Risiko Menjadi Blogger

Saya pikir, semua pekerjaan (profesi) memiliki risiko. Besar atau kecil. Berbahaya atau tidak. Begitu juga dengan profesi blogger (itu pun kalau blogger boleh kita sebut sebagai profesi). Kesuksesan biasanya sangat ditentukan seberapa kuat kita menghadapi risiko. Sebab, jarang sekali kita mencapai kesuksesan jika tak berani menghadapi risiko. Sejarah para tokoh-tokoh besar dunia mengajarkan kepada kita bagaimana mereka jatuh-bangun saat menghadapi risiko. Mereka tak pernah takut dengan akibat yang diterima, karena mereka percaya, apa yang dilakukan tak dapat dilepaskan dari risiko.

Lalu, apa saja risiko menjadi blogger? Saya yakin semua kita memiliki bayangan tentang risiko menjadi blogger. Baik itu risiko yang disadari maupun tidak. Sebagian risiko itu menyenangkan, sebagian lainnya menyakitkan. Misalnya, kita begitu senang saat memposting tulisan terbaru di blog dan banyak yang baca serta yang bersedia memberi tombol 'like' atau membagi tulisan tersebut ke teman-temannya. Sebagai blogger, kita tentu senang sekali. Ada juga saat-saat di mana kita merasa sakit hati ketika ada tulisan kita yang sudah susah-payah kita tulis tiba-tiba ada orang dengan seenaknya saja melakukan copy-paste (plagiasi) tanpa menyebutkan sumber tulisan itu dari blog kita. Ada juga risiko berupa dihantui rasa bersalah atau beban karena banyak ide di kepala tak mampu kita 'sulap' menjadi tulisan yang sempurna dan kita posting di blog.

Tulisan dicuri
Dewasa ini kasus curi-mencuri tulisan di dunia internet sudah lumrah terjadi. Apalagi, semua hal-ihwal sudah tersedia gratis di internet. Dengan mengetik beberapa kata kunci di mesin pencari, dalam hitungan seper-sekian detik kita sudah memperoleh apa yang mau diketahui. Bermodal 'ATM' (ambil, tiru dan modifikasi) kita pun dengan cepat mampu menyulap sebuah tulisan orang menjadi milik kita, dengan beberapa perubahan. Sangat gampang dan mudah! Tapi pertanyaannya, apakah hal itu cukup etis dilakukan? Jawabannya terpulang pada diri kita masing-masing.

Sejak menekuni dunia tulis-menulis, Saya selalu mengingatkan diri sendiri untuk tidak mencuri dan mengakui tulisan orang lain sebagai milik saya. Plagiasi adalah tantangan bagi setiap penulis yang ingin menjadi penulis hebat. Jangan pernah menganggap bahwa tak akan ada orang yang tahu kita melakukan plagiasi. Dunia ini cukup sempit. Boleh saja hari ini tak ada orang yang tahu, tapi di masa mendatang pasti akan ada yang tahu. Selalu tanamkan dalam diri kita, bahwa plagiasi adalah sebuah aib. Di luar negeri, siapa pun yang terbukti melakukan plagiasi, mereka akan dengan rendah hati mengakui. Jika mereka memegang sebuah posisi penting di pemerintahan atau sebuah lembaga akan dengan sukarela mengajukan surat pengunduran diri, saking malunya sudah melakukan sebuah aib. Di negeri kita, budaya tahu diri memang masih sangat rendah. Tapi, apa yang dilakukan seorang dosen UGM yang terbukti melakukan plagiasi, memilih mundur dari jabatannya sebagai dosen di Universitas bergengsi tersebut patut diberi apresiasi.

Kita boleh berdalih, bahwa jika ada tulisan/ide yang serupa hanya faktor kebetulan belaka. Namun, jika ada tulisan orang yang kalimat dan titik-koma nyaris serupa dengan milik kita, patut diduga mereka melakukan plagiasi atas tulisan kita. Saya jadi teringat ungkapan seorang bijak (saya lupa namanya), dia menulis: "Apa yang pernah ada, itulah yang akan terus ada; apa yang pernah dibuat, itulah yang akan dibuat lagi; tidak ada satu pun yang baru di bawah matahari!" Mudah-mudahan ungkapan bijak ini tak dijadikan pembenaran untuk melakukan plagiasi.

Popularitas
Blog yang digarap dengan tekun dan serius pasti akan membuat pemiliknya populer dan menjadi figur publik. Belum lagi jika blog yang dibuat tersebut menggunakan nama pengelolanya, pasti seiring berkembangnya blog tersebut, pemiliknya juga ikut populer. The Huffington Post, misalnya. Blog yang sangat populer di Amerika itu menggunakan nama pemiliknya, Arianna Huffington. Arianna ini lahir di Athena, Yunani dengan nama Ariadne Anna Stassinopoulos. Bakat jurnalis mengalir dari ibunya, yang dikenal sebagai jurnalis eksentrik. Popularitas Huffington Post turut melambungkan nama Arianna sebagai salah satu pemuka media di Amerika.

Risiko Menjadi Blogger
Di Indonesia, saya yakin cukup banyak blogger yang menikmati popularitas karena blognya terkenal. Mereka-mereka itu rutin menulis dan tulisan-tulisannya digandrungi pembaca. Mereka tak ubahnya selebritas di dunia blogging. Sebagian dari mereka memiliki background jurnalis, tapi ada juga yang sama sekali tidak pernah menjadi wartawan. Kemampuan mereka menulis karena belajar secara otodidak. Beberapa blogger yang layak disebut menikmati berkah dari blog adalah Radityadika, Diana Rikasari (fashion blogger), Cosa Aranda (internet marketing) dan Trinity. Jadi, popularitas adalah salah satu risiko yang akan didapatkan seorang blogger.

Kaya raya
Di awal kemunculan blog, tak banyak orang yang percaya bahwa aktivitas blogging akan mendatangkan uang. Tapi seiring berjalannya waktu, makin banyak blogger yang menikmati kemewahan dari hasil menulis blog. Bahkan beberapa di antaranya mulai fokus menjadi full-blogger atau menjadikan blogger sebagai profesi.

Pete Cashmore (pemilik Mashable.com) dan Michael Arrington (pemilik TechCrunch.com) adalah dua di antara banyak blogger yang dikenal sebagai miliarder dengan bermodalkan blog. Kedua blog mereka sangat populer di Amerika dan juga di Asia, karena menyasar segmen khusus untuk pecinta social media dan teknologi. Konten blog mereka kerap dikutip media mainstream karena sering menulis rumor seputar teknologi.

Kita pantas iri sama mereka. Pete Cashmore, misalnya, saat membangun Mashable.com masih berusia muda, 19 tahun. Dia membangun blog yang di kemudian hari menjadi lumbung dollar untuknya itu di Aberdeen, Skotlandia. Ketertarikannya terhadap dunia teknologi tak dinyata menjadi tambang rezeki. Sementara Michael Arrington saat membangun TechCrunch pada 2005 baru berusia 35 tahun. Dia banting setir dari profesi pengacara untuk fokus sebagai blogger. Arrington banyak membangun perusahaan internet, tetapi pundi-pundi dollarnya banyak berasal dari TechCrunch.

Di Indonesia juga sudah banyak blogger yang berpenghasilan 50 juta per bulan dari blog. Sebagian mereka memang menyembunyikan identitas blognya agar tidak dijahili orang. Jika ingin kenal siapa saja mereka, kita bisa googling di internet atau buka situs tempat berkumpulnya para publisher google adsense di www.ads-id.com.

Hukuman penjara
Menjadi blogger berarti siap menerima risiko, apalagi jika kita menjadi blogger yang kritis dan kerap mengkritisi pemerintah. Jika kita termasuk dalam golongan blogger kritis seperti itu, maka siap-siaplah masuk penjara. Beberapa waktu lalu, Pemerintah Rusia mulai mendata blogger karena dianggap sering kali mengkritisi kebijakan pemerintah. Kebijakan pendataan blogger diyakini akan merampas kebebasan menyatakan pendapat, dan akan membuka peluang bagi pemenjaraan blogger kritis.

Di Iran, misalnya,  seorang blogger berkewarganegaraan Kanada, Hossein Derakhshan, dihukum 19 tahun penjara oleh Pengadilan Iran. Sementara di Vietnam, Pham Viet Dao, seorang blogger dihukum 15 bulan penjara karena dianggap membangkang dan melontarkan kritik terhadap pemerintah di dunia maya. Qin Zhihui, seorang Blogger di China, dihukum 3 tahun penjara oleh pengadilan Negeri Tiongkok karena memfitnah, memicu perselisihan dan memprovokasi masalah. Menurut Jaksa di pengadilan distrik Beijing, Qin dituduh mengunggah sejumlah laporan di Sina Weibo (twitter-nya di Beijing) yang dipandang membahayakan tatanan sosial. Di tempat lain juga kita menemukan kasus serupa.

Dibunuh
Sama seperti jurnalis, profesi blogger juga tak luput dari ancaman pembunuhan. Jika jurnalis menjadi korban pembunuhan karena tulisan-tulisannya yang kritis, begitu juga dengan blogger. Saya memang tidak memiliki data berapa banyak sudah blogger yang dibunuh karena memposting tulisan di blognya.

Beberapa waktu lalu, jagat blogger dihebohkan dengan kasus kematian Wahyu Kuasa (Odie), admin blog http://musical-lines.blogspot.com. Wahyu yang juga mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar ditemukan tewas di sebuah SPBU dengan tiga anak panah dari baja menghujam bagian kepala hingga tembus ke otak.

Kasus kematian blogger juga terjadi di Bangladesh. Ahmed Rajib (35 tahun) atau yang lebih dengan dikenal dengan nama online, Thaba Baba, ditemukan tewas di dekat rumahnya, dengan kepala terpenggal. Thaba Baba dikenal sebagai blogger kritis yang kerap mengkritik kelompok-kelompok Islam di negara itu. Sehari sebelum ditemukan tewas, Jumat (15/02/13), Thaba Baba menghadiri demonstrasi besar di Dhaka, menentang pemimpin Partai Jamaat-e-Islami.

Nah, itulah beberapa risiko menjadi blogger. Bagaimana dengan anda, sudah siapkah menghadapi risiko-risiko tersebut? []

Post a Comment

Previous Post Next Post