Siapa pun pasti senang kalau blog miliknya diminati pembaca dan banjir trafik. Siapa pun senang jika tulisan yang diposting di blog banyak dikomentari pembaca. Siapa pun senang jika peringkat blog miliknya terus membaik dan menjadi terdepan di mesin pencari. Rasanya, apapun akan dilakukan untuk terus mengembangkan blog agar selalu dibanjir pengunjung. Pertanyaannya, apakah semua itu cukup?
Ini pertanyaan yang lumrah saja. Belakangan, blog bukan lagi sekadar diary online, melainkan menjadi tambang uang sang pemiliknya. Dengan menulis satu-dua posting setiap hari secara rutin, yakinlah uang mengalir dengan sendirinya. Tak percaya? Googling saja di internet, cukup banyak blogger yang menjadikan blognya sebagai mesin uang. Mereka memasang iklan berbayar, posting berbayar atau menjual produk. Malah ada yang menjadikan blogger sebagai profesi, yang dikenal dengan full-blogger. Bagi mereka, blog adalah lapak menghasilkan uang.
Mereka melakukan berbagai cara dan trik untuk menaikkan trafik blog, menembak kata kunci tertentu, dan membuat judul tulisan yang menarik. Mereka memancing rasa penasaran pembaca untuk mau membukanya. Mereka tidak peduli apakah yang ditulisnya itu benar-benar bermanfaat atau didukung bukti yang valid. Bagi mereka yang penting muncul di halaman utama mesin pencari dan dikunjungi pembaca.
Masalah seperti ini tidak hanya terjadi di dunia blogging. Tiap hari, dari pagi hingga malam, kita disuguhkan program berita (news) bercampur infotainment (info selebritas) maupun sebaliknya melalui layar televisi. Kita hampir tak bisa membedakan apakah berita-berita itu sebagai produk jurnalistik murni atau entertainment (hiburan) semata. Inilah kemudian yang disebut sebagai bentuk cacat jurnalisme di era yang kian berubah ini
Kita setuju bahwa hiburan merupakan salah satu fungsi yang dituntut dari pers atau jurnalisme. Tapi sejatinya tujuan jurnalisme bukan untuk menghibur semata, karena ia juga harus mendidik, informatif sekaligus sebagai kontrol sosial, seperti dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Namun, nyatanya unsur hiburan terlalu dominan di setiap pemberitaan. Malah, unsur hiburan dieksploitasi secara berlebihan. Lihat saja, program infotainment di TV-TV sangat diminati, kanal hiburan di situs-situs berita banjir trafik, website dengan topik hiburan diserbu pengguna internet, situs-situs porno cukup populer, bahkan blog yang bertema hiburan dan mengeksploitasi sensualitas perempuan (terutama artis) menjadi kanal primadona para pemburu hiburan.
Apa yang terjadi? Karena godaan untuk mengejar rating, trafik dan pageviews (jumlah halaman yang dibuka di media online) kerap membuat media termasuk para blogger sering mengabaikan aspek kelengkapan, validitas, objektivitas dan keberimbangan. Padahal, unsur kelengkapan dan kebenaran mutlak menjadi perhatian kita yang berkutat dalam penyebaran informasi ini.
Bill Kovach dan Tom Rosentiel dalam bukunya The Elements of Journalism (2001) menyebutkan salah satu prinsip (intisari) dari jurnalisme profesional adalah disiplin verifikasi. Kedisiplinan para jurnalis dalam melakukan verifikasi menjadi tembok yang memisahkan jurnalisme dari hiburan, propaganda, dan fiksi. Hiburan (entertainment) dan sepupunya infotainment, katanya, hanya berfokus pada hal-hal yang menggembirakan hati.
Nah, oleh pemilik media dan juga para blogger, informasi hiburan disajikan semata-mata untuk menaikkan rating, mengejar oplah serta agar banjir trafik. Akibatnya, kita jadi sulit memilah-milah antara berita fakta, hiburan atau propaganda. Semua sudah bercampur-aduk. Jadinya, kita pun sering bingung.
Siapa pun tahu, bagi media online, trafik melimpah dan pageviews tinggi menjadi sumber pendapatan. Website dengan banyak pengunjung tentu menggoda siapa pun untuk memasang iklan. Blog yang memiliki trafik tinggi berpeluang mendapatkan penghasilan besar dari iklan internet. Mencari keuntungan dan pendapatan memang sah-sah saja, tetapi jangan pula menipu pembaca dengan informasi sensasional, secara berlebihan.
Kalau diibaratkan, pengunjung atau pembaca di media online seperti orang yang berbelanja di pasar. Mereka semua calon pembeli yang cukup potensial. Dalam kasus pengunjung sebuah media atau blog, mereka adalah calon pembeli yang berpotensi melakukan klik pada iklan (seperti jaringan iklan Google Adsense) yang dipasang di sebuah blog atau membeli produk yang ditawarkan di dalamnya. Semakin banyak pengunjung, peluang iklan diklik itu semakin besar. Selain itu, iklan di internet seperti Google Adsense ini memberlakukan sistem pembayaran berdasarkan jumlah halaman iklan yang dibuka, misalnya 1 dollar per 1000 halaman yang dibuka (pageviews). Jadi, semakin tinggi trafik sebuah website, semakin tinggi pula pendapatan yang diterima pemilik media online.
Hal serupa juga berlaku untuk blog. Beberapa blogger bahkan menembak kata kunci tertentu yang memiliki nilai klik tinggi untuk mendapatkan pendapatan yang besar. Mereka berusaha memaksimalkan kata kunci tertentu agar selalu muncul di halaman pertama hasil pencarian di mesin pencari google. Merekalah para blogger yang menuhankan trafik. Praktik ini saya kira juga dilakukan oleh pemilik media online. Karena trafik tinggi berarti juga akan mendatangkan penghasilan yang tinggi pula! Siapa pun mau blog miliknya ramai dikunjungi, iya kan? Saya juga, loh! []
Ini pertanyaan yang lumrah saja. Belakangan, blog bukan lagi sekadar diary online, melainkan menjadi tambang uang sang pemiliknya. Dengan menulis satu-dua posting setiap hari secara rutin, yakinlah uang mengalir dengan sendirinya. Tak percaya? Googling saja di internet, cukup banyak blogger yang menjadikan blognya sebagai mesin uang. Mereka memasang iklan berbayar, posting berbayar atau menjual produk. Malah ada yang menjadikan blogger sebagai profesi, yang dikenal dengan full-blogger. Bagi mereka, blog adalah lapak menghasilkan uang.
Mereka melakukan berbagai cara dan trik untuk menaikkan trafik blog, menembak kata kunci tertentu, dan membuat judul tulisan yang menarik. Mereka memancing rasa penasaran pembaca untuk mau membukanya. Mereka tidak peduli apakah yang ditulisnya itu benar-benar bermanfaat atau didukung bukti yang valid. Bagi mereka yang penting muncul di halaman utama mesin pencari dan dikunjungi pembaca.
Liza Aulia |
Kita setuju bahwa hiburan merupakan salah satu fungsi yang dituntut dari pers atau jurnalisme. Tapi sejatinya tujuan jurnalisme bukan untuk menghibur semata, karena ia juga harus mendidik, informatif sekaligus sebagai kontrol sosial, seperti dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Namun, nyatanya unsur hiburan terlalu dominan di setiap pemberitaan. Malah, unsur hiburan dieksploitasi secara berlebihan. Lihat saja, program infotainment di TV-TV sangat diminati, kanal hiburan di situs-situs berita banjir trafik, website dengan topik hiburan diserbu pengguna internet, situs-situs porno cukup populer, bahkan blog yang bertema hiburan dan mengeksploitasi sensualitas perempuan (terutama artis) menjadi kanal primadona para pemburu hiburan.
Apa yang terjadi? Karena godaan untuk mengejar rating, trafik dan pageviews (jumlah halaman yang dibuka di media online) kerap membuat media termasuk para blogger sering mengabaikan aspek kelengkapan, validitas, objektivitas dan keberimbangan. Padahal, unsur kelengkapan dan kebenaran mutlak menjadi perhatian kita yang berkutat dalam penyebaran informasi ini.
Bill Kovach dan Tom Rosentiel dalam bukunya The Elements of Journalism (2001) menyebutkan salah satu prinsip (intisari) dari jurnalisme profesional adalah disiplin verifikasi. Kedisiplinan para jurnalis dalam melakukan verifikasi menjadi tembok yang memisahkan jurnalisme dari hiburan, propaganda, dan fiksi. Hiburan (entertainment) dan sepupunya infotainment, katanya, hanya berfokus pada hal-hal yang menggembirakan hati.
Nah, oleh pemilik media dan juga para blogger, informasi hiburan disajikan semata-mata untuk menaikkan rating, mengejar oplah serta agar banjir trafik. Akibatnya, kita jadi sulit memilah-milah antara berita fakta, hiburan atau propaganda. Semua sudah bercampur-aduk. Jadinya, kita pun sering bingung.
Siapa pun tahu, bagi media online, trafik melimpah dan pageviews tinggi menjadi sumber pendapatan. Website dengan banyak pengunjung tentu menggoda siapa pun untuk memasang iklan. Blog yang memiliki trafik tinggi berpeluang mendapatkan penghasilan besar dari iklan internet. Mencari keuntungan dan pendapatan memang sah-sah saja, tetapi jangan pula menipu pembaca dengan informasi sensasional, secara berlebihan.
Kalau diibaratkan, pengunjung atau pembaca di media online seperti orang yang berbelanja di pasar. Mereka semua calon pembeli yang cukup potensial. Dalam kasus pengunjung sebuah media atau blog, mereka adalah calon pembeli yang berpotensi melakukan klik pada iklan (seperti jaringan iklan Google Adsense) yang dipasang di sebuah blog atau membeli produk yang ditawarkan di dalamnya. Semakin banyak pengunjung, peluang iklan diklik itu semakin besar. Selain itu, iklan di internet seperti Google Adsense ini memberlakukan sistem pembayaran berdasarkan jumlah halaman iklan yang dibuka, misalnya 1 dollar per 1000 halaman yang dibuka (pageviews). Jadi, semakin tinggi trafik sebuah website, semakin tinggi pula pendapatan yang diterima pemilik media online.
Hal serupa juga berlaku untuk blog. Beberapa blogger bahkan menembak kata kunci tertentu yang memiliki nilai klik tinggi untuk mendapatkan pendapatan yang besar. Mereka berusaha memaksimalkan kata kunci tertentu agar selalu muncul di halaman pertama hasil pencarian di mesin pencari google. Merekalah para blogger yang menuhankan trafik. Praktik ini saya kira juga dilakukan oleh pemilik media online. Karena trafik tinggi berarti juga akan mendatangkan penghasilan yang tinggi pula! Siapa pun mau blog miliknya ramai dikunjungi, iya kan? Saya juga, loh! []
Tags:
Blogging