Tips Menulis Artikel untuk Media

Saya bukan penulis terkenal. Bukan pakar yang tulisan-tulisannya dipesan media besar. Saya masih dalam proses belajar menjadi penulis yang baik. Jika pun ada beberapa tulisan saya yang muncul di media, itulah bonus yang saya terima dari ketekunan belajar dan menulis. Pun begitu, cukup banyak teman, relasi atau para mahasiswa yang bertanya kepada saya, bagaimana menulis dan menjual tulisan/artikel agar dimuat di media.

Pertanyaan ini sering saya terima sejak masih berstatus mahasiswa, berlanjut ketika menjadi redaktur sebuah koran lokal maupun saat tulisan saya dimuat di Harian Kompas. Beberapa orang menganggap saya sudah jago menulis dan bisa menaklukkan media. Padahal, perjuangan saya menembus ketatnya seleksi oleh redaktur opini tidaklah ringan. Ketika tulisan saya pertama kali dimuat di SINAR HARAPAN tahun 2004, itu merupakan tulisan ketiga yang saya kirim ke koran sore tersebut. Begitu juga tulisan Aceh Bukan Lahan Kosong yang dimuat di KOMPAS pada 17 Januari 2012, itu setelah puluhan artikel saya ditolak sebelumnya.

Nah, dalam beberapa kesempatan, terutama setelah tulisan pertama saya muncul di rubrik opini KOMPAS, saya sering ditanya bagaimana kiat menembus rubrik KOMPAS. Saya sendiri bingung harus menjawab apa. Soalnya, tulisan saya sendiri baru sekali dimuat di Kompas, meskipun sudah puluhan kali mengirim tulisan ke koran tersebut. Tapi tak ada salahnya kita berbagai pengalaman bagaimana menaklukkan media. Kiat menulis ini saya himpun dari pengalaman sendiri dan pengalaman teman-teman saya yang berprofesi penulis. Mudah-mudahan menginspirasi.

Pertama, perhatikan headline atau laporan media yang ingin disasar. Suatu isu yang ditempatkan di kolom headline atau laporan utama biasanya sedang hangat, sangat penting dan sering merupakan masalah serius. Isu tersebut diletakkan sebagai headline agar menyita perhatian lebih dari pembaca. Tak sembarang laporan bisa menjadi headline, karena biasanya harus melalui debat alot di meja rapat redaksi. Isu yang dijadikan headline itu terkait skandal yang melibatkan orang besar, berdampak besar bagi publik serta news value-nya tinggi. Nah, tulisan atau artikel yang ditulis terkait informasi yang jadi headline ini punya peluang besar untuk diperhatikan redaktur opini.

Kedua, perhatikan Tajuk Rencana atau Editorial media. Dari rubrik Tajuk Rencana atau Editorial ini kita jadi tahu duduk persoalan sebuah masalah/kasus serta bagaimana sikap media yang bersangkutan. Isu yang diangkat sebagai editorial biasanya masalah penting dan menyangkut orang banyak, yang coba dikomunikasikan dengan pembaca, dengan harapan pembaca atau pemirsa ikut memikirkan masalah yang sedang dibahas tersebut. Melalui rubrik tajuk rencana atau editorial inilah media memengaruhi khalayak untuk mendukung pendapat mereka. Jika sebuah isu yang menjadi perhatian utama di tajuk rencana, namun belum ada orang yang menuliskannya, maka siap-siaplah menulis tentang isu tersebut. Biasanya, artikel begini akan mendapat perhatian.

Ketiga, perhatikan masalah teknis dan style media. Kadang-kadang kita tidak begitu peduli masalah kecil dan hal-hal teknis seperti gaya bahasa media, format penulisan, berapa jumlah kata untuk sebuah artikel. Sebagai penulis, kita mutlak harus mematuhi ketentuan umum yang ditetapkan sebuah media. Jika disyaratkan satu tulisan tidak melebihi 700 kata, ya jangan dipaksa menulis lebih panjang. Usahakan mengikuti syarat tersebut. Karena rubrik opini di koran itu bukan halaman milik kita yang bisa dengan seenaknya kita tulis. Dia dibatasi dengan jumlah kata. Saya kira dalam menulis artikel untuk blog 2013 juga kita perlu memperhatikan jumlah kata, biar orang baca tidak cepat bosan. Jadi, patuhilah ketentuan yang ada.

Keempat, sertakan identitas diri. Kita adalah penulis, bukan hantu yang sedang menyamar. Jika baru pertama kali mengirim tulisan, jangan lupa sertakan identitas diri lengkap, melampirkan foto-copy/scan KTP, nomor Hp yang mudah dihubungi, alamat email, foto diri terbaru (close-up) plus nomor rekening bank. Meski pun sudah pernah mengirimkan identitas diri, tak ada salahnya jika setiap pengiriman tulisan selalu lampirkan saja biodata diri itu, untuk berjaga-jaga. Siapa tahu pihak redaksi tidak menyimpan arsip kita. Ini untuk menunjukkan bahwa kita bertanggung-jawab penuh atas tulisan kita.

Melampirkan nomor rekening juga penting, sebab kalau ada tulisan kita yang dimuat, pihak redaksi tak perlu sibuk meminta lagi sama kita. Mereka bisa langsung melakukan transfer honor untuk tulisan yang dimuat tersebut.

Kelima, kirim 2-3 artikel saja dalam sebulan. Usahakan pengirimannya ada durasi jarak yang cukup. Pengiriman dalam waktu berdekatan akan mengundang antipati dan kebosanan dari pihak redaktur. “Jangan-jangan tulisan kita tidak terbaca,” kata seorang teman saya yang bekerja sebagai redaktur sebuah harian di Jakarta. Dengan mengirim 2-3 artikel menunjukkan bahwa kita cukup produktif, tetapi yang lebih penting sebenarnya bagaimana kita mampu menunjukkan kita menulis tak asal-asalan, melainkan melakukan riset yang cukup dan pembahasannya cukup mendalam. Tulisan yang disiapkan matang-matang pasti memiliki kedalaman, dan akan disukai oleh redaktur.

Keenam, jangan mengirim tulisan yang sama kepada dua atau banyak media sekaligus. Sebagai penulis kita mutlak harus menjaga etika pengiriman tulisan. Bayangkan jika tulisan yang sama dimuat di dua media secara bersamaan. Ini seperti tamparan terhadap media yang memuatnya plus terhadap para redakturnya. Jika anda melakukan hal seperti ini, yakinlah nama anda masuk dalam daftar blacklist, bisa enam bulan, setahun bahkan selamanya. Intinya jangan mengumbar cinta ke banyak wanita (pria), karena hanya akan mendapatkan tamparan.

Ketujuh, tunjukkan bahwa anda sangat menguasai masalah yang anda tulis. Anda boleh pandai dan menguasai banyak masalah dan bidang pengetahuan. Tetapi, jangan lupa, anda harus punya spesialisasi tertentu dan fokus pada basic ilmu yang anda tekuni. Banyak media lebih memprioritaskan penulis yang mampu menunjukkan mereka spesial dalam pengetahuan tertentu. Seorang penulis itu dituntut menulis sebuah isu atau tema secara mendalam. Jadi, biarkan masalah yang tidak menjadi fokus kajian kita ditulis oleh orang lain yang pakar di bidangnya.

Kedelapan, ingatlah bahwa menulis dan mengirim tulisan ke media itu seperti kita memancing. Kadang sebagus apapun umpan yang kita gunakan tetap tidak menarik perhatian ikan-ikan untuk mendekat. Yang kita butuhkan adalah melempar banyak umpan agar peluang menangkap ikan menjadi lebih besar. Kita tak cukup hanya punya satu joran (pancingan).

Jadi, usahakan agar menulis beberapa artikel dan kirim ke media berbeda (ingat beberapa artikel, bukan artikel yang sama). Saat menanti tulisan dimuat di media pun kita menjadi lebih bersemangat, karena ada beberapa artikel yang berpeluang dimuat. Jika satu artikel ditolak, masih ada harapan pada artikel lain, dan tulisan yang ditolak itu bisa secepatnya diperbaiki untuk dikirim ke media lain lagi.

Kesembilan, jaga hubungan baik dengan para redaktur (dan juga siapa pun). Meskipun kedekatan personal dengan redaktur opini sebuah media tidak menjadi jaminan tulisan kita dimuat, tetapi setidaknya dia akan memberi ide dan kiat-kiat tulisan bagaimana yang menjadi prioritas media tempatnya bekerja. Yang penting tunjukkan bahwa kita punya dedikasi tinggi serta mumpuni di bidang yang kita dalami. Syukur-syukur jika suatu waktu dia meminta kita khusus menulis masalah yang kita kuasai.

Kesepuluh, berdoa dan bersyukurlah. Selalu berdoa semoga kita dilimpahkan pengetahuan yang bermanfaat untuk orang lain. Bersyukurlah dengan kemampuan yang kita miliki, dan jangan sombong. Saat tulisan kita dimuat di koran, jangan lupa untuk bersedekah dan mengajak teman-teman dekat menyukurinya dengan traktir makan.


Terakhir, siap-siaplah anda menjadi terkenal saat tulisan anda menghiasi halaman media. Anda harus siap secara mental, dan jangan terkejut ketika banyak orang mengirim ucapan selamat atas tulisan anda, dan jumlah orang yang mengajak pertemanan di sosial media meningkat tajam. Sekali lagi, syukuri nikmat, sekali pun nikmat terkecil. Selama mencoba! []

Post a Comment

Previous Post Next Post