Apa pentingnya sebuah nama? Belakangan saya sering bertanya sendiri. Bagi Shakespeare, nama tidaklah begitu penting. Apalah arti sebuah nama? Begitu orang-orang sering mengutip pernyataan penulis Romeo-Juliet itu.
Lalu, ada apa dengan nama saya? Apakah kini nama saya bermasalah: dicurigai atau mirip dengan nama teroris? Bukan apa-apa. Embel-embel ‘Al Mubarak’ di belakang nama saya yang jadi masalahnya. Soalnya, jika suatu saat keluar negeri--begitu kata kawan-kawan--pihak kedutaan negara Eropa atau Amerika sulit memberikan visa. Pasalnya, nama saya sangat ‘Al Qaeda’ banget.
Tau nggak, embel-embel ‘Al Mubarak’ itu bukan nama pemberian orang tua saya. Saya menggunakan nama itu sebagai nama pena, meski belakangan orang-orang lebih mengenal nama itu, ketimbang nama asli saya. Bermasalahkah? Tidak juga. Hanya ketika berhubungan dengan tertib administrasi, baru bermasalah.
Saya masih ingat, awal mula muncul masalah saat mengurus beasiswa di Kampus. Soalnya, nama yang terdaftar di kampus dengan nama di buku Bank berbeda. Nyaris beasiswa yang tak seberapa itu tak jadi cair. Saya sempat terlibat dakwa-dakwi soal perbedaan itu. Untung saja saat itu saya beruntung.
Saya juga hampir menuai masalah saat mengambil honor tulisan. Soalnya, dalam setiap tulisan, saya selalu menggunakan nama Taufik Al Mubarak, sementara di KTP atau identitas lainnya tak ada 'Al Mubarak. Hanya Taufik atau Taufik M. Ali. Namun, setelah saya jelaskan tak jadi bermasalah.
Mengenai nama, saya punya kebiasaan aneh. Saya suka menambah-nambah sendiri nama. Padahal, dulunya mungkin orang tua kita harus kesana-kemari bertanya sama orang-orang untuk memberi nama yang bagus untuk. Menurut cerita orang tua kita, nama juga bagian doa. Kalau nama bagus, orang yang memanggil nama sama dengan mendoakan kita yang bagus-bagus. Coba kalau nama kita tidak bagus, apalagi artinya berkonotasi jelek. Pasti orang-orang yang memanggil kita setiap hari berdoa yang jelek-jelek untuk kita.
Saya pernah diberitahu oleh orang tua soal nama yang diberikan waktu saya masih bayi. Saya sendiri geli jika mengingatnya. Kalau dipikir-pikir, nama itu bukan saya banget! Hehehe. Tapi sebenarnya nama itu cukup bagus, karena diambil dari nama seorang tokoh dunia (belakangan lebih dikenal sebagai diktator). Kini, hanya ujung saja yang saya gunakan.
Agar pembaca blog ini tidak penasaran, saya kasih tahu saja nama itu. Waktu kecil, orang tua saya memberi nama untuk saya: Husni Mubarak. Nama seorang presiden Mesir.
Lalu, kenapa kemudian menjadi Taufik? Itulah ceritanya. Saat kecil, saya sering sakit-sakitan. (Lucu juga kalau mendengar cerita soal masa kecil saya). Kemudian setelah bertanya kesana-kemari, orang tua menggantinya dengan Taufik. Sebab, kata orang-orang tua, nama Husni Mubarak tak mampu saya pikul, terlalu berat untuk seorang anak kecil yang sakit-sakitan. Nama itu terlalu berat, sehingga membuat si penyandang nama sakit-sakitan. Jadilah kemudian nama saya Taufik. Sangat pendek. [bersambung]
Lalu, ada apa dengan nama saya? Apakah kini nama saya bermasalah: dicurigai atau mirip dengan nama teroris? Bukan apa-apa. Embel-embel ‘Al Mubarak’ di belakang nama saya yang jadi masalahnya. Soalnya, jika suatu saat keluar negeri--begitu kata kawan-kawan--pihak kedutaan negara Eropa atau Amerika sulit memberikan visa. Pasalnya, nama saya sangat ‘Al Qaeda’ banget.
Tau nggak, embel-embel ‘Al Mubarak’ itu bukan nama pemberian orang tua saya. Saya menggunakan nama itu sebagai nama pena, meski belakangan orang-orang lebih mengenal nama itu, ketimbang nama asli saya. Bermasalahkah? Tidak juga. Hanya ketika berhubungan dengan tertib administrasi, baru bermasalah.
Saya masih ingat, awal mula muncul masalah saat mengurus beasiswa di Kampus. Soalnya, nama yang terdaftar di kampus dengan nama di buku Bank berbeda. Nyaris beasiswa yang tak seberapa itu tak jadi cair. Saya sempat terlibat dakwa-dakwi soal perbedaan itu. Untung saja saat itu saya beruntung.
Saya juga hampir menuai masalah saat mengambil honor tulisan. Soalnya, dalam setiap tulisan, saya selalu menggunakan nama Taufik Al Mubarak, sementara di KTP atau identitas lainnya tak ada 'Al Mubarak. Hanya Taufik atau Taufik M. Ali. Namun, setelah saya jelaskan tak jadi bermasalah.
Mengenai nama, saya punya kebiasaan aneh. Saya suka menambah-nambah sendiri nama. Padahal, dulunya mungkin orang tua kita harus kesana-kemari bertanya sama orang-orang untuk memberi nama yang bagus untuk. Menurut cerita orang tua kita, nama juga bagian doa. Kalau nama bagus, orang yang memanggil nama sama dengan mendoakan kita yang bagus-bagus. Coba kalau nama kita tidak bagus, apalagi artinya berkonotasi jelek. Pasti orang-orang yang memanggil kita setiap hari berdoa yang jelek-jelek untuk kita.
Saya pernah diberitahu oleh orang tua soal nama yang diberikan waktu saya masih bayi. Saya sendiri geli jika mengingatnya. Kalau dipikir-pikir, nama itu bukan saya banget! Hehehe. Tapi sebenarnya nama itu cukup bagus, karena diambil dari nama seorang tokoh dunia (belakangan lebih dikenal sebagai diktator). Kini, hanya ujung saja yang saya gunakan.
Agar pembaca blog ini tidak penasaran, saya kasih tahu saja nama itu. Waktu kecil, orang tua saya memberi nama untuk saya: Husni Mubarak. Nama seorang presiden Mesir.
Lalu, kenapa kemudian menjadi Taufik? Itulah ceritanya. Saat kecil, saya sering sakit-sakitan. (Lucu juga kalau mendengar cerita soal masa kecil saya). Kemudian setelah bertanya kesana-kemari, orang tua menggantinya dengan Taufik. Sebab, kata orang-orang tua, nama Husni Mubarak tak mampu saya pikul, terlalu berat untuk seorang anak kecil yang sakit-sakitan. Nama itu terlalu berat, sehingga membuat si penyandang nama sakit-sakitan. Jadilah kemudian nama saya Taufik. Sangat pendek. [bersambung]
Tags:
biografi