Beberapa saat
kemudian, taxi yang kami tumpangi memasuki kawasan Geylang. Laju taxi diperlambat. Setiap melewati blok
(bisa disebut lorong, tapi ukurannya lebih besar), sang Sopir menunjuk ke arah
cewek yang berseliweran di lorong itu. Dia bercerita, cewek yang 'melacurkan'
diri tersebut, kebanyakan didatangkan dari Batam, Riau.
Menurut sopir, meski jumlah blok sangat banyak, hanya beberapa saja yang lebih 'ramai', parah serta tempat mangkal wanita-wanita nakal. Kami pun diajak untuk mampir di Geylang 17 dan 21. Menurut dia, di kawasan ini paling banyak cewek ‘nakal’ dari Indonesia.
“Tapi usia
mereka sudah berkepala empat. Mungkin kalah bersaing dengan cewek-cewek muda di
Batam, sehingga mereka berpindah ke sini (Singapore, pen),” jelas sopir kami.
Terus terang,
saya tak fokus lagi menyimak omongan dia. Mata saya dan teman saya (Popon) tak
pernah lepas melihat ke pinggir jalan. Terasa sekali kita memasuki kawasan
nakal. Di setiap sudut toko, simpang atau di pinggir jalan, kami lebih banyak
melihat cewek-cewek nakal. Mereka menyetop dan melambai ke setiap pria yang
lewat.
Pakaian mereka
super minim. Rok pendek di atas lutut. Malah ada super pendek, nyaris seperti
memamerkan CD yang mereka pakai. Betis indah mereka bisa dinikmati gratis.
Namun, baju mereka sedikit lebih sopan: lengan pendek dengan sedikit tampak
belahan dada. Tapi ada juga yang super menor. Seperti tak memakai baju. Ketika
disorot lampu mobil, kita bisa melihat lekuk-lekuk tubuh mereka. Bentuk dan
warna Beha tercetak jelas.
“Kita duduk di
warung itu saja,” kata sang Sopir sambil menunjuk ke warung masakan India.
Menurut dia, selain menunya lengkap, masakannya juga enak. Harganya murah
meriah.
“Iya, kami
sudah lapar sekali,” kata T Irwani (Popon). Teman saya ini memang hobi makan.
Tak heran jika tubuhnya tambun.
Kami memilih
duduk di meja belakang, di sisi luar warung. Soalnya, meja di depan sudah penuh
terisi. Di beberapa meja kami melihat sudah dikuasai cewek-cewek berpakaian
menor. Mereka bercengkrama antar sesama. Sesekali tertawa lebar. Asap rokok di
atas meja mereka tak henti-hentinya mengepul, mirip cerobong di perusahaan pengeboran minyak.
Kami melihat beberapa pria bule menemani mereka.
Di warung ini,
saya memesan canai kuah kare, plus teh o (teh kosong). Teman saya, seperti
biasa memesan mie pakai telur. Sementara si sopir hanya memesan minuman kaleng.
Sambil menunggu makanan tiba, kami memperhatikan sekeliling. Beberapa cewek
berwajah chinese bolak-balik di lorong samping warung tempat kami nongkrong.
Jangan
coba-coba memotret aktivitas dan suasana di kawasan itu. Jika ketahuan,
urusannya bisa panjang. “Sebaiknya jangan memotret di sini,” sang sopir taxi
memperingatkan kami. Sebenarnya, saya sudah bersiap-siap mengambil beberapa
angle foto. Rencana memotret terpaksa saya urungkan. Takut menimbulkan masalah.
Jalan itu
gelap. Ukurannya tak sampai lima meter. Di sisinya berdiri pohon rindang. Di
pinggir jalan itu, kami melihat beberapa mobil parkir sembarangan. Tak jauh
dari itu, kami juga melihat beberapa cewek sedang duduk sambil menghisap rokok.
Dari gaya berpakaian, mereka sepertinya sedang menunggu seseorang untuk
membooking mereka. Hal itu kami ketahui, karena mereka sering menyapa dan
menegur setiap pria yang lewat, lebih-lebih yang baru turun dari mobil.
Di sisi tempat
kami duduk, sudah tak terhitung entah berapa cewek yang lewat. Kami pun bisa mencium
berbagai macam aroma parfum. Dari yang wanginya biasa saja, sampai yang bisa
membangkitkan birahi. Hidung kami menjadi terlatih untuk membuat analisa: ini
pasti parfum mahal bermerek! Ini pasti parfum muriah.
Kebanyakan
mereka memang menggunakan parfum yang baunya menyengat. Dari bau saja sudah
membuat kita tertarik untuk mendekati si cewek.
Kami tidak
tahu, apakah gaya kami mirip anak kampung yang baru lepas ke kota. Soalnya
beberapa cewek yang duduk di depan kami sering kali melihat ke arah kami.
Kadang saling beradu pandang. Gaya mereka sedikit menggoda. Pura-pura mengacung
rokok. Sering juga sambil mengedip mata. Senyum dibuat segenit mungkin.
Cewek-cewek di
situ semua siap tempur. Kita tak perlu takut mencari tempat melampiaskan nafsu
semalam. Karena tak jauh dari tempat itu, terdapat beberapa motel atau losmen
yang memang khusus untuk berbuat begituan.
Hal itu kami ketahui, karena beberapa pasangan keluar-masuk motel
tersebut. Saat masuk, pasangan yang mau naik ke bulan itu saling berangkulan,
berpegang tangan. Tapi ketika keluar, mereka seperti tidak saling kenal. Mungkin
karena si wanita sudah menerima bayaran sesuai tarif.
Tapi berapa
kira-kira tarif mereka untuk sekali kencan? Ini pertanyaan yang sejak awal kami
simpan. Mau bertanya, malu. Tak bertanya, bikin penasaran. Minimal, kami perlu
tahu berapa harga untuk sekali short time dengan cewek-cewek nakal itu?
Ayo...Mau tahu
berapa tarif mereka? Simak sambungannya. -->Bersambung
Tags:
Traveling