"Apalah arti sebuah nama" kata William Shakespeare. Sekilas kita mungkin sepakat dengan penulis Romeo Juliet ini. Tapi, dapatkah kita membayangkan semua orang yang ada di dunia ini tanpa nama? Bagaimana kita mengenali seseorang yang tak punya nama? Dunia pasti menjadi sangat kacau. Kita menjadi bingung dalam berkomunikasi terutama ketika merujuk pada benda-benda yang tidak punya nama.
Memang sih, nama hanya urusan sepele dan tidak begitu penting. "Dia (nama) sebenarnya milikmu, tapi orang lain yang justru menggunakannya," demikian biasanya orang mengajukan teka-teki, dan jawabannya adalah nama. Tahukah anda bahwa sebenarnya nama sebuah jenis kata khusus dan sangat menarik ditelaah, terutama dari segi semiotik. Apalagi dalam banyak kasus, misalnya, "nama secara langsung mengaitkan pemiliknya dengan budaya tempat dia lahir," tulis Marcel Danesi, dalam Pesan, Tanda dan Makna (2012).
Danesi menjelaskan studi tentang nama bisa ditemukan dalam sebuah cabang semiotik maupun linguistik yang bernama onomastik (dari bahasa Yunani onoma, "nama").
Jika merujuk pada Al Quran terutama kisah penciptaan Adam, moyang pertama umat manusia, kita menemukan bukti lagi betapa nama begitu penting. Untuk menunjukkan kelebihan Adam dibanding ciptaanNya yang lain (Malaikat dan Iblis) Tuhan mengajarkan nama-nama benda kepada Adam. Berbekal pengetahuan dari Tuhan itulah, Adam bisa menjelaskan nama-nama benda yang ada di Surga berikut fungsi dari benda-benda itu. Hal ini mengundang kekaguman dari Malaikat dan Iblis.
Pengetahuan tersebut tidak diajarkan kepada makhluk sebelum Adam. Karena itulah, posisi Adam lebih tinggi dari Malaikat maupun Iblis, dan sudah sepantasnya makhluk-makhluk itu menghormati Adam. Hanya karena merasa proses dan sumber penciptaannya lebih mulia dari Adam, yang membuat Iblis tak mau tunduk kepada Adam.
Sekarang, coba perhatikan bagaimana orang tua di tempat kita memberikan nama untuk anak-anaknya. Nama yang dipilih untuk si buah hatinya tidaklah secara kebetulan. Pasti ada pesan dan makna di balik nama yang diberikan. Orang tua kita pasti merujuk pada suatu harapan yang ingin dicapai oleh anak-anaknya, terutama jika nama-nama yang diberikan itu mengadopsi nama tokoh tenar. Tak sedikit pula yang mengaitkan nama dengan sebuah doa, agar si anak yang menyandang nama itu berperilaku seperti makna yang di kandung dalam namanya.
Maka muncullah nama-nama seperti Muammar Khadafi, Saddam Hussein, Ahmadinejad, Hosni Mubarak serta nama tokoh lain. Orang tua pasti berharap anaknya mengikuti jejak pesohor dan tokoh-tokoh dunia Islam tersebut yang berani melawan Barat. Namun tak sedikit pula, orang tua yang harus mengganti nama anaknya menjadi nama biasa karena sang anak tak sanggup menanggung beban 'harapan' dari nama yang disandangnya.
Di pelbagai budaya, jelas Danesi, bayi yang baru lahir tidak dianggap sepenuhnya sebagai bagian dari budaya itu hingga ia diberi nama. "Tindakan menamai bayi yang baru lahir merupakan ritual perubahan status yang harus ia jalani dalam masyarakat, dan ia diidentifikasi sebagai seorang individu tersendiri dengan kepribadian yang unik," tulisnya.
Prosesi memberi nama itu selain karena bentuk kebanggaan, melainkan juga sebagai penegasan kepada masyarakat bahwa, "Ini loh namanya." Sebab, jika tak diberi nama, maka masyarakatlah yang akan memberi nama. Meski sudah punya nama, ada juga yang memiliki nama panggilan tersendiri di masyarakat, biasanya merujuk pada perilaku si anak. (Coba mengingat-ingat nama-nama lucu di kampungmu).
Singkatnya, setiap nama yang diberikan kepada sang anak bukan secara kebetulan, melainkan si pemberi nama itu mengetahui maknanya serta kisah dari nama itu jika merujuk pada nama-nama tokoh dunia dunia. Yang jelas, si pemberi nama tidak sedang galau saat memilih nama-nama untuk anaknya yang baru lahir.
Jika kita membaca literature, orang Eropa juga sangat memperhatikan makna dari nama-nama yang diberikan kepada anaknya. Namun, kebanyakan mereka merujuk pada nama-nama dalam bahasa Ibrani, Latin, Yunani, atau Teutonik.
Nama-nama Ibrani biasanya diadopsi dari Bibel dan menjadi sumber penting bagi nama-nama dalam tradisi Barat. Sebut saja, John (berkah yang pengasih dari Tuhan), Mary (diharapkan), Michael (seperti tuhan), David (dikasihi), Elizabeth (sumpah Tuhan), James (semoga Tuhan melindungi, atau ia yang menggantikan orang lain), Hannah (Tuhan telah memilihku), Joseph (Tuhan akan menambahkan), dan Samuel (Tuhan telah mendengar).
Sementara nama-nama Yunani atau Latin sering merujuk pada sifat-sifat abstrak, misalnya, Alexander (penolong umat manusia), Barbara (orang asing), George (petani), Helen (cahaya), Margaret (mutiara), Philip (pecinta kuda), Stephen (mahkota atau karangan bunga), Clarence (terkenal), Emily (memuji), Patricia (lahir sebagai bangsawan), Victor (penakluk), dan Virginia (bagai perawan).
Lalu, nama-nama Teutonik umumnya terdiri atas dua unsur yang digabungkan tanpa mengindahkan hubungannya satu sama lain. Misalnya, William terdiri atas dua unsur nama, Wille (kehendak atau ketetapan) dan Helm (helmet).
Tahu nggak, awalnya nama-nama yang diberikan dalam budaya Barat itu bersifat indeksikal, artinya mengindentifikasi individu berdasarkan nama tempat. Misalnya di Inggris, seseorang yang tinggal di dekat atau tempat tumbuhnya pohon apel akan dinamai John Appleby (John tempat apel tumbuh). Silahkan terjemah sendiri nama-nama seperti Wood, Lake, Brook, Stone, Field dan Ford.
Nah, masihkah kita bertanya "Apalah arti sebuah nama?" seperti judul posting ini? Semua terserah anda. []
Memang sih, nama hanya urusan sepele dan tidak begitu penting. "Dia (nama) sebenarnya milikmu, tapi orang lain yang justru menggunakannya," demikian biasanya orang mengajukan teka-teki, dan jawabannya adalah nama. Tahukah anda bahwa sebenarnya nama sebuah jenis kata khusus dan sangat menarik ditelaah, terutama dari segi semiotik. Apalagi dalam banyak kasus, misalnya, "nama secara langsung mengaitkan pemiliknya dengan budaya tempat dia lahir," tulis Marcel Danesi, dalam Pesan, Tanda dan Makna (2012).
Danesi menjelaskan studi tentang nama bisa ditemukan dalam sebuah cabang semiotik maupun linguistik yang bernama onomastik (dari bahasa Yunani onoma, "nama").
Jika merujuk pada Al Quran terutama kisah penciptaan Adam, moyang pertama umat manusia, kita menemukan bukti lagi betapa nama begitu penting. Untuk menunjukkan kelebihan Adam dibanding ciptaanNya yang lain (Malaikat dan Iblis) Tuhan mengajarkan nama-nama benda kepada Adam. Berbekal pengetahuan dari Tuhan itulah, Adam bisa menjelaskan nama-nama benda yang ada di Surga berikut fungsi dari benda-benda itu. Hal ini mengundang kekaguman dari Malaikat dan Iblis.
Pengetahuan tersebut tidak diajarkan kepada makhluk sebelum Adam. Karena itulah, posisi Adam lebih tinggi dari Malaikat maupun Iblis, dan sudah sepantasnya makhluk-makhluk itu menghormati Adam. Hanya karena merasa proses dan sumber penciptaannya lebih mulia dari Adam, yang membuat Iblis tak mau tunduk kepada Adam.
Sekarang, coba perhatikan bagaimana orang tua di tempat kita memberikan nama untuk anak-anaknya. Nama yang dipilih untuk si buah hatinya tidaklah secara kebetulan. Pasti ada pesan dan makna di balik nama yang diberikan. Orang tua kita pasti merujuk pada suatu harapan yang ingin dicapai oleh anak-anaknya, terutama jika nama-nama yang diberikan itu mengadopsi nama tokoh tenar. Tak sedikit pula yang mengaitkan nama dengan sebuah doa, agar si anak yang menyandang nama itu berperilaku seperti makna yang di kandung dalam namanya.
Maka muncullah nama-nama seperti Muammar Khadafi, Saddam Hussein, Ahmadinejad, Hosni Mubarak serta nama tokoh lain. Orang tua pasti berharap anaknya mengikuti jejak pesohor dan tokoh-tokoh dunia Islam tersebut yang berani melawan Barat. Namun tak sedikit pula, orang tua yang harus mengganti nama anaknya menjadi nama biasa karena sang anak tak sanggup menanggung beban 'harapan' dari nama yang disandangnya.
Di pelbagai budaya, jelas Danesi, bayi yang baru lahir tidak dianggap sepenuhnya sebagai bagian dari budaya itu hingga ia diberi nama. "Tindakan menamai bayi yang baru lahir merupakan ritual perubahan status yang harus ia jalani dalam masyarakat, dan ia diidentifikasi sebagai seorang individu tersendiri dengan kepribadian yang unik," tulisnya.
Prosesi memberi nama itu selain karena bentuk kebanggaan, melainkan juga sebagai penegasan kepada masyarakat bahwa, "Ini loh namanya." Sebab, jika tak diberi nama, maka masyarakatlah yang akan memberi nama. Meski sudah punya nama, ada juga yang memiliki nama panggilan tersendiri di masyarakat, biasanya merujuk pada perilaku si anak. (Coba mengingat-ingat nama-nama lucu di kampungmu).
Singkatnya, setiap nama yang diberikan kepada sang anak bukan secara kebetulan, melainkan si pemberi nama itu mengetahui maknanya serta kisah dari nama itu jika merujuk pada nama-nama tokoh dunia dunia. Yang jelas, si pemberi nama tidak sedang galau saat memilih nama-nama untuk anaknya yang baru lahir.
Jika kita membaca literature, orang Eropa juga sangat memperhatikan makna dari nama-nama yang diberikan kepada anaknya. Namun, kebanyakan mereka merujuk pada nama-nama dalam bahasa Ibrani, Latin, Yunani, atau Teutonik.
Nama-nama Ibrani biasanya diadopsi dari Bibel dan menjadi sumber penting bagi nama-nama dalam tradisi Barat. Sebut saja, John (berkah yang pengasih dari Tuhan), Mary (diharapkan), Michael (seperti tuhan), David (dikasihi), Elizabeth (sumpah Tuhan), James (semoga Tuhan melindungi, atau ia yang menggantikan orang lain), Hannah (Tuhan telah memilihku), Joseph (Tuhan akan menambahkan), dan Samuel (Tuhan telah mendengar).
Sementara nama-nama Yunani atau Latin sering merujuk pada sifat-sifat abstrak, misalnya, Alexander (penolong umat manusia), Barbara (orang asing), George (petani), Helen (cahaya), Margaret (mutiara), Philip (pecinta kuda), Stephen (mahkota atau karangan bunga), Clarence (terkenal), Emily (memuji), Patricia (lahir sebagai bangsawan), Victor (penakluk), dan Virginia (bagai perawan).
Lalu, nama-nama Teutonik umumnya terdiri atas dua unsur yang digabungkan tanpa mengindahkan hubungannya satu sama lain. Misalnya, William terdiri atas dua unsur nama, Wille (kehendak atau ketetapan) dan Helm (helmet).
Tahu nggak, awalnya nama-nama yang diberikan dalam budaya Barat itu bersifat indeksikal, artinya mengindentifikasi individu berdasarkan nama tempat. Misalnya di Inggris, seseorang yang tinggal di dekat atau tempat tumbuhnya pohon apel akan dinamai John Appleby (John tempat apel tumbuh). Silahkan terjemah sendiri nama-nama seperti Wood, Lake, Brook, Stone, Field dan Ford.
Nah, masihkah kita bertanya "Apalah arti sebuah nama?" seperti judul posting ini? Semua terserah anda. []
Tags:
catatan