Beberapa waktu lalu, Saya diajak oleh Wakil Bupati Aceh Timur ke Sabang. Sampai di sana, Saya melihat belum banyak yang berubah. Meski, untuk berangkat ke sana, Saya bisa menumpang kapal cepat Ekpress Bahari, yang baru saja diresmikan. Tapi, saya tak melihat hal-hal yang membanggakan dari Sabang, meski beberapa ruas jalan di sana sudah sangat bagus.
Dari obrolan singkat dengan Wakil Walikota Sabang di sana, Tgk Islamudin, Saya menangkap banyak sekali keinginan untuk membenah Sabang menjadi lebih baik, agar kenangan tahun 1980-an bisa terulang kembali. Misalnya, bagaimana pemerintah kota Sabang menarik minat investor untuk berinvestasi di sana.
Sebenarnya, di Sabang sudah ada Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS), tetapi sampai saat ini belum menunjukkan taringnya. Belum terlihat kinerja yang patut dibanggakan. Padahal, seharusnya, Sabang sudah bisa menjadi pelabuhan bebas, yang benar-benar bebas. Artinya, berbagai komoditas yang ada di Sabang, dan juga dari Aceh sudah bisa diekport ke luar, begitu juga dengan barang-barang keperluan masyarakat bisa diimpor bebas ke Aceh.
Tetapi kenyataannya, hal itu belum bebas dilakukan. Malah, saya melihat masih banyak mobil eks Singapura di Sabang. Mobil tersebut belum boleh dibawa ke daratan Aceh, karena tersangkut dengan izin. Akibatnya, sebagian mobil tersebut malah hampir karatan.
Namun, saya sedikit mendapat pencerahan atau optimisme bahwa Sabang bisa maju ke depan. Pencerahan ini saya dapatkan ketika di penginapan, Sabang Hill, beberapa investor dari Malaysia memberi saran bagaimana mengembangkan Sabang. Memang, usulannya sederhana saja, dan sangat gampang dilakukan, tetapi keinginan untuk bisa diimplementasikan sepertinya agak sedikit sulit.
Menurutnya, jika Sabang ingin menggaet investor atau setidaknya mengembangkan potensi wisata, pemerintah Sabang harus bisa menyediakan koneksi internet di seluruh kawasan Sabang. Hal itu katanya untuk memenuhi tuntutan kehidupan modern dari para wisatawan atau juga kalangan lainnya. Karena, ketika mereka datang ke Sabang, tidak hanya bisa menikmati keindahan yang ditawarkan kawasan Sabang, melainkan mereka masih bisa melakukan komunikasi dengan kawan-kawan atau jaringan bisnisnya di tempat lain. Jadi, ketika mereka pergi ke Sabang, jalinan komunikasi mereka tidak terputus, atau informasi terbaru selalu ter-update.
Selain itu, ada optimisme lain yang disampaikan, bahwa saatnya Sabang atau pelabuhan lainnya di Aceh melakukan kontak langsung dengan Penang, karena salah seorang timbalan menteri (atau pejabat di Penang), merupakan orang yang sangat mencintai Aceh. Malah, seperti disampaikan beberapa pengusaha China Malaysia saat obrolan santai itu, Prof. Rama Sami (seorang menteri di Penang) menyatakan ingin membangun hubungan perdagangan dengan Aceh. Jika angen syuruga ini benar-benar bisa diwujudkan, Sabang atau pelabuhan lain di Aceh akan kembali hidup.
Ada lagi cara membuat Sabang diminati oleh investor atau pengusaha lainnya, seperti disampaikan Wakil Walikota, bahwa kendala dan hambatan yang membuat wisatawan beu-o berkunjung ke Sabang karena sarana transportasi darat yang sangat kurang. Jika pun ada, beberapa mobil kondisinya sudah saket sehingga para bule merasa takut menumpang. Islamudin, berharap Pemerintah Kota Sabang bisa mewujudkan memperbaharui sarana transportasi tersebut.
Tapi, sepulang dari Sabang, saya justru terbebani dengan pertanyaan, apa yang sudah berubah di Sabang? Pertanyaan ini muncul karena sampai saat ini, Wakil Walikota Sabang masih sendiri, alias jomblo! (HA 140608)
Dari obrolan singkat dengan Wakil Walikota Sabang di sana, Tgk Islamudin, Saya menangkap banyak sekali keinginan untuk membenah Sabang menjadi lebih baik, agar kenangan tahun 1980-an bisa terulang kembali. Misalnya, bagaimana pemerintah kota Sabang menarik minat investor untuk berinvestasi di sana.
Sebenarnya, di Sabang sudah ada Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS), tetapi sampai saat ini belum menunjukkan taringnya. Belum terlihat kinerja yang patut dibanggakan. Padahal, seharusnya, Sabang sudah bisa menjadi pelabuhan bebas, yang benar-benar bebas. Artinya, berbagai komoditas yang ada di Sabang, dan juga dari Aceh sudah bisa diekport ke luar, begitu juga dengan barang-barang keperluan masyarakat bisa diimpor bebas ke Aceh.
Tetapi kenyataannya, hal itu belum bebas dilakukan. Malah, saya melihat masih banyak mobil eks Singapura di Sabang. Mobil tersebut belum boleh dibawa ke daratan Aceh, karena tersangkut dengan izin. Akibatnya, sebagian mobil tersebut malah hampir karatan.
Namun, saya sedikit mendapat pencerahan atau optimisme bahwa Sabang bisa maju ke depan. Pencerahan ini saya dapatkan ketika di penginapan, Sabang Hill, beberapa investor dari Malaysia memberi saran bagaimana mengembangkan Sabang. Memang, usulannya sederhana saja, dan sangat gampang dilakukan, tetapi keinginan untuk bisa diimplementasikan sepertinya agak sedikit sulit.
Menurutnya, jika Sabang ingin menggaet investor atau setidaknya mengembangkan potensi wisata, pemerintah Sabang harus bisa menyediakan koneksi internet di seluruh kawasan Sabang. Hal itu katanya untuk memenuhi tuntutan kehidupan modern dari para wisatawan atau juga kalangan lainnya. Karena, ketika mereka datang ke Sabang, tidak hanya bisa menikmati keindahan yang ditawarkan kawasan Sabang, melainkan mereka masih bisa melakukan komunikasi dengan kawan-kawan atau jaringan bisnisnya di tempat lain. Jadi, ketika mereka pergi ke Sabang, jalinan komunikasi mereka tidak terputus, atau informasi terbaru selalu ter-update.
Selain itu, ada optimisme lain yang disampaikan, bahwa saatnya Sabang atau pelabuhan lainnya di Aceh melakukan kontak langsung dengan Penang, karena salah seorang timbalan menteri (atau pejabat di Penang), merupakan orang yang sangat mencintai Aceh. Malah, seperti disampaikan beberapa pengusaha China Malaysia saat obrolan santai itu, Prof. Rama Sami (seorang menteri di Penang) menyatakan ingin membangun hubungan perdagangan dengan Aceh. Jika angen syuruga ini benar-benar bisa diwujudkan, Sabang atau pelabuhan lain di Aceh akan kembali hidup.
Ada lagi cara membuat Sabang diminati oleh investor atau pengusaha lainnya, seperti disampaikan Wakil Walikota, bahwa kendala dan hambatan yang membuat wisatawan beu-o berkunjung ke Sabang karena sarana transportasi darat yang sangat kurang. Jika pun ada, beberapa mobil kondisinya sudah saket sehingga para bule merasa takut menumpang. Islamudin, berharap Pemerintah Kota Sabang bisa mewujudkan memperbaharui sarana transportasi tersebut.
Tapi, sepulang dari Sabang, saya justru terbebani dengan pertanyaan, apa yang sudah berubah di Sabang? Pertanyaan ini muncul karena sampai saat ini, Wakil Walikota Sabang masih sendiri, alias jomblo! (HA 140608)
Tags:
pojok