Hadih keu tungkat, Ayat keu belanja (Pepatah Aceh)
Setahun lalu,
tepatnya pada 16 Agustus 2012, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar
Abdalla berkicau di akun twitter miliknya, @ulil. Kicauannya selalu kritis dan
sering mengundang kontroversi. Ini memang khas Ulil, sosok yang dikenal sebagai
pemikir keislaman yang bebas serta kerap melabrak pemahaman umum umat Islam.
Namun, kali ini kicauannya berbuntut panjang dan mendapat tanggapan dari
seorang ustadz yang sering tampil di televisi.
“Ada yg bilang, saya hanya (mencari, red) keuntungan sj lewat Islam liberal. Lucu. Kalau mau nyari untung,
mending jadi da'i konvensional aja. :)”
Menurut Ulil,
menjadi Dai konvensional lebih menguntungkan. “Jadi da'i konvensional spt Aa Gym, Arifin ilham, Yusuf Mansur lbh
menguntungkan. Pesan sederhana, undangan banyak, honor berlimpah.”
Tak pelak,
kicauannya yang membawa-bawa nama kondang itu menuai masalah. Ada yang tidak
menerima kesimpulan yang dibuat aktivis muda NU tersebut, terutama Yusuf Mansur
yang wajahnya sering kita lihat di TV. Yusuf Mansur jelas terganggu dengan
tweet Ulil itu, terutama soal tuduhan menerima honor berlimpah.
“Lah koq bisa Mas @ulil yg mengedepankan
data obyektif bisa mentweet ttg honor berlimpah? Itu udah tuduhan loh... *kalem,” tulis Yusuf Mansur melalui akun twitternya,
@Yusuf_Mansur. Ustadz bersuara lemah lembut ini mencoba bersikap tenang dan tak
terbawa emosi.
Meski sudah menulis
kata ‘kalem’ di akhir tweetnya, Yusuf Mansur tetap tegas menegur Ulil. Ini bisa
terbaca dari tweet-tweet berikutnya. “Lain
kali hati2 ya bicara. Apalagi sampe nyebut nama. Ga baik. Saya banyak duit,
iya. Sbb saya usaha/dagang + konsep sedekah,” sambungnya.
Menurut Yusuf
Mansur, meski sudah bertahun-tahun berceramah di TV, dia sama sekali tak
menerima honor, termasuk penampilannya di ANTV.
“Bertahun2 saya di tv, honornya
saya ga terima loh. Antv tak berhonor sama sekali. Juga ceramah. Apalagi. Malah
bagi2 duit Mas,” jelasnya.
Ke depan, Ia pun memperingatkan
Ulil agar tak menyebut nama. “Besok2
baiknya jgn nyebut nama. Sekelas mas ulil kurang elok rasanya nyebut nama tanpa
data. Khususnya ttg saya,” tulisnya mengingatkan.
Ulil pun bergeming
dengan pendapatnya. Ia memuji ustadz Yusuf Mansur jika tak menerima honor,
meski tak merasa bahwa tweetnya salah. “Kalau
antum tak ambil honor dari dakwah di TV bagus. :) Tp poin twit saya bukan di
sana. Antum pasti paham maksud saya,” jawab Ulil.
Yusuf Mansur juga
Komplain dengan istilah ‘dai konvensional’ yang digunakan Ulil. “Oh ya, lupa. Tidak ada istilah, dan jgn
sampe ada istilah dai konvensional. Yg ada dai lillaahi ta'aalaa. Semua krn
Allah,” tulis Yusuf Mansur seperti memperingatkan Ulil agar berhati-hati
menggunakan istilah ‘dai konvensional’.
Pun demikian, Ulil
tetap menggunakan istilah da’i konvensional. Ulil yakin gagasannya benar, dan
tak akan menghapus tweet tersebut.
“Twit saya soal dai konvensional tadi benar
isinya. Tidak saya cabut. Tp menyebut perorangan mmg tidak etis. Mohon maaf. :)” tulis Ulil lagi.
Mereka pun saling
berbalas tweet. Baik Ulil maupun Yusuf Mansur punya pendukung masing-masing,
yang memberi support maupun me-RT tweet mereka. Namun, keduanya seperti tak
ingin mempertajam perdebatan dan memilih berdamai, biar tak berkepanjangan. Belum
lagi debat keduanya tak luput dari pantauan media. Mereka pun saling memahami
posisi masing-masing.
***
Beberapa waktu
lalu, nama Ustadz Yusuf Mansur kembali menghiasi pemberitaan. Kali ini bukan
lagi perdebatannya dengan Ulil Abshar Abdalla, melainkan terbongkarnya bisnis
investasi yang dijalaninya. Ya…sejak pertengahan 2012 lalu, Yusuf mengembangkan
usaha investasi Patungan Usaha dan Patungan Aset. Ia mengajak masyarakat luas
untuk berinvestasi lewat bisnisnya itu.
Kedua bisnis
tersebut, kata Yusuf Mansur, memiliki prinsip mengumpulkan dana dari masyarakat
yang kemudian dikelolanya melalui dua skema investasi. "Patungan Usaha bayarnya (investasinya) Rp 12 juta per orang, sedangkan
untuk Patungan Aset Rp2 juta per orang," ujar Yusuf seperti dikutip Kontan,
Kamis (19/4/2013).
Menurutnya, dana
investasi dari Patungan Usaha digunakan untuk mengakuisisi sebuah hotel dan
apartemen di dekat Bandara Soekarno-Hatta. Sedangkan Program Patungan Aset,
pihaknya membelikan sebuah tanah kosong, dan untuk tahap pertama, Yusuf telah
menggunakan dana masyarakat untuk membeli tanah seluas 4,7 hektar (ha) yang
berlokasi di dekat Bandara Soekarno-Hatta, tidak jauh dari Hotel Topas.
"Saya sudah akuisisi Hotel Topas
senilai Rp 180 miliar,"
jelasnya. Rencananya,
Yusuf akan
mengembangkan hotel itu menjadi hotel untuk para peserta haji dan umrah tiap
tahunnya.
Tak pelak, model
bisnis ustadz itu memunculkan polemik luas, dianggap tidak lazim serta tak
sesuai dengan aturan yang ada. Karena mendapat sorotan tajam, Yusuf Mansur pun
menghentikan bisnisnya untuk sementara waktu sambil menunggu izin dari Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Ia umumkan penghentikan bisnisnya itu melalui akun
twitternya, @Yusuf_Mansur dan juga melalui situsnya www.patunganusaha.com
Tak pelak,
munculnya pemberitaan tentang bisnis investasinya ini membuat kita kembali
terkenang pada perdebatannya dengan Ulil. Wajar jika Yusuf tak begitu
memperhatikan honor karena punya penghasilan lain dari bisnisnya. Pun demikian,
tak sedikit masyarakat yang mencibir praktik bisnis sang Ustadz. Mereka
berpendapat, seharusnya ustadz tak terlalu berambisi mengejar kehidupan
duniawi, apalagi secara berlebihan.
***
Lain Yusuf Mansur,
lain pula Ustadz Soleh Mahmud alias Solmed. Suami dari Aprilia ini yang juga
kerap memberi ceramah di TV tersandung masalah honor dengan TKW Hong Kong.
Masalah ini mencuat ke permukaan dan diketahui publik setelah muncul
pemberitaan di sebuah surat kabar lokal Hong Kong berbahasa Indonesia, Kindo. Solmed
diberitakan membatalkan sepihak jadwal ceramahnya untuk tenaga kerja wanita (TKW)
di Hong Kong gara-gara tak cocok dengan jumlah honor. Ketidakcocokan itu
terjadi setelah pihak Solmed meminta kenaikan honor dari yang sudah disepakati.
Disebutkan, awalnya
Solmed setuju dengan jumlah honor sebesar Rp6 juta, namun kemudian pihak Solmed
meminta Rp10 juta. Ketua Thariqul Jannah (organisasi pengajian TKW Hong Kong)
Lifah Khalifah pun menyebut Solmed seorang ustadz matre. Bahkan, kata Lifah,
Solmed juga meminta 10 persen dari penjualan tiket dan 50 persen dari dana
infak lewat surban keliling.
Tak hanya itu,
pihak Solmed juga meminta beberapa fasilitas lain seperti penginapan berbintang
dan mobil jemputan pribadi selama berada di Hong Kong. Informasi yang dilansir
media berbahasa Indonesia juga menjadi ramai di Indonesia. Kontroversi honor
ustadz pun dibedah di stasiun-stasiun televisi dan juga menjadi topik hangat di
twitter. Istilah ustaz matre pun mencuat. Banyak yang menuding profesi ustadz
sudah dikomersialkan.
Lalu, bagaimana
tanggapan Solmed atas pemberitaan miring ini? Dia pun mengaku tak mau jika dakwah
yang dilakukannya dicampur aduk dengan unsur bisnis. Menurut Solmed, dirinya
tak pernah meminta bayaran. “Saya dakwah, saya tidak pernah minta bayaran, tapi
jangan dibisnisin. Tapi yang di Hong Kong itu pengunjung disuruh bayar, saya
nggak mau, saya yang protes. Saya bilang kalau Anda masih bayar, saya nggak mau
datang,” ujarnya seperti dikutip situs alqolam, Senin (12/8/2013).
Terlepas
benar-tidaknya polemik tersebut, saya teringat satu pepatah di Aceh, “Hadih keu tungkat, Ayat keu belanja (hadist
untuk tongkat, Ayat untuk mendapatkan belanja/uang)”. Ungkapan ini cukup terkenal dan mengingatkan para ustadz, Dai atau
politisi agar tak menjual ayat-ayat Al Quran untuk mendapatkan keuntungan
materi semata.
***
Fenomena Dai seleb
ini mungkin bukan hal baru bagi kita. Sebelumnya sudah pernah muncul nama-nama
seperti Ustadz Aaa Gym yang namanya tenggelam setelah menikah lagi. Jika dulu
hampir tiap hari kita mendengar tausiahnya yang menyejukkan hati di TV, maka
kini kita hampir tak lagi mendengar kabar dari pimpinan pondok pesantren
Darut-Tauhid ini.
Sebelum Aaa Gym
kita juga mengenal nama KH Zainuddin MZ. Kemampuan olah-vokalnya didukung
dengan pemahaman agama yang luas tak pelak membuat kiay asli Betawi ini laris
diundang berdakwah kemana-mana. Wajahnya begitu mudah dilihat di layar TV. Gaya
pidatonya juga menginspirasi banyak dai. Di Aceh, pidatonya bisa kita simak
tiap menjelang adzan Magrib dari pengeras suara yang dipasang di setiap masjid
atau meunasah (surau). Kaset pidatonya memang lahir manis dan menjadi koleksi
‘wajib’ pengurus Masjid atau Meunasah.
Lalu, kita pun jadi
bertanya-tanya, apakah profesi dai yang menggiurkan dan layak dilirik siapa
pun? Berapa sebenarnya honor dai? Tak mudah memang menjawab pertanyaan ini,
apalagi soal tarif honor. Tapi, kita bisa menerka-nerka. Di Aceh, misalnya,
setiap dai yang diundang untuk memberi ceramah di suatu kampung biasanya
mendapatkan bayaran Rp1,5 juta untuk sekali tampil, kadang-kadang jumlah ini
belum termasuk ongkos transportasi. Dan profesi Dai ini kian populer jika
sedang musim maulid.
Di Aceh, perayaan
maulid itu berlangsung lama, hingga tiga bulan. Sehingga lahir istilah ‘Mulot, adoe mulot dan kumuen mulot’.
Dai-dai pun lahir manis dan harus berceramah dari satu kampung ke kampung lain,
tergantung undangan. Bisa saja malam ini berceramah di pedalaman Pidie, malam
besoknya harus sudah hadir di pelosok Aceh Utara. Untuk Dai yang sedang populer
(karena ceramahnya lucu dan kocak) jadwalnya bisa sudah penuh untuk tiga bulan
lamanya. Dia pun tak bisa lagi menerima tawaran ceramah karena jadwalnya penuh.
Baca juga Ulil Abshar dan Yusuf Mansur Berantam di Twitter
Tags:
Artikel