-tugas kantor. Kerja jadi lambat dan boros (pita tinta, kertas dan juga keringat). Kini berkat kecanggihan teknologi, semua urusan sepertinya menjadi mudah.
Dulu sekali, sebelum mesin pencari canggih, google, ditemukan, untuk mencari informasi dan data-data penting kita harus menyatroni pustaka, membuka-buka buku dan membacanya satu persatu mencari bahan yang diperlukan (bila perlu mencopot beberapa lembar bagian). Kini, hanya dengan mengetik beberapa kata kunci, segudang informasi hadir di hadapan kita.
Dulu sekali, sebelum mesin pencari canggih, google, ditemukan, untuk mencari informasi dan data-data penting kita harus menyatroni pustaka, membuka-buka buku dan membacanya satu persatu mencari bahan yang diperlukan (bila perlu mencopot beberapa lembar bagian). Kini, hanya dengan mengetik beberapa kata kunci, segudang informasi hadir di hadapan kita.
Soal berkah teknologi berupa Hp, saya jadi teringat sebuah anekdot dari Gus Dur. Ceritanya:
Suatu ketika Gus Dur membagi-bagikan handphone kepada sejumlah kiai NU. Tentu saja para kiai ini agak kikuk dengan teknologi telepon genggam itu.
Karena merasa sejumlah kiai koleganya sudah mendapatkan handphone, Gus Dur pun dengan mudah menghubungi mereka lewat telepon genggam tersebut.
Pada satu kesempatan, Gus Dur meminta kepada asistennya untuk mengirimkan SMS ke salah seorang kiai. Namun, lama ditunggu, jawaban dari sang kiai tak kunjung didapat. Alhasil Gus Dur pun menelepon sang kiai.
"Pak kiai, kalau ada SMS dari umat mbok ya dijawab," kata Gus Dur.
Lantas dengan polosnya sang kiai menjawab, "Waduh Gus, saya nggak bisa nulis di handphone ini, soalnya tulisan saya jelek."
Banyak orang yang masih buta huruf, tapi terbantu dengan adanya Hp. Mereka mulai belajar membaca pesan yang masuk. Ada yang minta bantu sama orang lain untuk membaca atau menulis pesan. Jika tak bisa menulis pesan, si pengguna bisa menelepon. Duh, betapa manjanya kita dengan kehadiran teknologi.
Kini, untuk membaca Koran atau berita-berita penting, tak lagi perlu menunggu Koran keesokan harinya. Karena informasi itu kini tersedia di genggaman. Membuka beberapa link situs, semua informasi terhidang dan bisa dinikmati hanya dengan memainkan jari. Sungguh, betapa malangnya kita jika kecanggihan itu tak kita manfaatkan untuk meningkatkan kapasitas personal.
Saya ingin bercerita, bagaimana Hp dan juga laptop memberi berkah kepada orang-orang bisu. Kita tahu, orang bisu mampu berkomunikasi dengan kita menggunakan bahasa isyarat, tapi tetap komunikasi itu kadang-kadang tak efektif. Tak semua pesan dari orang bisu bisa kita tangkap sempurna.
Sebutlah namanya Sophia (bukan nama sebenarnya). Sejak lahir, Sophia tak bisa berbicara seperti orang kebanyakan. Dalam berkomunikasi, dia selalu menggunakan bahasa isyarat. Pesan isyaratnya ada yang bisa ditangkap sempurna, tapi tak sedikit yang justru mengundang tanya. Sejak memiliki Hp, komunikasi dia dengan orang sekitar menjadi lancar. Untuk mengatakan sesuatu, dia cukup menuliskan pesan di layar Hp, dan menyodorkan ke hadapan lawan bicaranya.
Seperti gadis ABG seusianya, dia juga mulai berkenalan dengan Facebook, Twitter dan Yahoo! Messenger. Dia berbagi foto, meng-update status dan membalas setiap pesan yang masuk. Di lain kesempatan dia terlibat chatting di YM dengan orang-orang. Interaksi sosial dia menjadi lancar. Sampai suatu hari, ada seseorang yang serius ingin menjalin hubungan dengan dia. Mereka sering saling berbalas pesan dan berkirim pesan. Saling mengomentari status update satu sama lain. Hingga keduanya benar-benar menjadi akrab.
Ternyata si cowok tak puas dengan sekedar chatting, kirim-balas pesan atau berbagi foto. Si cowok ingin berbicara dan mengenalnya secara langsung. Keinginan si cowok itu membuat Sophia takut. Sebab, selama ini, Sophia tak pernah berterus-terang jika dirinya tak sesempurna seperti terlihat di dunia maya.
Sophia terpaksa berbohong, agar cowok yang telah memikat hatinya itu tidak pergi meninggalkannya. Namun, itu hanya untuk sementara saja. Karena Sophia tak bisa terus-menerus berbohong. Tidak mengatakan keadaan yang sebenarnya sama saja Sophia membohongi dirinya sendiri. “Aku takut dia akan meninggalkanku begitu saja jika tahu aku tak sempurna,” tulisnya.
“Dengan terus berbohong, kamu hanya mengulur-ulur waktu saja. Toh, pada akhirnya dia akan tahu jika kamu membohonginya selama ini.” Saya mencoba menjelaskan.
“Tapi aku takut.” Tulisnya lagi. Dia seperti putus asa. “Aku belum siap saja untuk berpisah dengannya.”
“Kamu hanya mempertinggi tempat jatuh. Sekarang atau nanti sama saja. Jika dia menginginkan kamu, pasti dia akan menerima kamu apa adanya,” balas saya mencoba menyakinkannya. “Kamu belum terlalu jauh berjalan. Kamu belum tahu dia seperti apa. Coba dipikirkan lagi baik-baik.”
Saya tak tahu apakah dia mengiyakan pesan saya itu atau tidak. Dia kemudian bercerita. Panjang lebar. Hanya sedikit yang bisa saya ingat. Katanya, pernah beberapa kali si cowok mencoba menelepon dia. Tapi selalu ditolak atau dibiarkan saja. Pernah dua kali panggilan Hp dari si cowok itu diterima, tapi yang bicara Satpam penjaga rumahnya.
“Saya terpaksa minta bantu Satpam, karena dia sudah telp berkali-kali. Saya serahkan Hp ke Satpam, dia yang bicara dan bilang saya sedang mandi,” ceritanya. Di lain kesempatan, tulisnya, dia minta Satpam menelepon si cowok untuk mengajak online.
Saya sendiri tak habis pikir. Orang bisu ini bisa juga berbohong dan banyak akal. Sekarang saya tak tahu bagaimana kelanjutan kisahnya dengan si cowok. Apakah mereka sudah ketemu atau menikah, saya tidak tahu. Atau siapa sangka dia sudah bunuh diri karena kisah cintanya selalu gagal di tengah jalan.
Tapi, ada pesan yang patut dicatat dari kisah hidupnya, dia orang yang tak putus asa. Teknologi membantu dia berkomunikasi dengan dunia luar, lewat computer/internet dan Handphone. Teknologi pula yang membuatnya harus berbohong, termasuk pada dirinya sendiri. Entahlah!
---Posting ini kutulis saat chip tinggal 0 dan tak bisa main poker lagi. Nasib…nasib...