Temanku, sebut saja namanya Pozan, pulang ke Takengon. Dia mengantar istrinya pulang kampung. Tak lama dia di sana, hanya dua hari saja. Saat kembali, sang istri berpesan, agar tak lupa menyiram bunga Adenium di rumah sekembali nanti.
“Bang, bunganya disiram ya, jangan sampai kering tuh bunga,” begitu kata istrinya.
Kembali ke Banda Aceh. Si temanku ini asik dengan kesibukan lain. Kerja kantoran, update blog, desain baju, desain spanduk dan baliho. Pokoknya desain segala desain lah. Dia pun lupa pada pesan istrinya.
Hingga suatu sore yang dingin itu, di sela-sela update blog, dia membuka facebook, mainan lamanya. Dia pun tertegun dan kaget. Apa pasal? Rupanya, hari itu, dari pagi hingga sore (bahkan malam), rata-rata status facebook teman-temannya soal siram-disiram-menyiram. Teman-temannya sedang berbicara soal aksi tak patut juru bicara Laskar Jihad, Munarman, SH. Dalam dialog di sebuah stasiun TV, Munarman yang pernah aktif di beberapa lembaga bantuan hukum itu menyiram muka sosiolog Universitas Indonesia (UI) Tamrin Amal Tomagola. Mereka berdebat sengit sebelum aksi siram itu terjadi.
“Itu bentuk visualisasi aksi premanisme.” Begitu komentar beberapa orang yang berkomentar di jejaring sosial menyusul aksi mantan aktivis itu.
Nah, status teman-temannya itu seperti ilham plus warning bagi Pozan. Gara-gara membaca kata siram, dia pun langsung teringat pada pesan istrinya untuk menyiram bunga. Dia pun bergegas melakukannya. Dia menyiram bunga dalam pot itu yang mulai kering-kerontang. Satu pekerja ringan tuntas sudah.
Cerita siram bunga itu muncul saat saya sampaikan bahwa saya mau menulis posting Munarman Pungo.
Oh ya, ada cerita lain yang mau saya ceritakan, sebenarnya. Begini ceritanya:
Di kota saya ada sebuah masjid yang ramai dikunjungi. Tiap sore, warga yang datang membludak, terutama pas weekend. Di depan masjid kebanggaan tersebut terdapat sebuah kolam. Anak-anak (bahkan orang dewasa) sering menghabiskan waktu bercengkrama dengan ikan mas. Tapi, sejak beberapa minggu terakhir, ada pemandangan aneh di sekitar kolam itu.
Dibilang aneh, karena tiap sore seorang remaja, berpakaian sedikit kumal, selalu kencing di kolam itu. Dia sama sekali tak risih dengan para pengunjung. Padahal, orang yang mengelilingi kolam itu sangat ramai. Dia cuek saja. Beberapa pengunjung pernah menegur si remaja itu, namun kelakuannya tak juga berubah. Pengunjung kemudian melaporkan kejadian aneh itu kepada petugas Satpam masjid. Remaja itu dipanggil dan dinasehati agar tak boleh kencing di kolam masjid. Toilet untuk pengunjung sudah tersedia di sebelah utara dan selatan masjid.
Bukannya mereda. Malah, tiap sore si remaja itu masih kencing di kolam. Sehingga kian meresahkan. Para orang tua makin takut jika anak-anaknya duduk terlalu dekat dengan si remaja itu. Takut terjadi sesuatu.
Satpam masjid juga sudah hilang kesabaran. Mereka berniat menangkapnya lagi. Tapi beberapa kali dicoba, remaja itu selalu bisa meloloskan diri dengan meloncat pagar masjid. Hingga, Satpam mencari cara bagaimana menangkap si remaja. Mereka pun atur siasat. Kali ini tak boleh lagi remaja itu bisa meloloskan diri. Pengunjung pun diajak bekerja sama.
Tibalah pada hari strategi itu dilaksanakan. Seperti biasa, si remaja itu kencing di kolam masjid. Dia tak punya firasat apa-apa. Beberapa orang pengunjung seperti tak peduli lagi sama remaja itu. Sehingga si remaja ini tak merasa takut ditangkap seperti yang sudah-sudah. Beberapa pengunjung mendekat, duduk di dekat remaja itu. Mereka pura-pura memberi makan ikan mas di kolam. Begitu si remaja hendak kencing untuk kedua kali, pengunjung dari sisi satu lagi mendekat. Mereka sudah bersiap-siap menangkap. Remaja itu tak berkutik.
Satpam juga sudah ada di dekat mereka. Remaja itu dibawa ke pos Satpam dekat pintu masuk. Di sana, si remaja ini diinterogasi. Ditanya orang mana, tinggal di mana, siapa orang tuanya. Dia juga ditanya sekolah di mana, namanya siapa? Awalnya, pertanyaan itu tak satupun mau dijawabnya. Tetapi setelah didesak berkali-kali, di bawah ancaman, barulah dia mau buka suara. Dia ternyata mengalami gangguan jiwa.
“Nama saya Munarman, pak!” Jawab dia singkat. Orang-orang di pos Satpam itu pun saling berpandangan. Tak tahu harus bilang apa.
“Alahai Munarman Pungo!” umpat beberapa orang yang hadir. []
Sumber gambar di SINI
Tags:
pojok