Sisi Manusiawi Seorang Jokowi

Beberapa waktu lalu, gebrakan Jokowi menertibkan pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang menghiasi halaman koran, layar televisi dan situs berita internet. Heboh bukan main. Kita tak hanya disuguhi cerita balas pantun antara Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan Haji Lulung, melainkan bagaimana Joko Widodo alias Jokowi meyakinkan para pedagang Tanah Abang untuk pindah ke Blok G. Para pedagang yang selama ini menggelar dagangan di badan jalan, hingga membuat jalan di kawasan Tanah Abang macet, bersedia pindah ke Blok G. Sejak itu, jalan di kawasan pasar yang sebelumnya macet pun menjadi lancar. Tak pelak, tindakan penertiban yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta itu mendapat apresiasi dari banyak pihak.

Twitter Joko Widodo
Ingat pasar Tanah Abang, Saya pun terkenang pada sebuah cerita humor yang Saya baca dari sebuah buku humor. Saya tidak tahu apakah cerita ini benar adanya atau hanya rekaan saja. Namanya saja humor. Dikisahkan, suatu hari bertemulah dua orang, satu dari Aceh dan satu lagi dari Papua. Keduanya baru pertama kali datang ke Jakarta dan tidak tahu kemana-mana. Secara tak sengaja mereka bertemu di kawasan Tanah Abang. Namun, mereka mengaku sama sekali tidak tahu bagaimana mereka bisa sampai ke kawasan itu. Terjadilah dialog di antara mereka, yang sama-sama bingung itu.

“Apa benar ini Tanah Abang,” tanya pemuda dari Papua.

Si Pemuda Aceh pun kaget mendapat pertanyaan demikian. Bukan apa-apa. Di Aceh, Abang itu sapaan sopan untuk orang yang usianya lebih tua. Nah, sekarang tiba-tiba ada orang yang bertanya apakah kawasan itu tanah miliknya. Bingung, kan!

“Bukan. Ini bukan tanah saya. Saya baru tiba dari Aceh,” jawab si Pemuda Aceh. Mereka berdua pun berkenalan.

“Saya Yance dari Papua, tepatnya dari Manokwari,” kata lelaki Papua itu sambil mengulurkan tangan.

“Saya Apa Dollah dari Pidie, Aceh,” jawab si pemuda Aceh menyambut uluran tangan teman barunya, dari Papua.

Mereka pun menjadi akrab dan saling bercerita bagaimana sehingga bisa terdampar di Jakarta. Mereka pun tertawa terpingkal-pingkal ketika tahu bahwa lokasi tempat mereka bertemu adalah Pasar Tanah Abang. Hahaha.

Mendengar nama Tanah Abang, ingatan kita tak hanya tertuju pada harga pakaian yang dijual murah, melainkan juga pada keberadaan para preman yang menguasai kawasan tersebut. Kita pun teringat pada nama Herkules, seorang bos preman yang cukup terkenal dan sangat ditakuti di Jakarta, yang beberapa waktu lalu ditangkap polisi. Siapa pun yang pernah kecopetan saat berada di Tanah Abang pasti tak bisa melupakan Tanah Abang. [Ayo tunjuk tangan siapa yang pernah kehilangan dompet atau handphone di Tanah Abang].

Kita pun jadi tahu betapa angkernya Tanah Abang. Tak mudah menertibkan kawasan yang dikapling-kapling oleh sejumlah preman itu. Penertiban pedagang kaki lima pun cukup sulit, karena beberapa politisi bermain di sana. Tapi seorang Jokowi dengan gayanya yang santai dan kalem, terbilang sukses membujuk para PKL untuk mau direlokasi ke Blog G. Gebrakan Jokowi mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi dan mengutamakan dialog, tidak main bongkar dan gilas dulu. Saya pikir, inilah yang membuat sosok mantan Walikota Solo itu berhasil di DKI Jakarta.

Terkait sisi manusiawi Jokowi, Saya tersentuh dengan sebuah kisah yang dialami seorang reporter sebuah stasiun televisi. Cerita ini saya peroleh dari sebuah milis jurnalis. Si reporter ini menceritakan kisah yang dialaminya tersebut via akun twitter miliknya, @janes_cs. Dia juga ternyata punya blog di blogdetik. Ini ceritanya:

Hari Jumat, kemarin, gw follow (mengikuti) Jokowi dari subuh hingga malam mandorin perbaikan tanggul. Pukul 20.00 (pukul 8 malam) Jokowi menegur gw.

“Kok kamu belum pulang?

“Belum boleh sama kantor pak," gw menjawab (sambil melas). Lalu Jokowi bilang, "Sini saya yang ngomong sama kantormu. Mukamu udah pucet gitu."


Alhasil gw telpon lah korlip gw di kantor, “Bang, ada yang mau mgomong.” Lalu gw serahkan Hp gw ke Jokowi, dan Jokowi ngomong ke kantor gw

“Saya Gubernur DKI jakarta Joko Widodo, memerintahkan Janes untuk pulang!”

Korlip gw, “Hah? Siapa nih?" dia mengira bercanda).

“Saya JOKOWI!”

Korlip gw, setengah kaget.“Siap pak gubernur!”

“Ini Si Janes ganti dong, dia udah dari subuh, kayak …. [edited] kurang orang aja. Perintah gubernur ini!”

Korlip gw, “Siap pak!”

Alhasil gw boleh pulang setelah long shift. Pengen peluk pak Jokowi :) Selama liput DKI 1, gw sadar, cuma orang yang benar-benar punya hati yang sanggup pimpin Jakarta. Jakarta needs love.

Menurut Saya, perlakuan seperti itu menyentuh banget. Benar-benar peduli sama orang lain. Kita pun memimpikan semoga suatu saat Indonesia benar-benar dipimpin oleh orang yang punya nurani dan memandang manusia seperti saudaranya. Saya pikir Gebrakan Jokowi kini sangat dinantikan rakyat Indonesia. []

Post a Comment

Previous Post Next Post