Semua kita pasti punya kenangan tentang buku. Beberapa judul buku bahkan membawa pengaruh besar dalam kehidupan kita. Buku-buku tersebut membuat kita seperti tak hidup sendiri, karena menjadi teman di kala galau. Buku biasa menemani kita saat bersantai, ketika mau tidur maupun dalam perjalanan jauh. Berikut ini beberapa judul buku yang memberi pengaruh luar biasa dalam kehidupan Saya.
Asmara Buta
Saya tidak tahu apakah Asmara Buta layak disebut buku atau tidak. Sebab, Asmara Buta lebih berbentuk stensilan, tanpa cover dan hanya sekadar kopian. Sewaktu saya membacanya, Asmara Buta sudah melewati berbagai tangan, sehingga bentuknya benar-benar kacau dan lusuh. Saya yakin, sebelum saya, buku ini sudah cukup banyak dibaca. Itu saya tahu karena beberapa sisinya sudah rusak, lembaran mulai menghitam dan banyak tulisan yang buram. Saya termasuk beruntung bisa memperolehnya. Buku itu berpindah dari satu tangan ke tangan lain secara rahasia dan sembunyi-sembunyi. Bukan apa-apa, isi di buku itu belum sepatutnya jadi bacaan kami yang masih duduk di kelas dua sekolah menengah pertama (apalagi untuk murid pesantren terpadu). Kalau ketahuan guru/ustaz alamatnya bisa celaka: dikeluarkan dari sekolah.
Tapi, bagi saya bukan soal isinya. Buku tersebutlah yang membuat saya mencintai membaca buku. Sejak selesai membaca buku tersebut, kecintaan membaca buku meningkat tajam. Apa saja saya baca: koran bekas, buku pelajaran sekolah, dan majalah. Pokoknya apapun yang bisa dibaca saya baca. Bahkan saat duduk di bangku Madrasah Aliyah (MA), saya termasuk pengunjung tetap pustaka daerah di Tijue, Sigli. Tiap minggu saya meminjam tiga judul buku, dan alhamdulillah selalu selesai saya baca, dan jarang sekali telat mengembalikan buku pinjaman. Di pustaka itulah saya akrab dengan banyak judul buku dengan tema beragam: politik, sosial, agama, filsafat dan jurnalisme.
Memoar TEMPO
Ini bukan buku tentang perjalanan majalah TEMPO. Buku ini kumpulan biografi tokoh-tokoh hebat yang sebelumnya sudah pernah ditulis oleh majalah TEMPO. Kisah-kisah tersebut dimuat di rubrik selingan 'Memoar'. Seingat saya, dulunya saya hanya sempat membaca dua jilid saja. Saya tidak tahu apakah ada jilid 3 dan seterusnya atau tidak. Di buku itu, kita bisa membaca biografi politisi, pengarang, sastrawan, pemimpin negara dan banyak lagi. Cerita kehidupan mereka benar-benar menginspirasi. Kita dapat belajar banyak dari perjalanan hidup mereka. Sekarang, saya lagi mencari-cari buku tersebut, sebagai koleksi.
Mengarang Cerpen Itu Gampang
Buku karya Arswendo Atmowiloto ini termasuk 'berjasa' mendorong saya belajar menulis lebih giat lagi. Banyak kiat-kiat menulis yang dipaparkan dalam buku yang ditulis mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor tersebut. Bahasanya mudah dimengerti dan cara penyajiannya banyak berupa tanya jawab. Bagi anak-anak sekolah seperti saya, model seperti itu sangat membantu. Dulu, kita tidak bisa membuka internet mencari 'kiat menulis' seperti sekarang ini. Kehadiran buku tersebut benar-benar membantu meningkatkan kemampuan menulis, termasuk bagaimana memperlakukan sebuah ide.
Suara Adzan dan Lonceng Gereja
Ketika kuliah saya tak pernah menjumpai buku ini di Perpustakaan IAIN Ar Raniry. Suara Adzan dan Lonceng Gereja adalah sebuah Roman karya Prof A. Hasjmy, mantan Gubernur Aceh dan Rektor IAIN Ar Raniry. Kalau tidak salah ingat, Roman ini bercerita tentang seorang lelaki yang memiliki dua orang kekasih, satu beragama islam dan satu lagi kristen. Kisah di roman ini mirip dengan cerita di dalam novel Ayat-ayat Cinta. Bagi saya, Roman ini membuka pemahaman saya, bahwa dalam menulis fiksi imajinasi kita tak boleh terkungkung. Untuk mendapatkan hasil karya yang bagus, imajinasi kita haruslah liar.
Ideologi Kaum Intelektual
Ini termasuk buku serius yang saya pernah baca saat masih duduk di bangku Madrasah Aliyah. Buku karya Dr Ali Syariati, intelektual muslim asal Iran ini membuka cakrawala berpikir saya tentang tanggung jawab seorang intelektual muslim. Syariati mengupas masalah filsafat barat secara cerdas dan mendalam. Ia mampu menunjukkan letak kelemahan filsafat barat, dan menawarkan filsafat Islam sebagai solusinya. Di bukunya, Syariati menyerukan intelektual muslim untuk berpaling dari filsafat barat dan eropa dan meninggalkan sikap yang kebarat-baratan. "Mari kita tinggalkan Barat yang sok berbicara tentang kemanusiaan, tetapi di mana-mana kerjanya membinasakan manusia.” Begitu Ali Syari’ati, berkhutbah.
Bumi Manusia
Saya berkenalan dengan novel Bumi Manusia, salah satu dari tetralogi pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer ini ketika berada dalam safety house di Batang, Jawa Tengah. Dari sekian banyak judul buku Pram, saya jatuh cinta dengan buku ini. Sekali pun sudah pernah membaca, saya terpaksa membeli buku itu untuk koleksi. Sebenarnya ada satu lagi judul buku Pram yang saya suka, yaitu Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Saking penasarannya dengan isi Bumi Manusia, saya sempatkan diri menamatkannya dalam sehari-semalam. Saya kagum dengan kemampuan Pram menulis novel yang mengaitkannya dengan sejarah, plus bagaimana proses buku ini lahir, yang awalnya dia ceritakan kepada para tahanan. Begitulah Pram merawat cerita yang akan dituliskannya.
Cendekiawan dan Kekuasaan
Kalau saya tidak keliru, buku Cendekiawan dan Kekuasaan (Dalam negara Orde Baru) karya Daniel Dhakidae awalnya adalah disertasi S3-nya mantan penggawa Majalah PRISMA terbitan LP3ES. Di buku ini, Daniel mengupas dari berbagai sisi pergulatan intelektual di masa Orde Baru, terutama para intelektual yang banyak menyumbangkan pemikirannya menulis di Majalah PRISMA. Melalui buku ini saya jadi mengerti bagaimana para intelektual menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di tengah ketatnya kontrol Pemerintahan Soeharto. Bagi yang mau memahami sejarah pers Indonesia terutama keberadaan Majalah PRISMA yang pernah begitu berpengaruh karena mampu memengaruhi kebijakan pemerintah, buku ini menjadi wajib dibaca (sekali pun bukan satu-satunya). Saya sendiri membaca buku ini saat berada dalam masa safety house di kawasan Ciputat Jakarta. Kebetulan kawan saya (dulu dia pernah bekerja di PBHI) memiliki buku ini di pustaka mininya di kost. Saya bisa membacanya dengan bebas.
Imperium
Bagi politisi, pengacara, aktivis dan orang yang punya fokus ke politik perlu membaca novel Imperium karya Robert Harris ini. Membaca buku ini seperti kita membaca biografi Marcus Tullius Cicero, ahli retorika Romawi Kuno. Diceritakan, Cicero yang tak memiliki modal apa-apa, hanya punya kemampuan bicara, mampu meniti karir politik tertinggi di Roma sebagai Konsul Roma. Bagi yang ingin belajar bagaimana pengaruh retorika dalam politik, buku ini perlu ada di koleksi pustaka mini anda. Di bagian awal, misalnya, Robert Harris mengisahkan bagaimana Cicero belajar ilmu retorika hingga ke Yunani, termasuk bagaimana sang tokoh itu berlatih berbicara di pinggir ombak. Saya pikir, Cicero adalah peletak dasar ilmu retorika yang hari-hari ini sangat dibutukan dalam kehidupan politik. Saya suka dengan salah satu ungkapannya, "siapa pun yang tidak tahu apa yang terjadi sebelum dia lahir, maka dia tetaplah seorang anak kecil." Imperium merupakan buku pertama dari tiga buku. Dua lainnya adalah Conspirata dan Dictator.
Sebenarnya cukup banyak buku yang memberi pengaruh dalam kehidupan saya. Buku soal Aceh, misalnya, saya terkenang dengan Perkara dan Alasan Aceh Merdeka karya Teungku Hasan di Tiro. Buku ini termasuk membuka pemahaman saya tentang sejarah Aceh dan kenapa Aceh harus merdeka dari Indonesia. Bahkan saat masih duduk di bangku Madrasah Aliyah, saya memiliki kopian buku "Seue Angkatan Gerakan Atjeh Merdeka" yang ditulis JM Hara. Buku ini ditulis dalam bahasa Aceh. Di luar itu, ada beberapa buku lain yang juga berpengaruh dalam kehidupan saya, seperti Genghis Khan karya Sam Djang. Di buku ini saya menjadi tahu bagaimana Genghis Khan ditenggelamkan dalam sejarah dan tak mendapat tempat terhormat. Padahal, dalam buku Sam Djang, kita bisa membaca kebesaran sang tokoh yang termasuk penakluk terbesar dalam sejarah! []
Asmara Buta
Saya tidak tahu apakah Asmara Buta layak disebut buku atau tidak. Sebab, Asmara Buta lebih berbentuk stensilan, tanpa cover dan hanya sekadar kopian. Sewaktu saya membacanya, Asmara Buta sudah melewati berbagai tangan, sehingga bentuknya benar-benar kacau dan lusuh. Saya yakin, sebelum saya, buku ini sudah cukup banyak dibaca. Itu saya tahu karena beberapa sisinya sudah rusak, lembaran mulai menghitam dan banyak tulisan yang buram. Saya termasuk beruntung bisa memperolehnya. Buku itu berpindah dari satu tangan ke tangan lain secara rahasia dan sembunyi-sembunyi. Bukan apa-apa, isi di buku itu belum sepatutnya jadi bacaan kami yang masih duduk di kelas dua sekolah menengah pertama (apalagi untuk murid pesantren terpadu). Kalau ketahuan guru/ustaz alamatnya bisa celaka: dikeluarkan dari sekolah.
Tapi, bagi saya bukan soal isinya. Buku tersebutlah yang membuat saya mencintai membaca buku. Sejak selesai membaca buku tersebut, kecintaan membaca buku meningkat tajam. Apa saja saya baca: koran bekas, buku pelajaran sekolah, dan majalah. Pokoknya apapun yang bisa dibaca saya baca. Bahkan saat duduk di bangku Madrasah Aliyah (MA), saya termasuk pengunjung tetap pustaka daerah di Tijue, Sigli. Tiap minggu saya meminjam tiga judul buku, dan alhamdulillah selalu selesai saya baca, dan jarang sekali telat mengembalikan buku pinjaman. Di pustaka itulah saya akrab dengan banyak judul buku dengan tema beragam: politik, sosial, agama, filsafat dan jurnalisme.
Memoar TEMPO
Ini bukan buku tentang perjalanan majalah TEMPO. Buku ini kumpulan biografi tokoh-tokoh hebat yang sebelumnya sudah pernah ditulis oleh majalah TEMPO. Kisah-kisah tersebut dimuat di rubrik selingan 'Memoar'. Seingat saya, dulunya saya hanya sempat membaca dua jilid saja. Saya tidak tahu apakah ada jilid 3 dan seterusnya atau tidak. Di buku itu, kita bisa membaca biografi politisi, pengarang, sastrawan, pemimpin negara dan banyak lagi. Cerita kehidupan mereka benar-benar menginspirasi. Kita dapat belajar banyak dari perjalanan hidup mereka. Sekarang, saya lagi mencari-cari buku tersebut, sebagai koleksi.
Mengarang Cerpen Itu Gampang
Buku karya Arswendo Atmowiloto ini termasuk 'berjasa' mendorong saya belajar menulis lebih giat lagi. Banyak kiat-kiat menulis yang dipaparkan dalam buku yang ditulis mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor tersebut. Bahasanya mudah dimengerti dan cara penyajiannya banyak berupa tanya jawab. Bagi anak-anak sekolah seperti saya, model seperti itu sangat membantu. Dulu, kita tidak bisa membuka internet mencari 'kiat menulis' seperti sekarang ini. Kehadiran buku tersebut benar-benar membantu meningkatkan kemampuan menulis, termasuk bagaimana memperlakukan sebuah ide.
Suara Adzan dan Lonceng Gereja
Ketika kuliah saya tak pernah menjumpai buku ini di Perpustakaan IAIN Ar Raniry. Suara Adzan dan Lonceng Gereja adalah sebuah Roman karya Prof A. Hasjmy, mantan Gubernur Aceh dan Rektor IAIN Ar Raniry. Kalau tidak salah ingat, Roman ini bercerita tentang seorang lelaki yang memiliki dua orang kekasih, satu beragama islam dan satu lagi kristen. Kisah di roman ini mirip dengan cerita di dalam novel Ayat-ayat Cinta. Bagi saya, Roman ini membuka pemahaman saya, bahwa dalam menulis fiksi imajinasi kita tak boleh terkungkung. Untuk mendapatkan hasil karya yang bagus, imajinasi kita haruslah liar.
Ideologi Kaum Intelektual
Ini termasuk buku serius yang saya pernah baca saat masih duduk di bangku Madrasah Aliyah. Buku karya Dr Ali Syariati, intelektual muslim asal Iran ini membuka cakrawala berpikir saya tentang tanggung jawab seorang intelektual muslim. Syariati mengupas masalah filsafat barat secara cerdas dan mendalam. Ia mampu menunjukkan letak kelemahan filsafat barat, dan menawarkan filsafat Islam sebagai solusinya. Di bukunya, Syariati menyerukan intelektual muslim untuk berpaling dari filsafat barat dan eropa dan meninggalkan sikap yang kebarat-baratan. "Mari kita tinggalkan Barat yang sok berbicara tentang kemanusiaan, tetapi di mana-mana kerjanya membinasakan manusia.” Begitu Ali Syari’ati, berkhutbah.
Bumi Manusia
Saya berkenalan dengan novel Bumi Manusia, salah satu dari tetralogi pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer ini ketika berada dalam safety house di Batang, Jawa Tengah. Dari sekian banyak judul buku Pram, saya jatuh cinta dengan buku ini. Sekali pun sudah pernah membaca, saya terpaksa membeli buku itu untuk koleksi. Sebenarnya ada satu lagi judul buku Pram yang saya suka, yaitu Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Saking penasarannya dengan isi Bumi Manusia, saya sempatkan diri menamatkannya dalam sehari-semalam. Saya kagum dengan kemampuan Pram menulis novel yang mengaitkannya dengan sejarah, plus bagaimana proses buku ini lahir, yang awalnya dia ceritakan kepada para tahanan. Begitulah Pram merawat cerita yang akan dituliskannya.
Cendekiawan dan Kekuasaan
Kalau saya tidak keliru, buku Cendekiawan dan Kekuasaan (Dalam negara Orde Baru) karya Daniel Dhakidae awalnya adalah disertasi S3-nya mantan penggawa Majalah PRISMA terbitan LP3ES. Di buku ini, Daniel mengupas dari berbagai sisi pergulatan intelektual di masa Orde Baru, terutama para intelektual yang banyak menyumbangkan pemikirannya menulis di Majalah PRISMA. Melalui buku ini saya jadi mengerti bagaimana para intelektual menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di tengah ketatnya kontrol Pemerintahan Soeharto. Bagi yang mau memahami sejarah pers Indonesia terutama keberadaan Majalah PRISMA yang pernah begitu berpengaruh karena mampu memengaruhi kebijakan pemerintah, buku ini menjadi wajib dibaca (sekali pun bukan satu-satunya). Saya sendiri membaca buku ini saat berada dalam masa safety house di kawasan Ciputat Jakarta. Kebetulan kawan saya (dulu dia pernah bekerja di PBHI) memiliki buku ini di pustaka mininya di kost. Saya bisa membacanya dengan bebas.
Imperium
Bagi politisi, pengacara, aktivis dan orang yang punya fokus ke politik perlu membaca novel Imperium karya Robert Harris ini. Membaca buku ini seperti kita membaca biografi Marcus Tullius Cicero, ahli retorika Romawi Kuno. Diceritakan, Cicero yang tak memiliki modal apa-apa, hanya punya kemampuan bicara, mampu meniti karir politik tertinggi di Roma sebagai Konsul Roma. Bagi yang ingin belajar bagaimana pengaruh retorika dalam politik, buku ini perlu ada di koleksi pustaka mini anda. Di bagian awal, misalnya, Robert Harris mengisahkan bagaimana Cicero belajar ilmu retorika hingga ke Yunani, termasuk bagaimana sang tokoh itu berlatih berbicara di pinggir ombak. Saya pikir, Cicero adalah peletak dasar ilmu retorika yang hari-hari ini sangat dibutukan dalam kehidupan politik. Saya suka dengan salah satu ungkapannya, "siapa pun yang tidak tahu apa yang terjadi sebelum dia lahir, maka dia tetaplah seorang anak kecil." Imperium merupakan buku pertama dari tiga buku. Dua lainnya adalah Conspirata dan Dictator.
Sebenarnya cukup banyak buku yang memberi pengaruh dalam kehidupan saya. Buku soal Aceh, misalnya, saya terkenang dengan Perkara dan Alasan Aceh Merdeka karya Teungku Hasan di Tiro. Buku ini termasuk membuka pemahaman saya tentang sejarah Aceh dan kenapa Aceh harus merdeka dari Indonesia. Bahkan saat masih duduk di bangku Madrasah Aliyah, saya memiliki kopian buku "Seue Angkatan Gerakan Atjeh Merdeka" yang ditulis JM Hara. Buku ini ditulis dalam bahasa Aceh. Di luar itu, ada beberapa buku lain yang juga berpengaruh dalam kehidupan saya, seperti Genghis Khan karya Sam Djang. Di buku ini saya menjadi tahu bagaimana Genghis Khan ditenggelamkan dalam sejarah dan tak mendapat tempat terhormat. Padahal, dalam buku Sam Djang, kita bisa membaca kebesaran sang tokoh yang termasuk penakluk terbesar dalam sejarah! []
Tags:
buku