Jika dihitung,
lebih setengah jam pasangan sedang dimabuk asmara itu memadu kasih di sana. Kami pun sudah tak
lagi memperdulikan mereka. Soalnya banyak pemandangan lain yang lebih menarik
untuk dilihat, daripada memantau mereka. Apalagi, bayangan keduanya sudah tak
terlihat lagi.
Sebelumnya Semalam di Singapore (4)
Kami beranjak dari taman itu, berjalan menuju tempat di mana patung Merlion berada. Tujuan kami selain untuk berfoto juga melihat dari dekat simbol Singapore itu. Kami juga akan mencari mencari sedikit makanan untuk mengganjal perut.
Kami beranjak dari taman itu, berjalan menuju tempat di mana patung Merlion berada. Tujuan kami selain untuk berfoto juga melihat dari dekat simbol Singapore itu. Kami juga akan mencari mencari sedikit makanan untuk mengganjal perut.
Dengan kondisi
fisik yang lemah, kami terus berjalan, sembari mata tak pernah berkedip melihat
pemandangan indah di depan kami. Anak-anak ABG, di tangannya camera digital dan
ponsel cerdas canggih, asyik berfoto bersama, sambil berlari-lari, dan tentu
saja dengan gaya genit. Dalam hati, ingin rasanya bisa berfoto dengan mereka.
Tapi, apa boleh buat, daripada dikira kampung, niat itu kami urungkan. Melihat
mereka tentu saja membuat kami senang, meski perut kami sudah tak mungkin
diajak kompromi lagi.
Meski sudah
larut malam, jumlah pengunjung makin ramai. Kawasan itu benar-benar tempat
rekreasi yang menyenangkan. Wanita muda dengan wajah cantik
berseliweran di sekitar kami. Sementara tak jauh dari patung itu, suara musik
kian gaduh. Beberapa pengunjung cafe berjoget ria. Entah karena penasaran atau
memang hasrat untuk menikmati sedikit gemerlapnya kehidupan malam di Singapore
kami berdua mendekat. Duh, sesak nafas kami. Suara musik juga bikin telinga kami pekak.
Sejumlah
wanita berpakaian menor memamerkan betis seksi dan buah dada, tak hanya kepada
kami tetapi juga kepada setiap orang yang lewat. Di tangan mereka memegang
rokok, dan sesekali mereka hisap dalam-dalam. Asap mengepul di muka mareka. Dalam hati terbersit,
"mereka pasti cewek-cewek nakal."
Pun begitu,
kami berdua tak sedikit pun tergerak menggoda dan menanyakan tarif. Dalam hati
kami menduga-duga, harga mereka pasti lebih mahal dari cewek-cewek yang sering mangkal di
jalan Jaksa, Jakarta Pusat.
Saat asyik melihat-lihat, kami membaca tulisan yang sangat gampang dieja: toilet.
"Ini tempat yang kita cari," kata saya.
Soalnya sejak pertama menginjak kaki di Singapore, saya sama sekali belum ke toilet. Hanya kawan yang pernah sekali, itu pun di mall kawasan Esplanade. Secara bergantian pula kami membuang sesuatu yang sudah mengumpal dan membuat kami tak nyaman. Meski harus naik tangga ke lantai dua, kami cukup puas karena tak ada yang perlu dirisaukan lagi.
"Ini tempat yang kita cari," kata saya.
Soalnya sejak pertama menginjak kaki di Singapore, saya sama sekali belum ke toilet. Hanya kawan yang pernah sekali, itu pun di mall kawasan Esplanade. Secara bergantian pula kami membuang sesuatu yang sudah mengumpal dan membuat kami tak nyaman. Meski harus naik tangga ke lantai dua, kami cukup puas karena tak ada yang perlu dirisaukan lagi.
Setelah
selesai di sana, kami kembali berjalan. Tak jauh dari tempat kami buang air
kecil tadi, duduk seorang cewek, sendirian. Meski meja-kursi banyak di situ,
tapi dia hanya sendirian. Tempatnya juga gelap. Di atas mejanya terdapat
segelas air berbusa, yang kami taksir sejenis minuman beralkohol. Kami juga
melihat sebungkus rokok, tepat di samping gelas minumnya. Si cewek yang kami
taksir berumur 21 tahun itu berpakaian serba hitam. Baju hitam berlengan pendek
dipadu rok mini yang sangat minim dengan dibalut stocking hitam hingga ke atas
lutut. Kami sama sekali tak bisa menikmati betis dan pahanya yang putih-mulus. Merasa sedang diperhatikan, cewek itu memasang muka cemberut. Tak ada senyum genit tersungging
dari bibirnya. Dia seperti ingin sendiri. Kami pun tak berniat sekedar menegur.
Kami
kembali ke patung Merlion. Belum cukup rasanya kami berfoto-foto ria. Setelah
jepret sana-jepret sini, kami beristirahat sebentar. Kebetulan ada tempat duduk
kosong di situ. Kami berdua kemudian mencoba membuat rencana, mau kemana lagi.
Soalnya jam masih menunjukkan pukul 01.00 dinihari. Menyewa kamar sudah
kepalang tanggung. Jika tetap memilih menyewa kamar, jadwal kepulangan kami
besok bisa berantakan. Karena besok, sesuai jadwal di tiket, pukul 14.00 sudah
harus ke Tanjung Pagar. Kami naik kereta api kembali ke Kajang, Malaysia. Terus terang kami takut kesiangan jika memilih
beristirahat di kamar hotel.
Akhirnya kami
mengambil kesimpulan tak jadi menyewa hotel. Jika pun rasa kantuk tak bisa kami
tahan, kami bisa saja tidur di taman yang ada tempat duduknya dan bisa kami
pergunakan sekedar rebahan. Lagian, tak lama lagi juga sudah subuh. Sambil kami
mengatur rencana, tak jauh dari kami ada sepasang muda-mudi berpelukan mesra.
Meski tempat sedikit gelap, kami bisa melihat mereka dengan jelas. Saya
mengarahkan kamera dengan sedikit zoom. Gambar mereka terekam meski sedikit
kabur. Terlihat mereka sangat menikmati percumbuan itu. Si cewek berkali-kali
memeluk erat cowoknya sambil berciuman. Tubuh mereka seperti ditarik-tarik,
menunjukkan kalau nafsu sudah di ubun-ubun. Hehehe.
Selanjutnya
kami memotong jalan dan terus berjalan ke lapangan yang cukup luas, tempat kami
lewat pertama kali. Jika tak salah lihat, di satu sisinya, terdapat gedung
parlemen Singapore. Itu kami tahu, karena terdapat patung Rafles, yang dikenal
sebagai pendiri Singapore.
Setelah
mencapai ujung jalan, di perempatan, kami mencoba mencari tempat makan. Tak
ketemu. Malah perempatan itu kami lewat berkali-kali. Sama sekali tak kami
temui tempat makan. Sementara perut kami sudah tak bisa diajak kompromi lagi.
Saat kami terbengong-bengong dan sedikit kelihatan bodoh, sebuah taxi berhenti
di depan kami. Pertama kami tak berniat menaikinya, karena terus terang kami
tak tahu mau kemana lagi. Namun, karena si sopir taxi menyapa sangat ramah,
kami pun setuju untuk naik ke taxi-nya. Di dalam taxi, si sopir berwajah melayu
itu bertanya tujuan kami mau kemana. Secara serentak kami mengatakan bahwa kami
hendak mencari tempat makan. Dia mengaku tahu lokasi makan yang enak dan tentu
saja murah.
Katanya, di
kawasan Geylang ada tempat makan melayu. Di sana juga kami bisa menikmati
kehidupan malam.
“Saya ingin ajak kalian melihat perempuan-perempuan Indonesia melacurkan diri di Geylang,” ucapnya.
Kami mengangguk setuju. Katanya, di Geylang banyak perempuan-perempuan nakal yang dibawa dari Batam, Kepulauan Riau. Sepanjang perjalanan dia bercerita. Kami hanya mendengarkan saja dan sesekali menimpalinya. Pikiran kami tentu saja terbayang pada kemolekan tubuh wanita-wanita yang diceritakan itu. -->Bersambung
“Saya ingin ajak kalian melihat perempuan-perempuan Indonesia melacurkan diri di Geylang,” ucapnya.
Kami mengangguk setuju. Katanya, di Geylang banyak perempuan-perempuan nakal yang dibawa dari Batam, Kepulauan Riau. Sepanjang perjalanan dia bercerita. Kami hanya mendengarkan saja dan sesekali menimpalinya. Pikiran kami tentu saja terbayang pada kemolekan tubuh wanita-wanita yang diceritakan itu. -->Bersambung
Tags:
Traveling